Tak hanya itu, memasuki semester 5, saat teman-temannya di kampus lain harusnya sudah magang, di tempatnya masih kebingungan. Wahyu pernah menanyakan hal ini kepada birokrasi, tapi jawabannya selalu “kendala teknis karena pandemi”.
Alhasil, secara “beneran”, Wahyu tak pernah magang. Sebagai formalitas, ia harus mengerjakan proyek tertentu sebagai mata kuliah pengganti magang.
“Baru kerasa jeleknya jurusan akreditasi C pas sudah lulus. Bener-bener ngerasa 4 tahun nggak dapat apa-apa.”
Sarjana TI dan Kedokteran akreditasi C kesulitan dapat kerja
Meski namanya menyandang gelar S.TI alias Sarjana Teknik Informatika, ia merasa bukan anak TI secara sepenuhnya. Bagaimana tidak, delapan semester kuliah, Wahyu merasa tak diajari apapun di jurusan akreditasi C tersebut.
Sialnya lagi, saat memasuki dunia kerja, ijazahnya benar-benar tak laku. Ia sangat kesulitan buat melamar pekerjaan di bidang yang berhubungan dengan jurusannnya.
“Saingannya mungkin dari lulusan kampus-kampus top. Atau seenggaknya lebih mendingan lah daripada tempatku kuliah,” kata lulusan Teknik Informatika ini.
“Kalau mau suudzon, sih, susah cari kerja gara-gara jurusanku akreditasi C,” imbuhnya. Sejak Februari 2024 lalu, lelaki asal Salatiga ini memutuskan merantau ke Jogja, membantu temannya mengembangkan bisnis clothingan.
Pengalaman serupa, kesulitan cari kerja gara-gara jurusannya akreditasi C–meski jurusan elite–juga pernah diceritakan narasumber Mojok yang lain. Tak tanggung-tanggung, ia adalah lulusan kedokteran, salah satu jurusan paling malah di Indonesia.
Dalam liputan berjudul “Cerita Mahasiswa Kedokteran Surabaya Lulus Kuliah Enggak Jadi Apa-apa, Susah Kerja Karena Akreditasi Jurusan C“, Mojok berbincang dengan Roni* (28).
Pada 2021 lalu, Roni menyelesaikan studi kedokterannya. Namun, karena situasi pandemi, izin buka praktiknya tak bisa keluar. Karena tak punya banyak opsi, Roni pun berniat mendaftar ke Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di salah satu PTN.
Sayangnya, dia ditolak karena jurusan kedokteran tempatnya kuliah akreditasi C. Meski saat ini di depan namanya terdapat gelar “dr.”, Roni tak bekerja di bidang kesehatan. Ia kesulitan mencari pekerjaan yang sesuai ijazah dan passion-nya. Sekarang, ia fokus berbisnis di bidang lain di kota kelahirannya, Surabaya.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Muchamad Aly Reza
Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News