“Ibu Jualan Balon, Saya Jualan Donat” – Upaya Keras Perempuan Surabaya Wujudkan Mimpi meski Diremehkan Guru hingga Saudara Sendiri

Ilustrasi - Mahasiswa Wisuda (Ega Fansuri/Mojok.co)

Perasaan Aida Mahmudah (21) campur aduk saat prosesi wisuda di Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya, Senin (17/2/2025). Antara lega karena dia bisa menuntaskan kuliahnya usai rentetan masa-masa sulit, juga kecamuk rasa sedih karena kedua orangtuanya tidak bisa lagi menemani.

Usai mengikuti wisuda di UM Surabaya, Aida sempat ziarah ke makam kedua orangtuanya. Masih mengenakan toga dan baju wisuda. Aida ingin memberi kabar baik pada orangtuanya di pembaringan terakhir mereka: bahwa Aida berhasil menuntaskan harapan mereka.

“Pesan dari orangtua dulu, kita boleh miskin keuangan, tapi tidak dengan miskin pendidikan. Pendidikan itu penting yang akan menarik keuangan kelak,” ungkap Aida mengenang ucapan kedua orangtuanya yang semasa hidup terus mendorong Aida untuk tetap sekolah.

“Sekarang walau kamu sakit, ibu sakit, ayah sakit, atau meninggal, tapi sewaktu itu kamu sekolah, berangkat lah, jangan sampai nggak masuk sekolah.” Begitu lah baris kalimat dari almarhumah sang ibu yang terus terngiang. Baris kalimat yang membuat Aida tak punya alasan untuk berhenti dalam pendidikan, kendati situasinya teramat berat.

Perjuangan Aida Mahmudah (21) kuliah di Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya MOJOK.CO
Aida Mahmudah (21) saat prosesi wisuda Universitas Muhammadiyah Surabaya.

Sejak SD sering puasa karena kesulitan ekonomi

Aida adalah wisudawati UM Surabaya asal Kenjeran, Surabaya. Dia anak terakhir dari lima bersaudara. Kakak-kakaknya kini sudah berkeluarga.

Semula kondisi ekonomi keluarganya baik-baik saja. Hingga akhirnya, ketika dia kelas 6 SD, sang ayah mengalami stroke.

“Waktu itu kondisinya sulit sekali, karena bukan hanya diuji sakitnya orangtua. Semenjak ayah masuk RS, dulu nggak ada namanya BPJS,  jadi bayar kalau ke rumah sakit. Jadinya semua (aset) dijual, seperti mobil, motor, hingga tanah,” ungkapnya bercerita kepada Mojok, Selasa (18/2/2025).

Stroke membuat sang ayah tidak bisa bekerja lagi. Alhasil, tanggungjawab mencari nafkah saat itu diambilalih oleh sang ibu dengan jualan balon. Sang ibu biasanya akan jualan keliling dari pukul 06.00 WIB dan baru akan pulang di pukul 23.00 WIB.

Kata Aida, ibunya menjual balon di harga Rp3 ribu. Kalau ramai, ibunya bisa membawa pulang Rp50 ribu sehari. Namun, kalau sepi, mentok biasanya hanya dapat Rp15 ribu. Jelas sangat kurang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

“Terkadang untuk makan juga sulit, sehingga akhirnya sering berpuasa untuk menahan lapar dan agar mendapat pahala juga,” ungkap Aida.

Aida sendiri tidak tinggal diam. Di usianya yang masih enam tahun, diam-diam dia bekerja di sebuah pasar di Kenjeran, Surabaya. Menjaga toko pakaian.

Karena ibunya baru akan pulang larut malam, maka tugas mengurus sang ayah di rumah pun dia ambil. Pagi diurus oleh sang ibu, malam bagian Aida yang mengurus.

“Malam setelah memandikan ayah dan menyuapinya makan, saya keliling jualan juga,” katanya.

Teman, tetangga, guru, dan saudara yang mengerdilkan cita-cita Aida

Seperti disinggung di awal tulisan, meski dalam keterbatasan, tapi orangtua Adia benar-benar mendorongnya dalam hal pendidikan. Tak pelak jika Aida juga punya cita-cita bisa lanjut pendidikan hingga perguruan tinggi.

Namun, banyak orang yang mengerdilkan cita-cita Aida. Teman, tetangga, guru, bahkan saudara sendiri. Kurang lebih begini: orang seperti Aida, mimpi bisa kuliah itu kejauhan.

“Gara-gara di-bully teman dan guru, saya pulang sekolah menangis kepada ibu dan ayah. Waktu itu ibu bilang, ‘Ya pantas kamu diomongi gitu, wong kamu aja gampang nyerah! Kalau omongan itu kepadamu nggak pantas, ya harus buktikan sama prestasimu’,” beber Aida.

Suntikan moral tersebut nyata-nyata membuat Aida memberi sederet pembuktian prestasi. Dia selalu langganan juara kelas.

Nyaris tak bisa wujudkan kuliah di Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya

Jauh sebelum akhirnya kuliah di UM Surabaya, Aida nyaris putus sekolah setelah lulus SD. Kondisi ekonomi keluarganya tidak membaik.

Syukurnya, Aida bisa sekolah di sebuah yayasan panti asuhan di Surabaya. Itu membuatnya lebih ringan. Dia sekolah di yayasan tersebut dari SMP hingga SMK, sebelum akhirnya bisa kuliah di UM Surabaya mengambil jurusan Teknik Elektro dengan beasiswa KIP Kuliah.

“Semasa SMK juga nabung buat tambah-tambah biaya kuliah,” katanya.

Aida menjadi satu-satunya perempuan di jurusan Teknik Elektro. Kendati begitu, tidak ada rasa gentar. Yang ada justru motivasi untuk mengoptimalkan diri.

“Di SMK saya juga mempelajari terkait robotik. Jadi saya ingin mempelajarinya di prodi ini,” tuturnya. Terlebih, di era sekarang, teknologi tidak lepas dari kehidupan manusia. Oleh karena itu, Aida melihat kalau prospek Teknik Elektro sangat menjanjikan untuk masa depannya.

Kuliah di Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya sambil jualan donat

Kondisi rumah Aida kian memburuk saat dia memasuki semester 3 masa kuliahnya di UM Surabaya. Ayahnya meninggal.

Setahun berselang, ibunya menyusul karena penyakit darah rendah. Aida, lantas tinggal sendirian di rumah.

Perjuangannya pun makin keras. Untuk mencukupi kehidupannya, Aida kuliah sambil jualan mainan anak di marketplace dan donat yang diberi nama “Tatakies”. Dia menjualnya di ShopeeFood. Selain itu, Aida juga nyambi bantu-bantu di yayasan panti asuhan.

Produktif dalam keterbatasan

Meski harus kuliah sambil bekerja, Aida masih sempat-sempatnya menggarap kesibukan lain di UM Surabaya. Dia gabung di organisasi-organisasi kampus seperti IMM, HIMA, UKM, dan lain-lain.

Banyak perlombaan dia ikuti, yang membuatnya tercatat sebagai salah satu mahasiswa penerima beasiswa KIP Kuliah berprestasi. Prestasi-prestasinya antara lain:

1. Juara 1 Lomba puisi MTK tahun 2022
2. Juara 1 Lomba puisi Islamic short story tahun 2022
3. Juara 1 Poster tema islami tahun 2022
4. Juara 1 Electrical Orientation tahun 2021
5. Juara 1 puisi english Ramadhan 2021
6. Finalis PIM (Program Inovasi Mahasiswa) Sistem Diagnosa Buta Warna berbasis mikrokontroler dengan metode ishihara tahun 2023
7. Juara 3 PKP2 PTMA KE 1 PKM KC Tahun 2023
8. Juara 3 PIMTANAS PTMA tahun 2023
9. Juara 1 Pemuda pelopor Surabaya bidang inovasi Teknologi tahun 2024
10. 5 besar bidang inovasi teknologi PEMKOT Surabaya hari jadi kota Surabaya ke 731 tahun 2024

Salah satu prestasi yang mencolok adalah keberhasilannya menciptakan Rancang Bangun Alat Prototipe Untuk Kursi Roda Pada Penderita Penyandang Disabilitas Fisik Berbasis Panel Surya Dan Internet Of Things (IoT) yang telah disumbangkan kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya. Berkatnya, Aida dinobatkan Juara 1 Pemuda pelopor Surabaya bidang inovasi Teknologi tahun 2024.

“Sebenarnya ingin buat ayah saya karena dulu sakit stroke, agar bisa saya ajak jalan-jalan, nggak di kamar saja. Tetapi Allah berkata lain,” ungkap Aida. Meski begitu, dia berharap temuannya tersebut bisa bermanfaat bagi orang lain.

Jalan menuju S2

Aida lulus dari Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya sebagai salah satu wisudawati terbaik dari Fakultas Teknik.

Aida membayangkan, seaindanya kedua orangtuanya masih ada, barang kali mereka sudah duduk bangga melihatnya naik panggung wisuda dengan segala pencapaian tersebut. Ah, Aida hanya bisa menunjukkannya di hadapan pusara.

Langkah Aida masih belum berhenti. Dia masih ingin lanjut S2. Masih ada mimpi-mimpi yang ingin dia wujudkan. Baginya, mimpi-mimpi itu tidak ada yang mustahil.

“Pertolongan Allah bisa datang lewat siapa saja, asal seseorang itu tekun dan bersungguh-sungguh, pasti akan ada jalan keluarnya,” pungkasnya penuh haru.

Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi

BACA JUGA: Perjuangan Satpam Kampus Universitas Muhammadiyah Surabaya, Lulus Sarjana dengan Pujian atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Exit mobile version