Saat kecil, Agus hampir tak pernah membayangkan bisa merantau ke Jakarta, kuliah S2 di Universitas Indonesia (UI), hingga menjadi pebisnis kaya, mengingat ibunya hanya lah seorang buruh tani.
Nestapa hidup menjadi perintis
Berbeda dengan anak-anak selainnya yang diantar orang tua ke sekolah memakai sepeda motor bagus atau mobil, sehari-hari Agus harus naik motor butut dibonceng ibunya.
“Ayah sudah meninggal saat aku SD, biasanya habis mengantar sekolah, ibu baru melanjutkan kerja di sawah,” ucap Agus saat dihubungi Mojok, Jumat (5/12/2025).
Saking miskinnya keluarga Agus, ia pernah pingsan saat upacara di sekolah karena sering tidak makan seharian. Ia tidak pernah sarapan, pun tidak membawa bekal atau membeli jajan karena tidak diberi uang saku selama sekolah.
“Bahkan setiap ada acara wisata sekolah, aku sering nggak ikut karena keluarga nggak punya uang,” ujarnya.
Oleh karena itu, sulit baginya untuk membayangkan kuliah bahkan bisa sampai S2 di UI dan menjadi pebisnis kaya. Tapi, pada saat SMA, Agus meyakini, kuliah bisa membuatnya sukses sekaligus mengangkat derajat orang tuanya. Perlahan, keinginan itu mulai tumbuh, meski orang-orang di sekitar mencomooh.
“Tetangga sering nyinyir begini, ‘orang susah aja kok mau kuliah segala. Emang bisa?’”ungkap Agus.
Mimpi anak seorang petani bisa kuliah hingga S2
Saat tetangganya nyinyir, ibu Agus malah mendukung sepenuhnya. Ia tak ingin menghambat mimpi anaknya untuk kuliah. Sebagai buruh tani, ibunya sebisa mungkin menabung untuk membiayai Agus kuliah di Universitas Sriwijaya (Unsri), Palembang.
Bahkan, saat uang mereka tak cukup, sang ibu rela meminjam uang sana-sini, baik ke tetangga maupun saudara. Beruntung, saat Agus ngekos di Palembang, ibu kosnya sering memberikan makanan gratis.
Setelah lulus S1, Agus nekat merantau ke Jakarta untuk kuliah S2 Jurusan Ketahanan Nasional Strategic Leadership di UI. Bermodalkan baju dan doa orang tua, Agus nyaris tidur di jalanan. Namun ia beruntung karena bertemu dengan orang baik, sehingga bisa menumpang sementara di rumah orang tersebut.
Guna mencukupi kebutuhan hidupnya saat kuliah S2, Agus memutuskan kuliah sambil bekerja. Segala pekerjaan ia lakoni asal tak menghambat kuliahnya sehingga bisa dikerjakan di malam hari. Mulai dari mencuci mobil di depan kampus, menjadi petugas pencuci piring di sebuah restoran, hinga coba-coba berjualan.
Tentu saja hal itu tak mudah ia jalani. Agus bahkan pernah diusir karena menggunakan tempat sembarangan untuk berjualan.
“Aku buka stand di pinggir jalan. Jualan sop durian dan ice cream di Jakarta Timur, tapi nggak lama kemudian tutup karena kena gusur,” jelasnya.
Jadi pedagang online usai lulus S2 di UI
Siapa sangka, kerja keras itu terbayarkan setelah ia lulus S2 di UI tahun 2013. Dari pengalamannya tersebut, Agus sempat diangkat menjadi dosen di salah satu kampus bisnis di Jakarta. Bahkan pernah menjabat sebagai wakil rektor di usia yang masih muda.
Sayangnya, ia merasa gaji sebagai dosen belum cukup untuk membayar beberapa cicilannya.
Oleh karena itu, Agus mencoba pekerjaan sampingan dengan berjualan online.
“Awalnya aku nekat pakai modal dari sisa gaji bulanan yang tak sampai Rp1 juta buat beli produk dan mulai jualan online dari rumah,” jelas Agus.
Keputusan itu pun tak terhindar dari cemooh dari teman-temannya. Mereka tak yakin kalau usaha Agus sukses. Dan benar saja, di bulan-bulan pertama ia berdagang, bisnisnya surut. Tak ada satu orang pun yang membeli produknya. Namun, Agus tak pernah berhenti belajar. Sebagai alumnus S2 UI, pantang baginya untuk mundur.
“Sekarang, aku justru bisa menjual ribuan produk setiap bulannya. Alhamdulillah, dari bisnis rumahan ini aku bisa menghasilkan ratusan juta rupiah bahkan pernah dapat satu miliar dalam sebulan,” ujarnya yang saat ini menjadi pembina seribu tim bisnis.
Kerja keras yang terbayarkan
Dalam kurun waktu tiga tahun, Agus bahkan sudah bisa membeli mobil Fortuner untuk pertama kalinya tanpa menyicil. Beberapa tahun kemudian, penghasilannya juga cukup untuk membangun rumah. Ia pun bisa liburan ke luar negeri seperti Jepang, Korea Selatan, Paris, Swiss, hingga Jerman.
Tak ayal, orang-orang jadi curiga terhadap bisnis yang Agus jalani. Mereka bahkan menuding kalau usaha milik Agus adalah bisnis MLM atau multi-level marketing.
“Aku cuman pedagang online skincare dan suplemen kesehatan (british propolis) biasa. Kirim paket ke pelanggan setiap hari dan sering lembur sampai malam,” jelas alumnus S2 UI tersebut.
Selain orang-orang nyinyir, masih ada orang-orang yang mendukung dan mempercayainya. Sampai-sampai ia diundang menjadi pembicara di Hongkong. Menurut Agus, semua usahanya itu tak terlepas dari doa ibunya.
“Alhamdulillah, aku sampai bisa ajak ibu umroh,” ucapnya.
Penulis: Aisyah Amira Wakang
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: Lulusan S3 di Jogja Tolak Tawaran Jadi Dosen karena Takut Kehilangan Waktu Luang untuk Mancing atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan
