Defia Oktaviana Nengtias (23) membuktikan keterbatasan ekonomi bukanlah alasan untuk menyerah mengejar pendidikan tinggi. Ia harus menjual barang berharga untuk mendaftar kuliah, meski akhirnya ditolak oleh berbagai PTN sekalipun. Kini, ia berhasil menjadi wisudawati di Universitas Muhammadiyah Surabaya (UMSurabaya).
Kondisi ekonomi keluarga yang tak menentu
Defia adalah anak dari seorang sopir harian lepas dan ibu rumah tangga. Jumari, ayahnya hanya lulusan SMP yang sehari-hari kerja sebagai sopir pengangkut ikan. Sedangkan ibunya, Muziatin, adalah ibu rumah tangga lulusan SD yang sempat berjualan minyak tanah di pasar.
Dari kondisi keluarga sederhana tersebut, perempuan yang lahir di Lamongan, Jawa Timur itu tumbuh menjadi anak yang mandiri. Ketika dia duduk di Taman Kanak-kanak, kedua orang tuanya sibuk bekerja, sehingga ia harus berangkat sekolah sendiri.
Semasa SD, ia sempat mengalami sakit berat dan harus menjalani operasi. Guna membayar biaya pengobatan Defia, orang tuanya sampai harus menjual sepeda motor mereka satu-satunya. Di tengah kondisinya yang masih sakit, Defia tak berhenti untuk belajar.
“Waktu itu saya tidak bisa sekolah seperti anak-anak lain, tapi saya tetap belajar di rumah bersama guru, karena saya tidak ingin berhenti,” kenang Defia dikutip dari laman resmi UMSurabaya, Senin (27/10/2025).
Semasa SMP, Defia pun bercita-cita masuk SMA favorit di Lamongan. Sayangnya, keinginan itu tak terwujud mengingat uang pendaftaran sekolahnya harus dialihkan untuk biaya pengobatan bibinya yang sakit.
“Saya sempat marah dan kecewa, rasanya semua usaha saya sia-sia,” kata Defia.
Gantian mengurus ibu yang sakit sambil kerja dan tetap sekolah
Karena tak bisa lanjut ke SMA favorit, Defia akhirnya mendaftar ke SMK Muhammadiyah 2 Brondong dengan biaya yang lebih ekonomis. Meski terpaksa pada mulanya, justru jalan itulah yang membuat Defia bisa berkembang seperti sekarang.
Di SMK Muhammadiyah 2 Brondong, Defia aktif berorganisasi. Ia ikut Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) dan Hizbul Wathan. Di sela-sela waktunya belajar dan berorganisasi, Defia masih berjuang membantu ekonomi keluarga dengan berjualan online dan salad buah.
Baca Halaman Selanjutnya
Cari duit untuk pengobatan ibu
“Setiap hasil jualan, saya bagi dua dengan ibu. Rasanya senang bisa bantu keluarga meski sedikit,” ucapnya lirih.
Uang hasil kerja kerasnya itu ia gunakan untuk membiayai pengobatan ibunya yang sakit, selain untuk mencukupi kebutuhannya sehari-hari. Sejak saat itu juga, Defia menggantikan peran ibunya di rumah. Mulai dari memasak, mengurus adik dan neneknya yang sakit, dan tetap menjalani perannya sebagai pelajar di sekolah.
“Capek iya, tapi saya tahu kalau berhenti, semua jadi lebih berat buat keluarga,” ujarnya.
Sampai kemudian, Defia punya keinginan untuk kuliah meski pilihan awalnya bukan di UMSurabaya.
Ditolak PTN lewat berbagai jalur
Beratnya kehidupan Defia saat itu tak menghentikan mimpinya untuk lanjut ke PTN, meski ia sempat ditentang oleh orang tuanya karena faktor ekonomi. Dengan tidak bermaksud mengabaikan saran orang tuanya, Defia tetap mencoba berbagai jalur masuk kuliah.
Ia mencoba peluang untuk masuk ke PTN lewat jalur SNMPTN dan tes SBMPTN tapi tidak diterima. Defia sendiri tak mungkin mencoba jalur mandiri sebab tak punya biaya. Oleh karena itu, ia akhirnya memilih daftar ke PTS tapi ternyata semuanya gagal.
Waktu itu, satu-satunya harapan yang ia punya adalah UMSurabaya karena masih membuka pendaftaran untuk calon mahasiswa baru. Karena tak mau menyia-nyiakan kesempatan tersebut, Defia akhirnya menjual cincin emas satu-satunya yang ia miliki.
Tabungannya sendiri habis untuk biaya pendaftaran PTN sebelumnya. Sementara yang tersisa hanyalah cincin emas yang pernah ia beli dari hasil kerja magang. Uang dari menjual cincin emas itulah yang ia gunakan untuk membayar pendaftaran kuliah di UMSurabaya, Surabaya.
“Saya jual cincin diam-diam. Waktu itu saya cuma ingin sekali saja mencoba lagi, meski hasilnya nanti apa pun,” katanya dengan mata berkaca.
Lolos lewat jalur beasiswa KIP-K di UMSurabaya
Setelah menjual cincin emasnya, hasilnya lagi-lagi nihil. Defia ditolak oleh UMSurabaya hingga sempat mengurung diri selama lima hari karena saking putus asanya.
Hingga suatu hari, ia mendapat kabar dari seorang senior Hizbul Wathan yang membuka kesempatan beasiswa KIP-K di UMSurabaya. Ternyata, dari sanalah Tuhan membuka pintu jalan untuk hidupnya. Ia pun diterima sebagai mahasiswa KIP-K di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UMSurabaya, Surabaya.
“Waktu itu saya langsung menangis. Setelah sekian banyak kegagalan, akhirnya Allah kasih jalan melalui UMSurabaya,” ujar Defia penuh haru.
“Saya mungkin tidak punya harta, tapi saya harus punya karya,” lanjutnya.
Kuliah di UMSurabaya dan capai prestasi segudang
Selama kuliah di UMSurabaya, semangat Defia tak tanggung-tanggung. Ia berhasil mengumpulkan lebih dari 15 prestasi tingkat nasional dan internasional. Prestasi itu seperti lolos pendanaan PKM, P2MW, juara KMI Award, hingga juara internasional di ICEBIZ UHAMKA 2025.
Selain itu, Defia juga melanjutkan kegiatan organisasinya dengan mengikuti Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), BEM FEB, dan Hizbul Wathan. Defia pun bersyukur bisa melewati segala prosesnya dengan ikhlas.
“Dulu saya belajar untuk ikhlas ikhlas tidak masuk sekolah favorit, ikhlas gagal kuliah berkali-kali, ikhlas ketika uang habis dan harus mulai lagi dari nol. Tapi dari keikhlasan itu, Allah ganti dengan jalan terbaik,” tuturnya.
Kini, gadis asal Lamongan itu resmi menyandang gelar sarjana dari UMSurabaya. Di balik toga wisuda yang ia kenakan, tersimpan kisah keteguhan hati yang membekas bagi siapa pun yang mendengarnya.
“Saya tidak pernah menyangka akan sampai di titik ini. Terima kasih UMSurabaya, karena di sinilah saya belajar bahwa keterbatasan bukan halangan untuk berprestasi,” ujar Defia.
Cerita Defia tersebut sebagaimana dimuat dalam laman resmi Universitas Muhammadiyah Surabaya (UMSurabaya)
Penulis: Aisyah Amira Wakang
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: Ditolak Unair Tak Membuat Saya Menyesal, Bisa “Terharu”, Berkat Kuliah di Jurusan Keperawatan UM Surabaya atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan
