Obrolan saya dengan Faris (25) pada Sabtu (8/6/2024) malam kemarin harus terjeda ketika ia mengeluh kelaparan. Wajar, dua jam nongkrong di coffee shop Jogja, cuma kopi dan rokok yang menjadi logistik kami. Buruh yang bekerja di Jakarta ini pun mengajak saya buat makan di warung yang membebaskan pembeli buat ambil nasi sebrutal mungkin: Rumah Makan Padang.
“Tenang, tak bayari!,” ujarnya, bikin semangat saya jadi meledak-ledak. Malam itu, sekitar pukul 22.30 WIB, karena beberapa Rumah Makan Padang sudah mau tutup, ia memilih RM Duta Minang yang berada di depan Pasar Demangan.
Sebenarnya ada dilema terkait rumah makan ini. Di satu sisi, ia menjadi salah satu opsi yang tersedia karena paling dekat dan buka sampai dini hari. Rasa masakannya pun juga enak. Tapi di sisi lain, harga makanan di sini cukup mahal buat ukuran orang Jogja seperti saya.
Namun, karena saya ditraktir, ya, akhirnya gas-gas saja. Toh, kapan lagi teman lama saya itu menanggung biaya makan saya. Sejak Faris lulus dari UAD 2023 lalu dan memutuskan merantau ke Jakarta, ia sudah jarang lagi mengunjungi teman-teman lamanya di Jogja. Kebetulan saja sepanjang akhir pekan kemarin ia ambil cuti buat nonton konser di Jogja.
Jadi, bisa dibilang malam itu ada dua momen langka. Pertama, meet up pertama saya dengan Faris sejak mungkin setahun yang lalu. Kedua, untuk pertama kalinya saya ditraktir oleh lelaki yang selama kuliah memang terkenal hidup prihatin ini. Jangankan nraktir di rumah makan Padang, biasanya duit buat makan sehari dua kali saja sulit.
“Malam ini saatnya orang-orang bergaji UMR Jakarta tampil,” ujar lelaki asal Kebumen ini dengan tawa yang lepas.
Belum nemu nasi padang enak di Jakarta
Dua porsi nasi ayam goreng, lengkap dengan sambal ijo, potongan mentimun, daun singkrong, bumbu rendang dan guyuran gulai, mendarat di meja kami. Masing-masih dihargai Rp18 ribu, ditambah es teh Rp4 ribu per gelas.
Saya menyaksikan Faris begitu lahap menyantap suap demi suap pesanannya di Warung Nasi Padang ini. Ia bilang, perpaduan rasa lapar akut dengan kerinduan akan nasi padang Jogja, bikin cara makannya sangat menggila. Kira-kira cuma butuh waktu 15 menit baginya buat menuntaskan sepiring nasi tersebut.
“Gila. Di Jakarta nggak nemu masakan padang seenak di Jogja,” ungkapnya pelan, sambil sibuk menggerogoti sisa-sisa daging di tulang ayamnya.
Sejenak, saya terkaget, “masa iya nggak ada warung nasi padang enak di Jakarta?”.
Faris mulai bercerita, di Jakarta Barat, tempatnya bekerja, ia sudah bersafari ke beberapa rumah makan Padang. Dari yang sudah kondang, yang biasa-biasa saja, sampai yang hidden gem nyempil di gang-gang.
“Bahkan minggu-minggu pertama kerja di Jakarta, menu makan malam selalu nasi padang karena bingung mau makan apa,” jelasnya.
Namun, setelah berwisata kuliner ke setidaknya tujuh Warung Nasi Padang–dua di antaranya jadi langganan karena lebih dekat dan murah–ia berkesimpulan: tidak ada yang cocok di lidahnya.
“Bukan bermaksud menjelek-jelekan, ya, ini yang kudu di-highlight. Kebanyakan nasi padang di Jakarta nggak kerasa pedasnya. Asinnya juga over. Malah di beberapa tempat nasinya kerap banget yang nggak kepyar, jadi lembek-lembek gitu,” ujarnya, menjelaskan aspek ketidakcocokan tersebut.
Namun, sebenarnya Faris juga sempat menemukan rumah makan Padang yang “not bad”. Sebuah warung yang lokasinya di daerah Petamburan. Itu pun ia tahu gara-gara fyp di TikTok.
“Rasanya enak. Kalau dibandingin yang lain, ini paling mendingan lah di lidah,” jelasnya. “Tapi mahal. Gila saja sekali makan 40-50 ribu, pernah makan berdua bareng teman kantor habis 110 ribu.”
Banyak rumah makan Padang di Jogja yang enak, meski penjualnya ngapak
Dengan adanya fakta bahwa tak ada Rumah Makan Padang di Jakarta yang bikin dia kepincut, Faris jadi tersadar kalau Jogja sebenarnya menjamur tempat serupa yang masakannya enak.
“Coba deh kalau dipikir-pikir, di Jogja nyaris tiap beberapa kilometer ada warung nasi padang. Kita random aja pasti enak,” kata Faris.
Faris mencontohkan, di sepanjang Jalan Gejayan–tempat RM Duta Minang–saja ada beberapa primadona. Selain tempat kita makan malam itu, sebenarnya ada RM Padang Buyung Upik, yang lokasinya tak jauh dari SPBU Gejayan.
Selain itu ada beberapa rumah makan padang lain yang levelnya di bawah RM Duta Minang dan RM Buyung Upik. Biasanya mereka menawarkan harga mahasiswa, Rp10 ribuan buat nasi ayam.
“Tapi enak, kalau di lidahku ya cocok-cocok aja,” ungkapnya.
Sampai saat ini, Faris pun belum punya penjelasan masuk akal mengapa di Jogja banyak rumah makan padang yang cocok di lidahnya, sementara di Jakarta nggak ada. Dugaannya, sih, karena empat tahun kuliah di Jogja bikin lidahnya “terdoktrin” buat cocok sama cita rasa sini.
Namun, ada satu hal lagi yang bikin Faris makin heran. Warung nasi padang di Jogja yang enak ini, biasanya malah dijaga oleh orang-orang berdialek ngapak.
“Coba deh kamu itung, kamu cek aja, nasi padang yang enak di Jogja itu penjualnya ngapak-ngapak semua,” katanya, dengan tawa yang lepas malam itu. “Jadi nyambung ngobrolnya.”
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA Penanda Warung Padang Enak dan Autentik di Tengah Tren Padang Murah
Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News