Seorang anak kos Surabaya akhirnya berani agak sombong setelah merasa agak sukses. Pasalnya, sebelumnya, ia pernah merasakan hidup sulit selama masa kuliah di Surabaya.
Bahkan, ia sempat menjadi buronan ibu kos lantaran nunggak, tak bayar hingga jutaan. Sebelum akhirnya ia balik untuk melunasi utang-utangnya tersebut secara kontan.
***
Masa kuliah Jabar* (25) di Surabaya bisa ia bilang merupakan rangkaian pelarian demi pelarian. Bagaimana tidak, ia adalah anak kos yang selalu menjadi buronan bagi induk semang kos yang ia tinggali. Alasannya jelas, ia selalu nunggak.
Sejak mantap berangkat ke Surabaya untuk kuliah, pemuda asal Probolinggo, Jawa Timur itu sebenarnya sudah membayangkan, kehidupannya sebagai anak kos Surabaya pastilah tidak mudah.
Mengingat, ia berangkat dari keluarga yang amat tidak mampu. Yatim pula. Ia sendiri nekat kuliah karena, di samping karena ia memang bermimpi bisa kuliah, ibunya yang sehari-hari jualan jajanan tradisional mendorongnya betul untuk menjadi sarjana. Gelar yang belum pernah disandang oleh anggota keluargnya.
“Urusan uangnya gimana, itu biar ibu dan kakakmu yang mikir. Ya sudah, aku berangkat,” ungkap Jabar.
Waktu itu, Jabar keterima di salah satu kampus negeri Surabaya lewat jalur mandiri. Artinya, UKT yang harus Jabar bayarkan tentu relatif lebih mahal.
“Tapi kalau UKT alhamdulillah nyaris nggak pernah ada kendala. Karena jangka pembayarannya kan per enam bulan sekali,” tutur Jabar.
Yang menjadi masalah adalah uang saku bulanannya. Sebagai anak kos, Jabar jelas butuh kiriman untuk bayar kos setiap bulan. Belum lagi untuk kebutuhan hidup sehari-hari.
Jadi anak kos Surabaya yang sering kehabisan uang hingga utang teman-teman
Jabar mengaku, ia mendapat kiriman dari ibunya Rp800 ribu per bulan. Paling banyak paling di angka Rp1 juta.
“Anggap saja paling sering Rp800 ribu. Terpotong kos, waktu itu kos pertamaku Rp250 ribu. Sisa Rp550 ribu. Itulah yang buat hidup selama jadi anak kos di Surabaya,” akunya saat akhirnya kami berbincang lagi lewat telepon setelah sekian lama tak bertemu.
Apakah uang segitu cukup untuk bertahan hidup selama satu bulan di Surabaya? Awalnya mudah bagi Jabar untuk bertahan hidup dengan uang segitu.
Namun, lama-kelamaan, mobilitasnya di Surabaya semakin tinggi. Ia sendiri sering kali mengikuti gengsi untuk bergaya. Alhasil, uangnya sering ludes sebelum akhir bulan.
Kalau sudah ludes, ia tak punya keberanian untuk menelepon ibunya. Sebab, ibunya memberi uang tersebut agar Jabar manfaatkan sebaik mungkin. Akan tetapi kenyataannya, malah kadang untuk memenuhi ha-hal non prioritas.
Kalau sudah begitu, Jabar akan mengiba pada teman-teman dekatnya. Pinjam uang.
“Sempet suka cewek. Gengsi kalau terlihat nggak punya uang. Jadi habis di situ. Karena mulai suka cewek itu juga, akhirnya mulai memoles diri, beli-beli pakaian bagus. Jadi mulai suka beli-beli sepatu, jual beli HP juga,” beber Jabar.
Samar-samar dalam ingatan saya, saat perkenalan kami di awal semester, Jabar memang tampak tak jauh berbeda dengan saya; sebagai anak kos yang cenderung sekadarnya saja kalau soal lifestyle.
Namun, seiring waktu. Kami mulai sedikit jomplang. Sampai lulus saya tetap sekadarnya; tinggal di kos kumuh, baju dan sepatu sering tukeran dengan teman-teman, soal makan pun mencoba sehemat-hematnya. Sementara Jabar sudah jauh lebih stylish dan berani hedon.
“Nah kalau yang utang ke temen-temen, aku ingat ke siapa saja orangnya, tapi memang belum sempat bayar. Kalau ke ibu kos kan memang niatku pengin sombong aja,” ungkapnya.
Jadi anak kos Surabaya yang tak kuliah sambil kerja
Sebenarnya, Jabar sempat mengupayakan bagaimana caranya agar kuliahnya tak bayar. Syukur-syukur dapat jatah uang bulanan. Oleh karena itu, tiap kali ada info beasiswa, ia pasti akan daftar.
Namun, dari yang ia dengar-dengar dari teman-teman yang lain, ia sulit keterima beasiswa karena ia tercatat sebagai mahasiswa yang masuk kampus lewat jalur mandiri.
“Katanya kalau mandiri anggapannya otomatis dari orang berpunya. Jadi sulit dapat beasiswa. Alhasil, sampai lulus bayar terus,” ujarnya.
“Kenapa nggak nyoba kuliah sambil kerja? Buat nyari uang jajan sendiri,” tanya saya.
Jabar tertawa kecut mendengar pertanyaan saya tersebut. Waktu itu, Jabar merasa ia adalah anak kos tanpa keterampilan. Sehingga, ia tak tahu harus bekerja sebagai apa.
Kebanyakan teman kelasnya adalah anak kos yang kuliah sambil kerja. Ada yang kerja di warung kopi, warung makan, ada juga yang jadi driver ojek online.
Tapi, Jabar merasa dirinya kesulitan jika harus bekerja yang berhubungan dengan fisik. Ia hanya mampu dalam soal pemikiran. Misalnya, melakukan penelitian bersama dosen. Itulah yang ada di benaknya.
“Jadi ojol? Aku aja nggak punya motor di Surabaya. Ke mana-mana nebeng,” ujarnya.
“Penelitian bareng dosen cuma beberapa kali aja. Ada uangnya. Nah, aku mampu kalau yang begini-begini. Tapi dulu aku nggak seberapa banyak dapat ajakan (penelitian),” sambungnya.
Oleh karena itu, dan seperti yang ibunya sering katakan, Jabar tak perlu kuliah sambil kerja. Pokoknya fokus kuliah, selesaikan tepat waktu. Setelah itu, gunakan ijazah buat cari kerjaan yang sesuai dengan passion.
Kabur dari kos dan jadi buronan ibu kos Surabaya
Kenekatan kabur dari kos Jabar mulai memasuki libur semester 2, tahun 2018, di kos pertamanya di Surabaya.
Di tiga bulan pertama, Jabar memang membayar. Toh ia dapat kos murah, Rp250 ribu.
Namun, seiring dengan seringnya ia merasa uang kirimannya tak cukup. Ia pun lebih sering tak menyisihkan uang Rp250 dari uang kirimannya untuk bayar kos.
“Pokoknya setiap ibu kos nagih, aku bilang bulan depan aku lunasi semua, begitu terus. Orangnya ngedumel, tapi ya sudah,” ucapnya.
Sampai kemudian, menjelang libur semester 2, ia menghitung bahwa utangnya sudah menumpuk hingga jutaan. Jabar sadar kalau ia tak akan mampu membayarnya, sekalipun ditunda-tunda. Alhasil, kaburlah ia.
“Sempat kata anak-anak kos, ibu kos nyari-nyari sambil marah-marah. Ngancam mau buru aku sampai dapat. Ibu kos juga minta nomor WA-ku. Tapi aku ganti nomor WA,” katanya. Begitulah sampai akhirnya kejadian itu berlalu begitu saja.
Di masa transisi karena tak punya kos, Jabar sempat mencoba ikut temannya asal Probolinggo untuk menjadi marbot di sebuah masjid di perkampungan belakang kampus.
Menurut Jabar, sebenarnya lumayan, bisa tinggal gratis, sering dapat makan gratis pula. Tapi Jabar tak betah lama, karena memang akhirnya ruang geraknya untuk berkegiatan di luar terbatas. Maka, ia memilih kembali jadi anak kos Surabaya.
“Lalu dapat kos lagi Rp350 ribu. Alurnya sama. Setelah berbulan-bulan nggak bisa bayar, aku kabur. Ngerasa bersalah, iya. Makanya aku balik buat melunasi,” tuturnya.
Ia kabur dari kos keduanya tersebut bertepatan saat pandemi Covid-19. Jadi sedikit lebih smooth, meskipun dengar-dengar ia juga jadi buronan. Akan ibu kos buru sampai bayar.
Baca halaman selanjutnya…
Langsung totalan setelah punya gaji UMR Jakarta
Punya gaji UMR Jakarta, langsung totalan ke ibu kos
Jabar merampungkan masa kuliahnya selama masa pandemi itu juga, kira-kira pada akhir tahun 2021. Setelah itu, ia sempat nganggur lama di Probolinggo.
Hingga kemudian, ia melalui mantan dosen pembimbingnya saat skripsi (yang sama-sama asal Probolinggo) mendapat pekerjaan menjadi sekretaris di sebuah lembaga swasta di Jakarta. Ia mulai kerja per Desember 2022.
“Gaji UMR Jakarta, alhamdulillah. Lalu sebelum puasa 2023, aku datangi ibu kos di Surabaya. Dua-duanya. Aku lunasi semua tunggakanku,” beber Jabar.
“Respon ibu kosmu bagaimana?” tanya saya.
“Ibu kos kalau ngelihat uang itu kayak gimana sih? Ya kamu tahu lah. Endingnya mereka doakan agar aku makin sukses. Aku aminkan saja,” jawab Jabar setengah sesumbar.
*) Jabar adalah nama samaran, agar persepsi negatif tak menyerang narasumber secara langsung
Reporter: Muchamad Aly Reza
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA: Derita Mahasiswa Tinggal di Kos Kumuh dan Suram di Surabaya
Cek berita dan artikel lainnya di Google News