Umumnya, angkringan dianggap sebagai jujugan anak muda Jogja buat nongkrong. Namun, di Gang Pringgondani, Mrican, Sleman, terdapat sebuah angkringan yang malah mendapat komplain dari masyarakat sekitar. Penyebabnya, angkringan ini dianggap sebagai biang keributan.
Pak Aam (50), adalah pemilik angkringan tersebut. Boleh dibilang, sejak pertama kali buka pada Juli 2024, angkringan yang diberi nama “Angriini tak pernah sepi. Banyak mahasiswa, termasuk saya, menjadi pelanggan setianya.
Kendati banyak diminati mahasiswa, warga sekitar justru mengeluhkan keberadaan angkringan ini. Menurut penuturan Pak Aam, warga geram lantaran angkringan itu menjadi tempat penuh kebisingan.
“Beberapa warga bilang angkringan saya terlalu ramai, mahasiswa yang nongkrong di sini katanya ribut. Padahal, saya lihat mereka cuma ngobrol biasa. Kadang ketawa, tapi ya normal, namanya juga ngobrol santai,” ujar Pak Aam saat Mojok wawancarai Jumat (6/9/2024) lalu dengan nada bingung.
Kebingungannya beralasan. Sebab, menurutnya, mahasiswa yang datang ke angkringannya rata-rata hanya duduk dan bercengkrama dengan tenang.
“Kalau sudah lewat jam 10 malam, saya juga ingatkan mereka untuk tidak terlalu keras suaranya. Kadang-kadang saya matikan musik atau nyalakan pelan-pelan saja supaya tidak terlalu mengganggu,” tegasnya.
Warga sekitar pernah mengusir pelanggannya karena dianggap terlalu ribut
Berbagai masalah Pak Aam alami selama membuka angkringannya. Salah satunya, adalah teguran warga sekitar secara langsung kepadanya maupun kepada mahasiswa yang jajan di tempatnya.
Ia bercerita, beberapa warga bahkan ada yang menegur secara kasar mahasiswa yang sedang nongkrong di angkringan tersebut. Mereka dipaksa untuk pindah ke tempat tongkrongan lain.
Menurut Pak Aam, hal ini pun berdampak buruk bagi bisnisnya. Bagaimana tidak, akibat pengusiran tersebut, pengunjungnya mulai sepi. Banyak mahasiswa yang tak berani lagi datang.
“Saking kesalnya, yaudah sekalian saya puter musik keras-keras biar sekalian ganggu,” ucapnya, kesal.
Sekesal-kesalnya Pak Aam, pada akhirnya ia mau menurunkan egonya agar tak dipandang sebagai biang keributan. Paling sederhana, ia mulai membatasi penyetelan musik di malam hari–yang hanya boleh diputar di bawah pukul 10 malam.
Tidak hanya itu, Pak Aam juga mencoba untuk membahas permasalahan tersebut dengan ketua RW setempat, dan ternyata respon yang diberikan oleh ketua RW tersebut baik.
“Ketua RW beranggapan dengan adanya angkringan tersebut justru membantu banyak pihak, mulai dari para mahasiswa yang mudah untuk mencari makan serta membangun solidaritas dengan para mahasiswa lain,” ungkapnya.
Angkringan yang awalnya dibenci, kini dipuji karena bikin kriminalitas menurun
Meski dulu banyak dikomplain masyarakat setempat, justru angkringan Pak Aam kini banyak dipuji. Muaranya, tempat ini dianggap berdampak baik bagi lingkungan Pringgondani.
Salah satunya, dalam hal menekan angka kriminalitas. Sebagaimana dicontohkan Pak Aam, dulu sebelum adanya angkringan tersebut pernah terjadi peristiwa percobaan pencurian sepeda motor (curanmor) yang dilakukan oleh seorang mahasiswa.
“Namun, semenjak adanya angkringan, peristiwa itu tidak pernah terjadi lagi sampai sekarang,” kata Pak Aam.
Saya sebagai mahasiswanya yang tinggal di sekitar angkringan Pak Aam mengafirmasi pernyataan tersebut. Sebab, selama saya tinggal di situ, belum pernah ada kejadian curanmor. Bahkan, untuk isu sekalipun.
Selain curanmor, Pak Aam juga bercerita kalau sejak angkringannya buka, tak pernah lagi dijumpai mahasiswa yang mabuk-mabukan. Padahal, dulu kerap dijumpai para mahasiswa yang minum-minuman keras di depan.
Kini, mereka lebih memilih nongkrong di angkringan tersebut dan meninggalkan kebiasaan lamanya.
Para pembelinya bahkan ikut gotong-royong semarakan acara 17-an
Tak hanya menghilangkan kriminalitas di lingkungan Pringgondani. Kehadiran angkringan Pak Aam bahkan turut dirasakan warga. Misalnya, baru-baru ini mereka berbondong-bondong membantu warga mempersiapkan acara 17-an.
Seperti memasang bendera, umbul-umbul, memasang lampu jalan, sampai menyambung kabel-kabel yang dibutuhkan untuk menyongsong acara.
“Padahal mereka bukan warga sekitar. Mahasiswa luar yang kebetulan jadi pelanggan saya,” sebut Pak Aam.
Angkringan yang dulu pernah dibenci, kini menjadi primadona. Tak cuma bagi warga sekitar, banyak mahasiswa pun bahkan menjadikannya sebagai basecamp tongkrongan.
Liputan ini diproduksi oleh mahasiswa Magang Jurnalistik Universitas Sanata Dharma Yogyakarta periode September 2024.
Penulis: Boby Adiputra Rajagukguk
Editor: Ahmad Effendi
Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News