Penghulu tapi Belum Menikah

Penghulu tapi belum menikah

Wildan, penghulu lajang

Masih muda, belum menikah, namun sudah mengurus banyak pernikahan orang lain. Begitulah kondisi para penghulu maupun calon penghulu muda dengan status lajang di Kantor Urusan Agama (KUA) yang tersebar hampir setiap kecamatan seluruh Indonesia.

Penghulu juga disebut Petugas Pencatat Perkawinan (PPN), sebab inti kehadirannya sebagai wakil negara untuk memastikan peristiwa perkawinan terlaksana dengan baik dan tidak cacat hukum. Maka dalam Peraturan Menteri Agama No. 11 Tahun 2020 penghulu KUA statusnya merupakan PNS.

Kebetulan saya mendapat kesempatan mengobrol dengan salah satu CPNS yang kini ditempatkan di KUA Kroya, Kabupaten Cilacap. Tahun ini umurnya genap 26 dan belum menikah, setidaknya sampai tulisan ini dibuat.

Mengurusi pernikahan orang lain namun sendirinya masih lajang membuat pernyataan semacam, “Belum nikah kok dah lancar banget nasehati calon mempelai,” menjadi hal yang lumrah ia dengar. “Ya saya jadi semakin ingin menikah juga,” ungkap pria bernama Wildan Kurniawan melalui sambungan telepon, Kamis (25/3/21).

Tentu status menikah bukanlah syarat menjadi seorang penghulu di KUA. Syarat jadi penghulu antara lain beragama Islam, laki-laki, dan punya ilmu di bidang kepenghuluan dan hukum keluarga. Tapi tetap saja, beban moral dirasakan oleh Wildan sebagai penghulu lajang. “Kadang saya tu mikir, ini saya menasehati, membimbing, padahal saya belum ngalamin sendiri pernikahan seperti apa,” curhatnya.

Jadi penghulu karena keadaan

Sebenarnya status Wildan masih calon penghulu dan belum mendapat kewenangan untuk memimpin langsung prosesi pernikahan. Sebab ia baru resmi ditempatkan di KUA Kroya awal Februari 2021 lalu, pasca melewati sejumlah tahapan administrasi. Masih ada proses lanjutan yang harus dijalani.

Namun situasi lapangan membuatnya harus memimpin proses pernikahan lebih dini. Hal ini disebabkan tempatnya bekerja tergolong KUA yang ramai karena berada di wilayah padat penduduk. Tiga bulan pertama 2021 saja sudah lebih dari 200 pernikahan yang diproses di sana. Padahal di KUA Kroya hanya ada satu penghulu yakni sang Kepala KUA.

Jadilah, pada hari pertamanya memimpin pernikahan, ia langsung ditugaskan untuk mengurus empat prosesi sekaligus. Di mana dua di antaranya ia sendiri yang menikahkan. Sebab sang wali nikah berkehendak demikian.

Sebagai informasi saja, terutama bagi pembaca yang belum menikah, penghulu sejatinya bukan menikahkan (menyampaikan akad nikah) mempelai, melainkan memimpin prosesi nikah. Pihak yang menikahkan adalah wali nikah atau wali hakim. Jadi penghulu hanya memimpin proses ceramah, doa, hingga membawakan acara. Namun ada kondisi di mana penghulu menikahkan langsung jika sang wali mengamanahkan. Sederhananya begitu.

Hari itu juga, ia mendapati pasangan nikah di bawah batas usia nikah sesuai peraturan pemerintah, yakni 19 tahun. Sang mempelai pria berusia 19 dan yang wanita masih 17. Pasangan seperti itu perlu melalui proses khusus (dispensasi) di pengadilan untuk mendapat izin menikah.

Jam terbangnya bekerja di KUA memang belum genap sepanenan jagung, namun rentetan pengalaman ini membuat waktu terasa berjalan lambat baginya. “Dua bulan kerasa kaya bertahun-tahun ini,” tuturnya dibarengi suara tawa. Andaikan bisa saya ingin sekali melihat langsung ekspresinya.

Warna-warni sesi pranikah

Itu baru pengalaman memimpin proses pernikahan, yang menurutnya lebih berkesan justru di bagian konsultasi pranikah atau pemeriksaan nikah. Sebab, di sana alumnus Jurusan Hukum Keluarga UIN Sunan Kalijaga ini bisa berinteraksi dan melihat langsung ekspresi pasangan yang hendak mengikrarkan janji sehidup semati. Setidaknya ia sudah mendampingi sekitar 100 pasangan dalam sesi konsultasi pra nikah hingga saat wawancara ini.

Sesi konsultasi pranikah inilah yang membuat Wildan menjadi saksi warna-warni dunia pernikahan. Suatu ketika ia pernah berhadapan dengan berkas seorang perempuan yang hendak menikah lagi untuk ketiga kalinya. Tercatat di dokumen bahwa calon pengantin perempuan itu kelahiran 1996. Wildan sendiri lahir tahun 1995 dan belum merasakan pahit manis pernikahan.

Ia juga menjadi saksi masuknya berkas nikah seorang pria berusia 100 tahun yang hendak menyunting wanita dengan jarak empat puluh tahun lebih muda. Sang kakek ini tergolong mempelai tertua di Indonesia yang mendaftarkan pernikahan di KUA. “Syukurlah, aturan negara hanya membatasi usia minimal, bukan maksimal pernikahan,” curhat pria yang aslinya ingin jadi hakim ini dalam sebuah tulisan.

Masalah pelik tentang pernikahan usia dini juga menjadi hal dihadapi para pegawai KUA. Pernah suatu hari Wildan mendampingi pasangan yang hendak menikah di kala mereka masih berstatus pelajar SMP. Tak seperti mempelai pada umumnya yang penuh senyum dan malu, keduanya bingung dan diam saat ditanyai, “Apakah sudah yakin mau menikah?”

Tentu, ada permasalahan kompleks di balik alasan kedua remaja ini dibawa ke pernikahan. Wildan tak mau menyebut detailnya. Jelasnya, karena tak memenuhi syarat usia, KUA belum meloloskan pasangan ini. Namun baik remaja dan wali nikahnya melanjutkan proses pengajuan dispensasi ke pengadilan. Entah bagaimana perjalanan pasangan ini kemudian.

Mas kawin yang merepotkan

Persoalan lain yang kerap ia wanti-wanti pada calon pasangan adalah perkara mas kawin. Kerap dijumpai mempelai pria yang ingin mas kawin berupa uang dengan jumlah tertentu. Misalnya menikah pada tanggal 23 Maret 2021, maka mas kawinnya uang senilai Rp 230.321. “Nah yang begini ini nanti pas akad repot sendiri. Beberapa kali ada wali yang salah sebut nominalnya, jadi harus akad ulang,” jelasnya dengan nada gemas.

Perjumpaan Wildan dengan berbagai situasi ini membuka banyak perspektif baru tentang pernikahan dalam benaknya. Baginya, pernikahan adalah tingkatan kompromi paling tinggi di antara dua orang. Butuh pertimbangan matang sebab harus diupayakan hanya sekali sepanjang hayat. Ini menjadi tantangan sekaligus pelajaran berharga bagi Wildan. Sebab katanya, sudah ada calon yang siap dipinang.

Wildan hanya satu dari banyak penghulu lain yang masih berstatus lajang. Ia bahkan kenal dengan seorang penghulu yang sudah lima tahun menikahkan banyak pasangan namun masih belum memantapkan diri untuk mengakhiri status lajangnya. “Bahkan ada cerita dari rekan, seorang penghulu yang sampai pensiun belum menikah, saya tidak kenal bapaknya, tapi ada cerita begitu,” tuturnya.

Wildan lolos tes CPNS pada 2020 lalu. Bersamanya ada 11 CPNS yang lolos pada formasi sama dan ditempatkan di berbagai KUA wilayah Jawa Tengah. Sebagian di antara mereka juga masih melajang dan menghadapi situasi yang mirip serupa.

Pada Sistem Informasi Kepenghuluan (SIK) Kementerian Agama RI, tercatat ada 8.916 penghulu yang tersebar di KUA 34 Provinsi Indonesia. Kondisi Wildan yang langsung memimpin proses nikah sebelum waktunya disebabkan jumlah penghulu masih kurang. Bahkan banyak KUA di kecamatan yang belum memiliki penghulu.

Padahal angka pernikahan di Indonesia terbilang tinggi. Data terakhir BPS mencatat, sepanjang tahun 2016 ada 1.837.185 pernikahan yang dilangsungkan. Baik akad di KUA maupun bedolan (akad di luar KUA).

BACA JUGA  Putar Arah Bos Dunia Malam yang Pilih Jualan Sate Ayam dan liputan menarik lainnya di rubrik LIPUTAN.

 

[Sassy_Social_Share]

Exit mobile version