Sepintas, komunitas pecinta ungu—yang kini berpusat di Bekasi—terlihat tak lebih dari ibu-ibu gabut dengan selera warna “aneh”: ungu. Warna yang kerap diidentikkan dengan simbol janda. Namun, ternyata mereka bukan ibu-ibu gabut belaka.
***
Ingatan saya tertuju pada film Yuni (2021) saat di lini masa Instagram saya melintas sekelompok ibu-ibu yang menamai komunitasnya “Purple Lovers Community (PLC) Indonesia”.
Ibu-ibu itu mirip karakter Yuni. Hidup dengan atribut serba ungu. Dress yang dikenakan—dari atas sampai bawah—full warna ungu. Pernak-perniknya: tas, sandal, dan perabot-perabot rumahnya juga ungu.
Saat film Yuni mulai tayang di Netflix dan potongannya bertebaran di Instagram, banyak orang yang, alih-alih fokus pada pesan yang hendak film itu sampaikan, justru malah membercandai selera warna Yuni: di antara sekian macam warna di dunia, kenapa ungu? Warna yang lekat dengan simbolisasi janda.
“Jangan-jangan komunitas pecinta warna ungu itu isinya janda semua,” celetuk seorang teman.
Saya lantas menghubungi Erni Julia (40) selaku Ketua Umum Purple Lovers Community Indonesia.
Komunitas pecinta ungu tersebar di seluruh Indonesia
Saya terperanjat tak percaya ketika Erni menyebut kalau komunitas pecinta ungu yang ia ketuai ternyata menyebar hampir di seluruh Indonesia. Hingga liputan ini tayang, setidaknya tersebar di 21 titik kota dari Jawa, Sumatera, Kalimantan, hingga Sulawesi. Titik persis yang Erni ingat di antaranya:
- Jawa: Jakarta, Bekasi, Tangerang, Bogor, Bandung, Semarang, Solo, Malang, Surabaya, dan Sidoarjo.
- Sumatera: Bengkulu, Bandar Lampung, Tanggamus, dan Palembang.
- Kalimantan: Pontianak, Samarinda, Balikpapan, Singkawang, Banjarbaru.
- Sulawesi Selatan: Makassar.
“Untuk Aceh, Bali, Lombok, insyaallah menyusul didirikan cabang PLC di kota tersebut,” ujar Erni, ibu-ibu asli Bekasi yang begitu ramah saat saya hubungi, Senin (8/7/2024) sekitar pukul 20.00 WIB.
Lihat postingan ini di Instagram
Sehari-hari ia bekerja di sebuah instansi di Bekasi, berangkat pagi pulang petang. Sela-sela waktu bekerjanya ia gunakan untuk mengurus komunitas pecinta ungu alias Purple Lovers Community Indonesia tersebut. Berkoordinasi secara online melalui setiap cabang daerah.
“Setiap cabang PLC itu ada ketua atau koordinatornya lagi. Jadi koordinasinya dengan mereka,” jelasnya.
Apakah hanya sebatas suka warna ungu?
Jika ditanya seperti itu, pada dasarnya ”iya”. Erni mengaku sudah sejak SMP menyukai warna itu. Ia sebenarnya tahu betul kalau warna tersebut identik dengan janda. Namun, ia tak peduli. Selera orang kan beda-beda.
“Jadi ya nggak ada alasan-alasan filosofis, Mas, kenapa suka warna ungu dan sampai bikin komunitas pecinta ungu ini. Sekadar suka aja,” ungkap Erni dengan antusias.
Bagi Erni selaku ketua PLC pusat di Bekasi, warna ungu terkesan lucu saja. Titik. Tidak ada alasan ndakik-ndakik.
Komunitas pecinta ungu menyebar gara-gara lupa password Instagram
Belum juga menjawab pertanyaan saya perihal awal mula terbentuknya Purple Love Community Indonesia, Erni malah tertawa. Sebab, terbentuknya PLC hingga tersebar di berbagai daerah ternyata diiringi dari hal yang, menurut Erni, sangat konyol.
Seiring waktu, Erni akhirnya tahu kalau ternyata ia bukan satu-satunya orang yang suka warna ungu. Ada banyak orang di sekitarnya dengan selera yang sama.
Oleh karena itu, pada 25 Januari 2018 ia membentuk komunitas pecinta ungu. Namun, saat itu namanya masih Purple Lovers Community. Belum ada imbuhan “Indonesia” di belakangnya. Karena memang hanya untuk mewadahi orang-orang di sekitarnya (Bekasi dan sekitarnya).
“Buat seru-seruan aja. Buat update kegiatan kami yang serba ungu. Awalnya begitu, sampai akhirnya saya lupa password Instagram PLC yang lama,” terang Erni terkekeh.
Pada 26 Agustus 2022, Erni lalu membuat Instagram baru dengan nama baru pula: mulai ada imbuhan “Indonesia” di belakang Purple Lovers Community. Singkat cerita, ternyata followers makin banyak.
Lihat postingan ini di Instagram
“Malah banyak yang komentar atau DM, “Mba aku juga pecinta warna ungu, mau gabung boleh nggak?” Gitu-gitu lah,” jelas Erni.
Setelah Erni cek, ibu-ibu yang mau gabung ternyata berasal dari berbagai daerah. Maka Erni mulai menginisiasi pembentukan cabang PLC di berbagai daerah.
“Untuk membernya itu range usianya dari 25 tahun sampai 60-an tahun. Antusias semua. Masing-masing cabang PLC itu bisa 50-an anggota,” kata Erni menjelaskan dengan nada ceria.
Ibu-ibu yang gemar membantu
Kembali ke pertanyaan di awal tulisan: apakah komunitas pecinta ungu yang berpusat di Bekasi ini hanya sekadar kumpulan ibu-ibu penyuka warna ungu?
Kata Erni, awalnya memang demikian. Purple Lovers Community Indonesia terbentuk untuk seru-seruan antar sesama anggota komunitas saja. Misalnya, komunitas pecinta ungu ini setiap pekannya mengadakan challenge atau giveaway di internal anggota, yaitu lomba foto di Instagram.
“Fotonya sesuai tema. Misalnya pekan ini temanya piring. Nah harus kirim foto piring, tapi warna ungu. Itu wajib. Apapun temanya, intinya tetap ungu,” jelas Erni. Pemenang lomba tersebut nantinya akan mendapat hadiah.
Dulu hadiahnya berawal dari swadaya sesame anggota. Seiring waktu, kerap kali ada pengendorse yang masuk. Sehingga untuk hadiah full mendapat support dari pengendorse.
“Selain itu juga ada berbagai macam kegiatan. Misalnya meet up member di masing-masing cabang, halal bihalal, bakti sosial, santunan anak yatim dan duafa, Jumat Berkah, berbagi takjil di bulan Ramadan, hingga donasi bencana alam,” beber Erni.
Hingga saat ini, ada satu wacana yang belum terwujud dan sangat ingin Erni wujudkan. Yakni meet up akbar seluruh cabang PLC.
“Membernya ada laki-laki juga sebenarnya, Mas, cuma nggak banyak. Masnya kalau mau gabung juga nggak apa-apa loh,” canda Erni pada saya. Kami lalu membincangkan beberapa hal yang sesekali membuat kami kompak tertawa.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Hammam Izzuddin
BACA JUGA: Cerita dari Gamplong Studio Jogja, Kenangan Tak Terlupakan Menjadi Extras Film Hanung Bramantyo
Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News