Penjual es beras kencur adalah pedagang terlama yang masih berjualan di sunday morning UGM (sunmor UGM). Dulu, puluhan penjual es beras kencur ini gampang ditemukan di sekitar Graha Sabha Pramana, bahkan sebelum ada sunmor UGM.
***
Sunmor UGM mulai menggeliat lagi sejak Januari 2024 setelah hibernasi sekitar 3,5 tahun. Saya ingin merasakan kembali suasana keramaian yang dulunya terkenal sebagai tempat mencari barang dan makanan murah.
Es beras kencur UGM yang dulu pernah berjaya
Sebelum pandemi, masuk ke lokasi sunmor UGM yang menempati lokasi dari Jalan Prof Dr Notonagoro, Jalan Lembah UGM, hingga Jalan Karangmalang bukan perkara mudah. Di kara kini jalan, pedagang dan pembeli berjubel. Namun, kini kondisi belum ramai seperti dulu. Di Sepanjang Jalan Prof Dr Notonagoro yang dulunya jadi tempat berjualan, sekarang untuk parkir. Lalu lalang kendaraan bermotor juga masih leluasa masuk ke sunmor UGM.
Tujuan saya datang ke sunmor UGM tidak lain untuk bernostalgia dengan minuman beras kencur yang dulunya banyak ditemui di kawasan UGM. Saya masih mengingat, ketika cuaca terik maka mencari penjual es beras kencur -ada juga yang menyebut es gula asem- di bawah rindangnya pohon sawo kecik di sekitar Graha Sabha Pramana adalah pilihan tepat.
Di awal tahun 2000-an, gampang sekali menemukan mereka di sekitaran Grha Sabha Pramana. Selain es beras kencur di kawasan itu juga banyak penjual bakwan kawi dan tempura. Seingat saya, selain di tempat Graha Sabha, penjual es beras kencur juga ada di sekitaran lembah UGM bersama penjual es doger.
Menemukan es beras kencur di sunmor UGM
Saya menelusuri jalan dimana pedagang sunmor berjualan hingga finish di Selokan Mataram atau ujung Jalan Karangmalang. Hampir tidak saya temukan penjual es beras kencur yang saya inginkan. Saya kembali berjalan balik setelah beberapa kali mencoba membeli minuman dan makanan kecil.
Di sekitaran GOR UGM, saya akhirnya bertemu dengan Pak Tumingin (63) atau biasa dipanggil Pak Ngin. Ia berjualan es beras kencur dan merupakan saksi hidup saat penjual jamu seperti dirinya berjaya dulu.
“Saya mulai jualan sejak tahun 1997, Mas. Saya ikut juragan sampai sekarang,” kata laki-laki asal Sanden Bantul ini.
Pak Ngin menceritakan, dulu di sekitaran UGM ada sekitar 4 sampai 5 juragan es beras kencur. Rata-rata satu juragan punya 20 anak buah yang berjualan di kawasan UGM dan sekitarnya.
“Sekarang juragannya cuma tinggal satu, ya juragan saya, yang jual hanya 5 orang,” kata Pak Ngin.
Merana karena dari 5 juragan yang bertahan kini cuma satu
Menurut Pak Ngin, juragan-juragan lain bertumbangan karena memang minuman jamu kalah menarik di mata anak-anak muda saat ini. Dulu dia dalam sehari bisa menjual hingga 40 botol jamu. Sekarang rata-rata di sunmor UGM hanya bisa menjual sekitar 15 botol yang setiap botolnya setara dengan sekitar 4 gelas.
Satu gelasnya ia jual Rp5 ribu. “Sekarang kalah dengan yang jual es teh jumbo, padahal kalau dari segi kesehatan kami lebih sehat, lah kami buatnya dari bahan-bahan jamu,” kata Pak Ngin.
Setiap hari Pak Ngin jualan di kawasan Sekip, terutama di sekitaran Kampus Vokasi UGM. Meski hasilnya tak pasti, tapi dia bersyukur karena setidaknya dia masih bisa menabung dan mencukupi kebutuhan keluarganya.
“Saya di Jogja tinggalnya di rumah juragan, pulang ke Bantul biasanya seminggu atau dua minggu sekali,” katanya.
Dari jualan jamu itu, Pak Ngin bersyukur bisa membangun rumah dan menyekolahkan anaknya hingga SMK. “Bersyukur saja, Mas. Kalau mau berhenti juga bingung mau jualan apa,” katanya.
Ingin bisa jualan hingga 60 botol es beras kencur setiap hari
Saya lantas berjalan beberapa ratus meter dan bertemu dengan Pak Wahid (55), penjual es beras kencur yang juga rekan Pak Ngin. Ia mulai jualan es beras kencur tahun 2000. Ia menceritakan, saat masih berjaya, dalam sehari bisa menghabiskan 60 botol jamu. “Sekarang sudah kalah sama minuman kekinian,” kata Pak Wahid.
Pria asal Kaliangkrik, Magelang ini mengatakan, di hari-hari biasa sekarang ia bisa menghabiskan 10 botol jamu saja sudah bersyukur. Saat ini di hari-hari biasa ia jualan di sekitaran Selokan Mataram hingga kampus UNY. Ia juga biasa jualan di saat kampus sedang ada wisuda. “Kampus mana saja yang sedang wisuda kami biasanya jualan,” kata Pak Wahid.
Ia yang juga tinggal di rumah juragan bersama Pak Ngin biasa pulang ke Magelang dua minggu sekali. “Sebelum 2010, saya belum bisa nabung, tapi Alhamdulillah setelah saya bisa nabung, bisa untuk renovasi rumah, beli kendaraan hingga menyekolahkan anak,” ujarnya.
Wahid masih berharap, orang-orang kembali minum jamu, sehingga pedagang sepertinya bisa merasakan kembali kejayaan jualan jamu seperti dulu.
Lidia (28) pembeli es beras kencur di Pak Ngin mengatakan, setiap datang ke sunmor UGM sejak sebelum pandemi, es beras kencur adalah buruannya. Selain karena segar, ia tentu berharap dapat khasiat dari jamu tersebut. “Sukanya beras kencur, sama gula asem,” katanya.
Penulis: Agung Purwandono
Editor: Hammam Izzuddin
BACA JUGA Bakmi Jumpa Pers, Warisan Umar Kayam yang Punya Nama gara-gara Bir Bintang
Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News