Di tengah hiruk-pikuk kemajuan zaman, Rembang, sebuah kabupaten kecil di Pantura, Jawa Tengah kian tertinggal jauh di belakang.
Rembang terkesan kurang update dengan dunia luar. Alhasil, untuk menikmati kemewahan-kemewahan zaman (seperti misalnya nonton bioskop hingga makan Mie Gacoan), orang-orang Rembang, terutama anak-anak muda sampai harus ke kabupaten sebelah.
Tak ada mal, bioskop, ataupun Mie Gacoan di Rembang
Beberapa kali saya mengajak teman-teman kuliah dari Surabaya untuk main ke rumah saya di Rembang.
Termasuk juga pacar saya, perempuan asal Jombang, yang saya ajak pada akhir 2021 silam, mengenalkannya dengan ibu saya.
Mereka semua mengaku syok ketika mengetahui fakta bahwa di Rembang tidak ada tiga tempat hiburan bagi kalangan anak muda sebagaimana di Surabya atau Jombang. Yakni mal, bioskop, atau Mie Gacoan.
“Sama sekali nggak ada mal?” tanya seorang teman. Saya menggeleng. Teman saya pun sontak geleng-geleng kepala.
Lebih-lebih, ia main di rumah saya yang ada di atas bukit, yang mana untuk cari sesuatu aja harus turun dulu ke kecamatan berjarak tujuh menitan.
Kalau boleh menyebutnya mal, di Rembang sendiri ada mal kecil bernama PANTES. Tepatnya di Lasem. Namun, itu pun tak lebih dari sekadar minimarket yang ditumpuk dengan toko pakaian seperti di pasar-pasar.
Mau cari baju bagus untuk bergaya? Jangan harap nemu di sini. Itulah kenapa PANTES makin ke sini makin sepi peminat.
Harus cari ke kabupaten-kabupaten sebelah
Saat tengah muter-muter dengan pacar saya di area Rembang kota, saya menawari beberapa opsi tempat makan untuk mengganjal perut sebelum pulang ke rumah.
Sebab, kalau sudah pulang ke rumah, nanti sudah sulit untuk keluar-keluar lagi karena wegah jika harus naik turun ke kecamatan.
“Nyari Mie Gacoan aja deh,” ucap pacar saya setelah sempat kebingungan mau makan apa.
“Ya nggak ada kalau itu,” jawab saya.
“Lah, masa? Mie Gacoan itu di mana-mana ada, loh. Masa Rembang nggak ada?” responnya tak percaya.
Begitulah hingga kemudian ia tahu kalau tak cuma Mie Gacoan, restoran-restoran cepat saji seperti KFC dan McDonalds pun tak ada di sini.
“Kukira Rembang masih kayak Jombang. Meskipun kecil tapi minimal ada lah Mie Gacoan,” selorohnya “mengejek” saya. Tapi ya memang begitulah Rembang.
Saya dan beberapa anak muda lain di Rembang yang kuliah di kota-kota besar mungkin lebih beruntung.
Misalnya saya yang di Surabaya, tentu jauh lebih mudah untuk mangakses kemewahan-kemewahan itu.
Btw, bagi orang dari kabupaten kecil seperti saya, hal-hal di atas (mal, bioskop, hingga Mie Gacoan) itu merupakan kemewahan loh ya.
Yang penuh perjuangan adalah anak-anak muda yang tinggal di Rembang. Kalau mau merasakan kemewahan-kemehawan itu harus rela menempuh perjalanan dua hingga tiga jam ke kabupaten lain di dekat Rembang. Seperti yang Umi (22) lakukan.
Mahasiswi di Universitas Terbuka (UT) Rembang itu kalau mau nonton dengan pacarnya yang juga mahasiswa UT Rembang harus rela motoran jauh-jauh ke Tuban, Jawa Timur.
“Di Tuban kan ada NSC (New Star Cineplax). Kalau sudah di Tuban, biasanya ya sekalian lah menikmati hal-hal yang nggak ada di Rembang, misalnya Gacoan,” ujarnya saat saya hubungi.
Seturut keterangan Umi, selain Tuban, Pati dan Kudus juga menjadi opsi lain untuk mencari kemewahan-kemewahan di atas bagi anak-anak muda Rembang seperti dirinya.
“Pati aja kemaren (awal Januari 2024) kabar-kabarnya mau buka Gacoan, loh. Kalau Kudus itu kadang kalau libur panjang main ke sana. Soalnya kan lebih jauh ketimbang Tuban atau Pati,” ungkap Umi.
Halaman selanjutnya…
Tuban bikin iri
Tuban adalah perlintasan saya semasa kuliah hingga kerja di Surabaya (2017-2023). Menjadi kota pertama yang saya lalui dari arah Rembang ke Surabaya dan menjadi rute terakhir jika dari Surabaya.
Saya juga kerap kali main di kota perbatasan Jawa Timur-Jawa Tengah ini setiap libur semester.
Yang ingin saya katakan adalah, saya cukup mengikuti gerak perubahan yang terjadi di Tuban. Dari tahun ke tahun, Tuban terus berkembang mengikuti zaman.
Perubahannya sangat kentara. Awalnya tak ada bioskop, kemudian ada. Tuban juga tak mau ketinggalan fenomena menjamurnya Mie Gacoan seperti yang terjadi di berbagai daerah.
Yang sempat membuat saya kaget pula, di tengah Kota Tuban kini menjadi kian gemerlap. Outlet-outlet seperti Eiger berdiri mencolok. “Dulu setahu saya (saat masih kuliah) kok belum ada”.
Itu hanya beberapa saja di antara perubahan-perubahan yang membuat Tuban kian gemerlap. Saya dan Umi tak bisa menyangkal perasaan iri di hati.
“Lah iya, to, Kak. Rembang kok masih gini-gini aja,” gerutu Umi.
Reporter: Muchamad Aly Reza
Editor: Agung Purwandono
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News