Pentingnya kuliah untuk masa depan
Perjalanan Amrin tak berhenti sampai di situ sebab kendala utamanya adalah finansial keluarga. Orang tua Amrin merupakan petani singkong dengan penghasilan yang tak seberapa. Mereka juga tidak teredukasi dengan baik betapa pentingnya kuliah.
“Setelah aku merenung, ternyata orang tuaku ini bukan tidak menginginkan anaknya kuliah, hanya saja wawasan terbatas terkait bagaimana pentingnya pendidikan. Apalagi, dibenak mereka sudah tertanam kalau kuliah pasti hanya akan menghabiskan uang,” tutur Amrin.
Di lingkungan Amrin, kuliah adalah hal yang tabu. Anak-anak kampung disarankan merantau untuk mencari uang, sebab di sana jarang ada peluang kerja. Mentok-mentok menjadi petani seperti orang tuanya.
Meskipun di Sulawesi Tenggara, sudah ada beberapa kampus negeri dan swasta seperti Universitas Halu Oleo, Universitas Sembilan Belas November (USN) Kolaka, hingga Universitas Sulawesi Tenggara.
“Hanya kebetulan aku melawan dan mau membuktikan dengan berbagai usaha yang aku lakukan, karena aku juga sempat merasakan yang namanya merantau itu tapi aku merasa kuliah tetap perlu. Pada akhirnya orang tuaku pun setuju.” Kata Amrin.
Lolos di Universitas Halu Oleo jalur prestasi
Saat pendaftaran masuk kampus melalui seleksi SNMPTN, Amrin memilih tiga kampus dengan berbagai jurusan. Pertama, Universitas Halu Oleo Jurusan Ilmu Politik. Kedua, Universitas Hasanuddin Jurusan Sosiologi. Ketiga, Universitas Halu Oleo Jurusan Pemerintahan.
Dari ketiga pilihan itu, Amrin lolos sebagai mahasiswa Universitas Halu Oleo Jurusan Ilmu Politik. Terlebih, ia juga berhasil mendapatkan beasiswa Bidikmisi (kini KIP Kuliah). Beasiswa itu juga yang berhasil meluluhkan hati orangtuanya agar ia kuliah.
“Orang tuaku tentu paham bahwa kebutuhan anak kuliah tidaklah sedikit. Oleh karena itu, mau tidak mau aku harus lebih proaktif dalam berkegiatan yang positif dan menghasilkan pundi rupiah. Aku pun kuliah sambil kerja dan tetap menjalankan roda organisasi,” ujar Amrin.
Semasa kuliah, ia nyambi kerja sebagai cleaning service, surveyor, driver ojol, hingga serabutan. Ia juga aktif berorganisasi di internal maupun eksternal kampus. Untungnya, di tengah kesibukan tersebut Amrin masih bisa mempertahankan nilainya.
“Aku berhasil menyelesaikan kuliah tepat waktu dengan IPK 3,52,” ujar Amrin.
Dua tahun setelahnya, Amrin berhasil mendapat gelar S2-nya. Ia pun tak pernah menyangka kini bisa berkarier menjadi dosen di salah satu kampus di Kota Baubau.
Penulis: Aisyah Amira Wakang
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: Mahasiswa PTN Bohongi Orang Tua, Mengaku Baik-Baik Saja padahal 4 Tahun Kuliah Menderita karena HP Kentang dan Laptop Bobrok atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.












