Ini adalah kisah pegawai koperasi simpan pinjam menjalani keseharian. Bersama kendaraan tempurnya, Honda Revo, mereka menghampiri nasabah untuk menawarkan dan menagih pinjaman.
***
Lima tahun saya mengaspal di jalanan Jogja dengan motor Honda Revo. Mulai dari akhir SMA hingga pertengahan kuliah. Pengalaman itu membuat saya menyadari bahwa motor bebek ini cukup andal di segala medan.
Jarang sekali rewel asal dapat perawatan yang layak. Setidaknya ganti oli setiap dua bulan sekali. Padahal motor ini sudah cukup berumur. Ibu membelinya pada 2010, setelah itu mulai saya bawa sejak 2016 sampai 2021 silam. Sampai sekarang, meski motor saya sudah ganti, Revo hitam itu masih eksis di rumah menemani bapak bepergian.
Saya pernah menuliskan pengalaman saya dengan Honda Revo ini dalam sebuah tulisan di Mojok, Honda Revo, Motor Artefak wujud Kasih Ibu dan Penguji Kesetiaan Pasangan.
Sebagaimana beberapa motor lain, ada stereotipe yang melekat produk andalan Honda di kelas bebek murah ini. Mulanya saya dengar dari guyonan teman. Lama kelamaan saya mulai melihat anggapan itu tersebar di media sosial.
Revo punya julukan sebagai motornya para pegawai koperasi. Kendaraan tempur yang kerap mereka bawa saat berkeliling memprospek calon nasabah atau menagih utang.
Pada beberapa kesempatan, saya sempat melihat pengendara revo dengan seragam yang khas pegawai koperasi. Mereka berkendara, kadang sendiri namun sesekali berboncengan, dengan setelah celana kain hitam, sepatu pantofel, lalu kemeja berbalut jaket kulit.
Sayangnya, saat benar-benar melihat mereka saya tak terbesit untuk berbincang atau sekadar mengonfirmasi bahwa Revo jadi andalan saat berkeliling di lapangan. Ketika sengaja mencari malah tidak bertemu sama sekali.
Sampai akhirnya, saya memutuskan untuk lebih niat mencarinya dengan berkeliling ke beberapa kantor koperasi simpan pinjam di sekitar Jogja. Pada Selasa (22/08/2023) pagi, dengan panduan Google Maps saya mulai menelusuri beberapa titik. Utamanya yang ada Honda Revo terparkir di halaman.
Mengunjungi koperasi mencari bukti
Beberapa kali melewati kantor, kendaraan itu belum tampak. Sampai akhirnya, kendaraan harus saya rem mendadak ketika melintas di Jalan Gayam, Baciro, Gondokusuman, Yogyakarta. Di depan Koperasi Simpan Pinjam Primadana, sebuah Honda Revo 110 tahun 2010 terparkir rapi.
Segera saya berbelok dan memarkirkan motor. Sejurus kemudian masuk ke dalam kantor. Di dalam, dua perempuan tampak sedang menatap monitor. Satu di antara mereka langsung mengalihkan pandangan dan menyapa.
“Ada yang bisa saya bantu Mas?” kata pegawai bernama Dewi itu.
Setelah membuka obrolan dan menjelaskan bahwa tidak hendak meminjam uang, saya langsung menanyakan tentang motor di depan. Dengan sedikit tertawa ia menjelaskan bahwa motor itu betul milik salah satu pegawai koperasi.
“Tapi itu milik pribadi bukan kendaraan kantor,” jelasnya.
Pemilik motor itu pun kebetulan sedang pergi keluar sehingga tidak bisa saya ajak berbincang. Ia lalu menerangkan bahwa KSP yang berkantor pusat di Purworejo ini tidak punya kendaraan kantor berupa Honda Revo.
Adanya malah Honda Vario di cabang lain. Khusus di cabang yang saya kunjungi, kegiatan kantor menggunakan motor pribadi. Selain itu hanya ada satu mobil dinas untuk acara khusus.
“Waduh saya malah nggak tau kalau motor itu identik dengan pegawai koperasi,” celetuknya setelah saya menjelaskan lebih lanjut.
Saya kemudian melanjutkan perjalanan ke utara, mampir ke sebuah tempat yang tampak seperti kantor KSP. Namun, setelah masuk ternyata hanya pegadaian. Selain itu juga tidak ada kendaraan yang saya cari.
Baru saat melintas di Jalan Nologaten, terdapat sebuah kantor koperasi kecil. Saya memutuskan mampir dan bertemu seorang pegawai bernama Lili.
“Oh iya, itu biasanya debt collector ya Mas,” ujarnya setelah saya tanya. Selain Revo, ia menyebut Honda Verza 150 yang menurutnya juga banyak penagih utang gunakan.
“Tapi di sini itu koperasi syariah Mas. Kami nggak pakai penagih begituan,” sambungnya.
Baca halaman selanjutnya…
Kehidupan seorang pekerja koperasi
Kehidupan seorang pekerja koperasi
Sepertinya pencarian perlu saya alihkan lewat penelusuran maya. Sampai akhirnya, tersambung lah saya dengan sosok bernama Gamawan (21). Lelaki ini saat ini bekerja di sebuah KSP di Cilacap, Jawa Tengah.
Saat saya hubungi, ia mengirimkan video sedang bekerja di lapangan. Tampak sebuah motor bebek dan penunggangnya yang sedang mengenakan celana kain berbalut sepatu hitam. Akhirnya kami memutuskan untuk berbincang ketika malam.
Ia baru memberi kabar sekitar pukul 18.30. “Sudah sampai mess nih,” katanya di WhatsApp.
Sehari-hari ia bekerja berkeliling dari rumah ke rumah menawarkan produk jasa keuangan dari KSP. Berangkat ketika pagi dan pulang petang sudah menjelang.
Sebagai pegawai koperasi, dalam sepekan setidaknya ia menyambangi sekitar 70 rumah. Posisinya sebagai Petugas Dinas Lapangan (PDL) membuat Gama bertanggung jawab untuk urusan penawaran, pencairan, perkembangan, sampai penarikan dana langsung ke pelanggan.
“Kerja di koperasi, selain butuh mental juga perlu kreativitas,” ujarnya.
Saat bertemu dengan calon nasabah ia perlu membuka obrolan secara cantik. Tidak bisa langsung menyodorkan penawaran pinjaman begitu saja.
“Kita berangkat dari ngobrolin apa aja yang lagi ramai, lalu baru masuk ke kebutuhan mereka soal uang,” paparnya.
Misalnya, mendekati HUT RI, ia menanyakan ke pemilik warung ketersediaan stok barang yang biasanya ramai dibeli untuk perayaan di Hari Kemerdekaan. Baru setelah itu masuk ke soal keperluan untuk modal. Jika terlihat butuh, baru ia menawarkan program dari KSP.
“Ada program mingguan ada yang bulanan,” katanya.
Seringkali ia mendapati penolakan. Namun, baginya itu hal yang lumrah. Lewat deretan penolakan itu ia bisa belajar memetakan tipikal orang yang bisa ia tawari pinjaman dan yang tidak. Biasanya, ibu-ibu lebih mudah untuk meminjam uang.
Bersama Honda Revo taklukkan medan terjal
Rute jelajah Gama juga tidak dekat. Ia berkantor di Majenang, Cilacap namun bisa menjelajah sampai Banjar, Ciamis, hingga Tasikmalaya Jawa Barat. Setiap hari pulang dan pergi.
Ia tinggal di sebuah mess bersama sekitar 25 karyawan. Pagi hari setelah mendapat jatah sarapan ia akan mulai berangkat ke lapangan.
Di jalanan medan tidak selalu berupa aspal mulus. Cilacap bagian barat terkenal dengan kontur perbukitan. Tak jarang Gama harus menempuh rute yang bukan beralaskan aspal maupun cor-coran, melainkan tanah dan bebatuan. Setahun pertama ia menempuh semua medan itu dengan Honda Revo 110.
“Pernah sekali nggak kuat nanjak di gunung. Dituntun akhirnya,” kenangnya tertawa.
“Di sana banyak jalan yang wujudnya nggak kayak jalan,” sambungnya.
Di tempatnya memang ada hierarki soal kendaraan lapangan. Buat PDL sepertinya, kendaraan inventaris dari kantor biasanya Honda Revo 110 atau Supra X 125. Selanjutnya untuk analis juga masih menggunakan Supra X.
“Kalau sudah bagian audit bisa dapat CBR 150. Kalau kepala bawanya sudah mobil,” paparnya.
Ia pernah mengalami satu tahun bersama Revo. Di tahun kedua menjadi pegawai koperasi hingga saat ini ia lebih banyak mendapat jatah mengendarai Supra X.
Sebagai pegawai koperasi, ia punya satu prinsip yakni bukan hanya badan yang fit namun juga motor. Sebab keduanya sama-sama menunjang vitalitas kerja di lapangan. Demi bisa mengejar target capaian di akhir bulan.
Reporter: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono