Ada kompleks kos dekat UGM yang justru mayoritas bukan dihuni kalangan mahasiswa UGM. Kebanyakan yang tinggal adalah pekerja, pedagang kaki lima, hingga tukang yang mencari nafkah dari luar kota.
***
Motor tiba-tiba harus saya pelankan ketika melewati sebuah gang di Padukuhan Blimbingsari, Caturtunggal, Sleman. Malam itu, saya baru pertama kali melewati gang yang letaknya paling-paling hanya 300 meter dari kompleks gedung perkuliahan Sekolah Vokasi di sayap barat kawasan UGM.
Di gang itu, kala malam ruang untuk kendaraan lewat begitu sempit. Pasalnya, bangunan yang mengelilinginya mayoritas tak punya ruang khusus untuk parkir kendaraan. Alhasil, puluhan motor terparkir di pinggiran jalan sempit.
Selain itu, saat malam gang itu cukup ramai. Di emperan rumah, banyak lelaki yang sedang bercengkerama. Minum kopi sambil rokokan. Ada pula segerombolan bapak-bapak yang berkumpul di pos ronda. Saking ramainya, beberapa kursi pun diletakkan di pinggir jalan dekat pos itu. Mereka, asyik main kartu hingga menggerakkan bidak-bidak di papan catur.
Sekilas, suasana gang penuh kos dekat UGM itu tak seperti tempat mahasiswa bermukim. Suasananya berbeda. Membuat saya penasaran untuk menguliknya lebih jauh.
Akhirnya, pada Minggu (12/5/2024) saya memutuskan untuk kembali ke kawasan itu. Sekalian, nongkrong sejenak di sebuah warung makan yang terletak di sudut gang.
Setidaknya ada tiga warung makan di gang tersebut. Semua modelnya seperti warteg. Lauknya banyak dan ada sayuran. Saya memesan es teh saja. Sambil mengamati lingkungan sekitar kompleks kos dekat UGM yang terasa sepi, berbeda dengan hiruk pikuk saat malam.
Kos dekat UGM yang tidak banyak dihuni mahasiswa
Sepintas tampak beberapa laki-laki yang hilir mudik masuk dan keluar kos. Pakaiannya sederhana, berkaos dengan celana pendek atau celana jeans robek. Beberapa yang saya amati tampak bekas bercak cat di kaos yang mereka kenakan.
Warung yang saya singgahi ternyata milik orang Sunda. Jika umumnya perantau Jawa Barat buka usaha warung makan berkonsep warmindo di dekat kampus, ini modelnya seperti warteg prasmanan.
Nuryana, lelaki yang jadi pegawai di warung itu bercerita bahwa pemiliknya memang dari Jawa Barat. Ia juga baru beberapa bulan merantau ke Jogja. Bekerja di warung ini.
“Khusus di gang ini, selama beberapa bulan saya di sini kok memang jarang kelihatan ditinggali mahasiswa ya. Yang makan di sini kayaknya juga kebanyakan bukan anak kuliahan,” katanya saat saya tanya tentang kompleks kos dekat UGM ini.
“Malahan sepertinya kebanyakan itu orang kerja. Ada yang jualan dan ada yang kuli bangunan bahkan. Pada ngekos di area itu,” imbuhnya.
Baca halaman selanjutnya…
Deretan gerobak teronggok hingga sisi unik kawasan sayap barat UGM yang jarang diketahui orang
Saya lantas mencoba untuk berjalan ke area utara gang penuh kos dekat UGM itu. Di salah satu sudutnya tampak deretan gerobak yang teronggok. Tampak sudah cukup lama tidak dipakai. Ada gerobak angkringan, gerobak mirip pedagang bakso, hingga yang masih ada tulisan dagangan es doger. Meski tak bisa memastikan apakah ini milik para pedagang yang sempat kos di sekitar situ, namun sedikit menjawab cerita dari Nuryana.
Lelaki itu, lantas bercerita kembali kalau para perantau di kos dekat UGM ini datang dari berbagai daerah. Ada yang dari Jawa Barat sepertinya tapi ada pula yang dari beberapa kabupaten di Jawa Tengah.
“Macam-macam sih, kemarin saya sempat ngobrol sama orang katanya dari Wonogiri yang kerja bangunan,” tuturnya.
Sisi unik di kompleks sayap barat UGM
Saya juga sempat berbincang dengan Dika (21), seorang mahaswi UGM yang kebetulan kos di daerah Blimbingsari. Namun, kosnya tidak berada persis di gang yang banyak ditempati para perantau tadi.
Dika bercerita, kalau malam, ia memang memilih untuk tidak melintas di gang itu. Bukan apa-apa, ia hanya mengaku tidak nyaman lewat keramaian gang sempit.
“Kalau malam memang ramai sih, gangnya padat. Sengaja jarang aku lewatin situ kalau motoran malam hari,” tuturnya.
Perempuan ini mengaku sudah tinggal di kos dekat UGM sejak 2021 silam. Blimbingsari dan Sendowo di sisi utaranya, kata dia, memang jadi kawasan andalan sebagian mahasiswa UGM untuk tinggal lantaran jaraknya yang dekat.
Selain gang penuh kos pekerja, area sisi barat UGM memang punya cerita unik lain. Di area itu, selain Gedung Sekolah Vokasi, ada Gedung FKKMK, deretan perumahan Sekip UGM, hingga Gedung Fakultas Biologi UGM di sisi utaranya. Mojok pernah melakukan liputan tentang sejarah lapangan terbang pertama di Jogja yang dulu ternyata berdiri di kawasan tersebut.
Kepala Padukuhan Sendowo, Sudarno (54) bercerita bahwa jejak lapangan terbang memang sudah tidak ada di tahun 1970-an saat Sudarno kecil. Namun, ada beberapa kisah yang sempat ia dengar dari orang tua dan kakeknya.
“Dulu sebelum tidur kadang diceritakan soal lapangan terbang dan lapangan untuk latihan menembak tentara kolonial Belanda,” kenangnya saat saya temui, Jumat (18/8/2023).
Ia juga bercerita tentang keunikan Sendowo dan Blimbingsari. Kawasan yang berbatasan dengan Kali Code itu memang cukup padat. Dulunya, di ujung dekat sungai juga pernah ada kompleks pemakaman Tionghoa yang besar. Saat ini, baik Sendowo maupun Blimbingsari lebih terkenal sebagai tempat kos dekat UGM yang jadi salah satu andalan mahasiswa.
Penulis: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono
Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News