Memahami Kondisi Sopir Bus Sumber Selamat, “Terpaksa” Ugal-ugalan di Jalan karena Terhimpit Banyak Persoalan

Alasan sendu para sopir bus Sumber Selamat dari PO Sugeng Rahayu nyopir ugal-ugalan MOJOK.CO

Ilustrasi - Alasan sendu para sopir bus Sumber Selamat dari PO Sugeng Rahayu nyopir ugal-ugalan. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Di antara bus-bus yang melaju di jalur selatan (rute Surabaya-Jogja), bus Sumber Selamat dari PO Sugeng Rahayu dikenal sebagai bus paling ugal-ugalan. Terutama di jam-jam malam, penumpang pasti akan diajak senam jantung.

Bagaimana tidak. Di antara padatnya jalanan rute Surabaya-Jogja, bus Sumber Selamat bisa meliuk-liuk. Kerap menginjak rem dadakan ketika jarak antara mulut bus tinggal sejengkal dengan bokong kendaraan lain di depannya.

“Kenapa para sopir bus Sumber Selamat suka nyopir secara ugal-ugalan?”

Begitulah pertanyaan umum yang kerap dilontarkan dengan nada geram. Pasalnya, cara berkendara ugal-ugalan bus tersebut, hingga sekarang, teramat sering jadi biang kecelakaan lalu lintas di jalur selatan.

Apakah karena para sopir armada bus dari PO Sugeng Rahayu itu memang mau sok-sokan saja di jalan, pamer skill mengemudi dengan menancap gas sekencang-kencangnya (untuk tidak menyebut sengawur-ngawurnya)?

Sopir bus Sumber Selamat ugal-ugalan demi setoran

M. Mujib, seorang busmania asal Jogja, menguraikan sejumlah alasan kenapa sopir bus Sumber Selamat, terutama di rute Surabaya-Jogja, kerap ugal-ugalan.

Mujib adalah penikmat bus Sumber Selamat. Jika sedang ingin menyegarkan pikiran, dia kerap naik bus tersebut untuk merasakan sensasi kencangnya. Selain itu, dia juga memiliki pengalaman menjadi seorang kondektur bus.

“Sistem gaji sopir Sumber Selamat itu jika setoran banyak, maka upahnya juga banyak. Kalau sedikit, upahnya ya sedikit,” beber Mujib saat berbincang dengan Mojok belum lama ini.

Oleh karena itu, para sopir akan ngoyo memacu busnya tanpa henti agar target setoran terpenuhi. Apalagi jalur selatan terhitung sebagai jalur padat. Persaingan antar PO bus terbilang ketat.

“Jadi kalau bus sampai terminal, paling tidur sejam-dua jam, lalu puter balik lagi, narik lagi. Begitu terus bolak-balik,” terangnya.

Saking ketatnya persaingan antarbus sekaligus ketatnya jam operasional bus di jalur selatan, gambarannya jika bus sedang mogok, maka hari itu juga harus dibereskan. Setelah beres, langsung narik lagi mengejar waktu yang hilang.

Kata Mujib, itu berbeda dengan sistem zaman dulu: jika mogok, maka bus baru akan beroperasi lagi esok harinya. Tidak saat itu juga.

Tidur satu jam begitu berharga bagi bus Sumber Selamat

Selain persoalan upah yang bergantung besar atau kecilnya setoran, motif lain kenapa sopir bus Sumber Selamat memacu bus dengan kecepatan tinggi juga berkaitan dengan ketepatan tiba di tujuan.

Namun, lama-lama, mengantar penumpang tepat waktu tidak lagi menjadi motif utama. Para sopir bus dari PO Sugeng Rahayu itu ingin lekas sampai terminal, agar bisa segera merebahkan badan dan memejamkan mata.

“Dua jam itu paling lama. Umumnya ya satu jam. Itu berharga banget bagi sopir,” kata Mujib.

“Membawa bus di jalur sepanjang itu jelas sangat capek. Makanya, dalam bayangan sopir, lekas sampai terminal, terus tidur, sebelum puter balik buat narik lagi,” sambungnya.

Kalau ditanya kenapa para sopir bisa memiliki daya tahan yang sebegitunya, ternyata tidak hanya persoalan upah. Tapi juga bayang-bayang untuk pulang.

Kata Mujib, per beberapa kali putar balik (misal 10 kali alias lima hari), kru bus akan mendapat jatah libur. Momen libur itu dimanfaatkan untuk pulang: istirahat di rumah, kumpul keluarga.

“Bagaimanapun, selain capek banget, jalanan juga menjemukan. Obatnya ya pulang,” kata Mujib.

Baca halaman selanjutnya…

Cerita-cerita di terminal, gambaran hidup para sopir setiap hari melawan kelelahan 

Perasaan lega tiap masuk terminal

Hingga sekarang, saya masih sering memakai bus Sumber Selamat untuk perjalanan Jogja-Surabaya/Jogja-Jombang (juga sebaliknya), alih-alih menggunakan kereta api.

Salah satu pengalaman “agak ngeri” saya terjadi pada suatu malam di pertengahan 2024. Pukul 22.00 WIB, kala bus dari PO Sugeng Rahayu itu sudah memasuki Jogja, sekitar 20 menitan menuju Terminal Giwangan, saya beralih ke kursi depan.

Kernet yang duduk di dekat pintu tampak tertidur, sembari menyandarkan kepalanya ke pintu. Saat saya mengalihkan pandangan ke sopir, edan, sepersekian detik si sopir tertidur.

“Nguantuk e, Mas,” ujarnya santai, sembari mengusap-usap wajahnya. Konon, seperti juga diceritakan Mujib, para sopir ini entah bagaimana punya “kemampuan” autopilot.

Jadi walaupun tertidur sebentar, bus masih bisa melaju stabil di jalurnya. Kalau ada oleng, paling tipis-tipis. Sial, saat itu saya tak sempat bertanya langsung pada sopir.

Bus sempat berhenti di sebuah warung nasi padang. Si sopir meminta kernetnya untuk membungkus makanan.

“Kalau sudah mau masuk terminal, sudah lega, Mas. Kalau sebelumnya bersikeras menahan kantuk, kalau sudah mau masuk terminal, itu kulepaskan semua kantuk. Jadi nyopir sambil ngantuk-ngantuk,” ujar si sopir yang, saya tak sempat tanya namanya itu.

Bangun molor jadi momok kru bus

“Sampai terminal langsung makan. Terus tidur. Agak susah itu ngatur arek-arek (kernet dan kondektur). Kadang di terminal masih main HP, ngopi, bahkan main kartu. Padahal jam tidur cuma satu jam-dua jam,” keluh si sopir.

“Kalau sama aku pasti kukontrol, Mas. Habis makan harus segera tidur. Kalau nggak segera tidur, susah mas membangunkannya. Kalau susah dibangunin, terancam molor,” imbuhnya.

Tak berselang lama, kernet bus sudah kembali dengan menenteng kresek berisi tiga bungkus nasi padang dan tiga teh hangat. Bus lalu kembali melaju. Berkali-kali si sopir menguap. Begitu juga si kernet. Sementara si kondektur tampak tidur sambil duduk di kursi belakang.

“Jadi kru bus itu lara kabeh (sakit semua), Mas. Tapi ya mau kerja apa? Bisanya kerja begini,” tutur si kernet ikut nimbrung obrolan kami.

***

Bagaimanapun, ugal-ugalan di jalan tetap tidak bisa diwajarkan. Tapi jika menilik situasi yang para sopir bus alami, barangkali ada sistem yang bisa diubah. Keselamatan penumpang bus yang utama, begitu juga keterpenuhan hak-hak para kru yang bekerja di dalamnya.

Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi

BACA JUGA: Berhenti di Terminal Pati Langsung Disuguhi Kekacauan dan Nasib Nelangsa Orang Pantura yang Bikin Iba atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan

 

 

Exit mobile version