Ilmu Ekonomi Memang Tak Seindah Bayangan, Pantas Mahasiswanya Paling Banyak Drop Out dari Kampus

Ilustrasi mahasiswa drop out (Ega Fansuri/Mojok.co)

Ilmu ekonomi menjadi bidang studi yang mahasiswanya paling banyak drop out di Indonesia. Mojok mencoba menggali alasan mahasiswa di bidang yang meliputi Program Studi lmu Ekonomi, Manajemen, dan Akuntansi ini banyak yang menyerah dalam studi.

***

Statistik Pendidikan Tinggi terbaru pada 2020 lalu menunjukkan 23,5 persen mahasiswa yang drop out dari seluruh kampus di Indonesia berasal dari bidang ilmu ekonomi. Persentasenya terbanyak, mengalahkan bidang teknik, pendidikan, sosial, dan kesehatan.

Secara jumlah, mahasiswa di bidang ekonomi memang jumlahnya cukup banyak. Posisinya menempati peringkat kedua setelah bidang pendidikan.

Saat menyimak data itu, saya jadi tersenyum sendiri. Sebab, saya dulu juga memilih angkat koper dari jurusan di bidang ilmu ekonomi yakni Akuntansi. Setelah melewati dua semester yang bikin garuk-garuk kepala.

Data itu, setidaknya membuat lega, ternyata banyak juga yang sefrekuensi. Drop out pada konteks ini bukan sebatas mahasiswa dikeluarkan oleh kampus karena alasan tertentu. Namun, juga mencakup mahasiswa yang mengundurkan diri maupun putus kuliah karena faktor ekonomi.

Dulu masuk jurusan akuntansi salah satunya karena dorongan orang tua di sisa masa jelang penutupan pendaftaran kampus. Saat SMA, sebagai anak Jurusan IPS, menghadapi akuntansi memang terasa bukan persoalan besar. Ternyata di dunia perkuliahan lebih menantang.

Menghadapi akuntansi keuangan membuat nyali sedikit gentar. Akhirnya saya mencoba peruntungan mendaftar kuliah di tempat lain setelah menjalani dua semester yang cukup suram.

Dua semester bergelut di studi rumpun ilmu ekonomi, saya juga menjadi saksi beberapa teman kelas yang gugur sebelum menyelesaikan studi. Ada yang akhirnya merasa tidak cocok dan tidak kuat sampai pindah karena diterima di tempat yang lebih menjanjikan.

Awalnya merasa yakin dengan Jurusan Akuntansi, namun gugur di semester pertama

Pengalaman seperti saya juga dirasakan oleh Rifdah Anggraheni (24). Mahasiswa yang sudah menyandang gelar sarjana dari Jurusan Ilmu Komunikasi di UNY ini dulunya sempat kuliah di Jurusan Akuntansi UMY.

Akuntansi jadi pilihannya sendiri. Bukan karena dorongan maupun paksaan dari orang tua. Padahal, dulunya dia anak IPA semasa SMA.

“Aku anak IPA tapi dulu ada mata pelajaran lintas minat. Aku ambil akuntansi tuh, gurunya kok enak banget ngajarnya jadi aku malah tertarik masuk Jurusan Akuntansi kuliahnya,” katanya.

Setelah gagal seleksi di sejumlah PTN pada Jurusan Akuntansi, akhirnya Rifdah mendaftar di UMY. Akuntansi di kampus Muda Mendunia ini predikatnya juga lumayan apik dengan akreditasi A dari BAN-PT.

kuliah jurusan ilmu ekonomi dan akuntansi banyak drop out.MOJOK.CO
Ilustrasi pusing saat kuliah (Francisco Moreno/Unsplash)

Namun, meski berangkat dari pilihan sendiri, ternyata begitu menjalani Rifdah merasa tidak nyaman. Rasanya, Jurusan Akuntansi tidak seindah yang ia bayangkan ketika menjalani mata pelajaran lintas minat di SMA.

“Rumusnya hafal tapi kok pas ngerjain jurnal hasilnya nggak balance,” kenangnya tertawa.

Selama kuliah ia juga merasa selalu perlu bantuan ke teman-temannya saat mengerjakan tugas. Ia mengaku bingung saat mengerjakan sendiri. Sampai-sampai ia merasa tidak enak, karena temannya sudah menjelaskan, tapi dirinya tak kunjung paham.

“Aku lalu mikir, ini kalau terus-terusan begini, gimana nanti pas kerja ya,” ujarnya.

Akhirnya, jelang ujian semester pertama ia sudah benar-benar goyah. Ia sudah nyicil membeli buku latihan soal SBMPTN karena semakin yakin tidak bisa meneruskan hidup berkutat dengan jurnal-jurnal akuntansi.

Di saat teman-teman yang lain mulai mengerjakan tugas akhir semester, Rifdah malah sudah belajar latihan soal ujian seleksi kampus negeri. Ia pun mantap beralih sehingga semester kedua sudah tidak lagi mengikuti perkuliahan.

Baca halaman selanjutnya…

Penjelasan pakar soal banyak mahasiswa bidang ilmu ekonomi yang drop out

Penjelasan pakar soal banyak mahasiswa bidang ilmu ekonomi yang drop out

Data Statistik Perguruan Tinggi dari Ditjen Dikti tidak mengurai mengapa bidang ilmu ekonomi paling banyak drop out. Untuk mencari pandangan dan pencerahan menganai itu, saya menghubungi akademisi bidang ekonomi, Prof Edy Suandi Hamid.

Sosok yang pernah menjabat sebagai Wakil Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia ini beranggapan bahwa masih banyak orang yang memandang ilmu ekonomi itu ilmu sosial murni. Sehingga bayangannya, ketika studi lebih banyak hafalan ketimbang hitung-hitungan.

“Padahal ilmu ekonomi ini kan semi eksakta. Baik itu jurusan ekonomi, akuntansi, manajemen. Lebih banyak hitungan kuantitatifnya,” paparnya saat saya hubungi Kamis (5/10/2023).

Menurutnya, salah jika ingin masuk bidang ilmu ekonomi dengan harapan tidak bertemu pelajaran dengan perhitungan yang rumit. Kesalahpahaman ini membuat banyak mahasiswa yang tidak siap ketika sudah mulai menajalani ritme perkuliahan dengan penuh materi hitung-hitungan. Sehingga banyak yang tidak cocok atau merasa tidak mampu mengejar nilai ideal saat kuliah.

Ada pula yang terkendala karena terlalu lama mengerjakan tugas akhir sehingga akhirnya tidak lulus sampai batas tenggat waktu dari kampus. Soal ini cukup umum jadi alasan seorang mahasiswa akhirnya drop out.

“Itu satu hal. Namun, pasti ada alasan-asalan lain seperti finansial atau sekadar ingin cari kampus yang lebih baik dan segala macam,” paparnya.

Peminat ekonomi masih besar, kebutuhan tinggi, persoalannya ada di kualifikasi

Di sisi lain, peminat kuliah bidang ilmu ekonomi yang mencakup akuntansi dan manajemen masih terus bertumbuh. Terlihat dari jumlah universitas yang menyelenggarkan bidang studi tersebut.

Menurut data Statistik Pendidikan Tinggi 2020, bidang ilmu ekonomi menempati urutan kedua di bawah bidang pendidikan.

Selanjutnya, jika dirinci menurut jurusan, Manajemen adalah program studi paling banyak peminatnya. Akuntansi menyusul di peringkat ketiga. Sementara bidang pendidikan hanya ada Pendidikan Guru SD yang menduduki peringkat kedua di sepuluh besar.

“Ya memang ekonomi terlihat peminatnya sangat besar dengan hanya ada tiga atau empat program studi di dalamnya. Kalau pendidikan kan sangat banyak jurusannya,” papar Edy.

Secara tinjauan teori ekonomi, bidang tersebut artinya masih memiliki demand yang tinggi sehingga penyelenggara pendidikan menyediakan porsi daya tampung yang besar. Salah satu alasannya, prospek kerja di masa depan masih terbilang baik.

“Sejak tahun 60-70, ekonomi itu seperti bidang ‘dewa’ di Indonesia. Banyak peminat. Prospek kerjanya bagus dengan potensi income tinggi,” paparnya.

Sehingga, meski banyak sekali perguruan tinggi yang menyelenggarakan studi bidang ilmu ekonomi, ranah ini masih jauh dari titik jenuh. Namun, tidak memungkiri bahwa angka pengangguran dari lulusan bidang tersebut juga terhitung besar. Edy melihat hal itu karena faktor kompetensi.

“Banyak yang menganggur itu karena kompetensinya kurang. Kalau dia kompetensinya baik, pasar itu akan menyerap,” kata Edy.

Beberapa waktu ke depan, bidang ekonomi tampak masih akan menjadi primadona bagi para calon mahasiswa. Namun, satu hal yang perlu jadi perhatian bahwa bidang ini tidak semudah yang kalian bayangkan. Selain itu, kualifikasi dan kompetensi diri juga menentukan akan ke mana kalian berlabuh setelah lulus di masa depan.

Penulis: Hammam Izzuddin

Editor: Agung Purwandono

BACA JUGA Kisah Mahasiswa UNY Bertahan Hidup di Jogja Bermodalkan Rp250 Ribu per Bulan

Cek berita dan artikel lainnya di Google News

Exit mobile version