Siasat Mahasiswa Jogja Ngekos Pasutri Demi Tekan Pengeluaran: Rp600 Ribu Dapat Eksklusif, Bebas, tapi Penuh “Drama Keluarga”

Ilustrasi Siasat Mahasiswa Jogja Ngekos Pasutri Demi Tekan Pengeluaran: Rp600 Ribu Dapat Eksklusif, Bebas, tapi Penuh "Drama Keluarga" (Mojok.co/Ega Fansuri)

Ada banyak mahasiswa Jogja yang memilih tinggal di kos pasutri. Beberapa di antaranya terang-terangan, tapi tak sedikit juga yang diam-diam. Motifnya beragam, selain karena pengen bebas, “split bill” dengan pasangan juga bikin tagihan kos lebih murah. Biasanya, kos pasutri diambil oleh pasangan mahasiswa tua yang sudah nyambi kerja.

***

Di kawasan Maguwoharjo, Sleman, tersebar indekos yang diperuntukkan bagi pasangan suami istri. Bermodal aplikasi Google Maps dan memasukan kata kunci “kos pasutri terdekat”,  ada puluhan kos yang bisa kita pilih.

Tipenya beragam. Ada yang menawarkan fasilitas lengkap dengan harga mahal. Tapi banyak juga yang menyediakan fasilitas seadanya: tanpa AC, tanpa dapur mini, biasanya masih kosongan, tapi harganya lebih terjangkau.

Maka tak heran, kalau beberapa mahasiswa Jogja mengasosiasikan kawasan Babarsari sebagai “surganya kos LV”, Maguwoharjo adalah tempat kos pasutri menjamur.

Sarwendah* (41), salah satu pemilik kos pasutri di kawasan Maguwoharjo, menjelaskan alasannya memilih menyewakan tipe indekos buat pasangan yang sudah menikah tersebut. 

Sebagai informasi, Sarwendah yang punya empat saudara, kesemuanya berbisnis sewa kos di Sleman. Dua anak paling bontot, termasuk dirinya, “kejatah” lahan kos di Maguwoharjo. Sementara kakak-kakaknya tersebar di kawasan Condongcatur.

Dan, cuma dirinya yang menyewakan kosnya buat pasangan suami istri.

“Kebetulan daerah sini itu kebanyakan perantau yang sudah kerja, Mas, bukan mahasiswa seperti yang nempatin kos kakak-kakak saya. Makanya sejak awal memang maunya bikin khusus pasutri,” ungkap Sarwendah kepada Mojok, Minggu (9/6/2024).

Bisa ngasih harga lebih tinggi dengan fasilitas yang B aja

Sarwendah menjelaskan, ada banyak keuntungan dari bisnis kos pasutri yang ia rintis. Setidaknya kalau berkaca dari bisnis saudara-saudaranya, ia merasa lebih punya potensi profit lebih tinggi.

“Misalnya, sama-sama ngasih kamar ukuran 3×3, kita bisa pasang harga di atas sejuta. Belum lagi kalau ada dapur mini, 1,2 juta sudah standard banget, Mas, murahnya,” ujarnya.

Sementara kalau kos biasa, kata Sarwendah, untuk standard kos yang sama, mematok harga di atas Rp500 ribu sudah dikategorikan mahal. Apalagi menurutnya pasangan suami istri lebih “rapi dan bersih”, sehingga buat maintenance kosnya juga lebih mudah.

“Beda dengan mahasiswa Jogja yang kadang lebih jorok dan nggak teratur. Pemilik kos malah kudu ‘turun gunung’ buat bersihin kos yang nggak terawat,” jelasnya.

Namun, karena segmennya adalah pasangan legal, kesulitan kos pasutri adalah pasarnya yang lebih kecil. Beda dengan kos mahasiswa yang permintaannya pasti jauh lebih banyak.

“Kita juga kudu komitmen, mastiin yang ngekos keluarga beneran apa bukan. Crosscheck berkali-kali, dan ngurus ke RT setempat juga lebih ribet.”

Akal-akalan mahasiswa Jogja demi bisa ngekos pasutri

Sarwendah menegaskan, delapan pasangan yang tinggal di kosnya semua merupakan pasangan suami-istri sah. Bahkan dua di antaranya sudah punya anak.

Pemilik kos ini bahkan menunjukkan data-data penghuni buat meyakinkan Mojok. Termasuk formulir, surat keterangan domisili, fotokopi KTP, dan fotokopi buku nikah. Sarwendah juga mengaku hafal tempat kerja para penghuni kosnya.

Sayangnya, tak bisa dimungkiri kalau ada “oknum nakal” dalam bisnis kos pasutri. Kata Sarwendah, oknum nakal ini tak cuma pasangan mahasiswa yang “menyusup”, tapi juga pemilik kos yang membiarkan “penyusupan” itu. Ia bahkan menunjuk beberapa kos-kosan pasutri di sekitarnya yang terdapat oknum nakal tersebut. 

Salah satu mahasiswa yang memilih buat menyewa kos pasutri adalah Roni* (23), mahasiswa semester 10 dari Universitas Amikom Jogja. Sudah enam bulan ke belakang ia dan pacarnya tinggal di kos pasutri Maguwoharjo.

Roni mengaku, ia tahu kos tersebut dari teman kuliahnya yang sudah lebih lama tinggal di situ. “Dia bilang, di sini pemiliknya enak asal kita diam-diam aja,” katanya kepada Mojok, Senin (10/6/2024) malam.

Baca halaman selanjutnya…

Kos pasutri itu memang bebas, lebih murah, tapi sering makan hati akibat kebanyakan “drama keluarga”

Ia bercerita bahwa tak butuh syarat njlimet buat masuk kos pasutri. Dia dan pasangannya cuma perlu datang dan membayar, tanpa perlu menunjukkan identitas diri seperti yang Sarwendah bilang.

“Nggak tahu juga gimana teknisnya bisa boleh. Tapi kata teman-temanku sih udah rahasia umum. Bahkan mayoritas yang tinggal di sini banyak yang bukan pasutri. Toh, tetangga luar nggak tahu juga ‘kan.”

Mahasiswa Jogja merasa lebih bebas, murah, tapi banyak drama keluarga

Roni mengakui, setidaknya dalam enam bulan terakhir pengalamannya, ngekos pasutri memang lebih enak ketimbang tinggal di kos mahasiswa pada umumnya. Salah satunya, dan yang jarang dijumpai di kos-kosan sebelumnya, ada kebebasan lebih yang dia dapatkan.

“Sesederhana masukin pacar. Itu kan hal yang haram banget ya di kosan dulu. Seenggaknya sekarang aspek itu aja udah nggak jadi masalah,” ujarnya.

Siasat Mahasiswa Jogja Ngekos Pasutri Demi Tekan Pengeluaran: Rp600 Ribu Dapat Eksklusif, Bebas, tapi Penuh "Drama Keluarga".MOJOK,CO
Ilustrasi kos putri muslim, yang biasanya melarang lawan jenis masuk. Kata Roni, di kos pasutri, hal ini bukan masalah. (Mojok.co)

Selain karena bebas, tagihan lebih murah dengan fasilitas yang upgrade juga jadi keuntungan. Misalnya saja, kos-kosannya saat ini punya kamar utama yang lebih luas, AC, kamar mandi dalam, dan dapur mini. Sedangkan kosannya yang dulu lebih sempit, tak ada pendingin ruangan, dan tak ada dapur.

“Yang sekarang harga kos 1,3 juta sebulan. Itu saya bagi dua sama pacar, 700- 600. Jatuhnya lebih murah, karena kos yang dulu yang fasilitasnya B aja sama-sama bayar 600 ribu juga,” ungkapnya.

Karena sama-sama nyambi kerja, Roni dan pacarnya juga cukup terbantu dengan adanya dapur mini. Setidaknya, dengan rutin masak tiap hari, pengeluaran hariannya bisa lebih hemat.

“Ada dapur itu bisa mangkas 50 persen uang jajan kita lho,” ujar mahasiswa Jogja ini.

Meski demikian, kos pasutri tetap saja ada sisi nggak enaknya. Faktornya biasanya datang dari dalam alias pasangannya sendiri.

Mengingat ngekos pasutri baginya sudah ibarat “simulasi berkeluarga”, masalah-masalah yang datang tak jauh-jauh dari situ. Seperti urusan bersih-bersih, split bill uang belanja, sampai perkara asmara yang biasa menghampiri muda-mudi.

“Urusan kecil kayak lupa cuci piring, lupa bersihin dapur. Itu bisa jadi pertengkaran. Apalagi kalau udah urusan cemburu-cemburuan sama teman kerja, hahaha,” tawanya. “Biasalah, namanya aja ‘drama keluarga’.”

Catatan:

Mojok sendiri  sempat menghubungi pemilik kos Roni buat bertanya soal alasannya menerima pasangan non-pasutri. Namun, hingga berita ini tayang, belum ada balasan dari pesan yang dikirim.

*) bukan nama sebenarnya. Narasumber menolak untuk disebutkan identitas aslinya atas berbagai pertimbangan.

Penulis: Ahmad Effendi

Editor: Muchamad Aly Reza

BACA JUGA Kontrakan di Kasihan Bantul Bikin Mahasiswa Saksikan Kerasnya Kemiskinan Jogja, Kecanduan Judi hingga Ribut dengan DC

Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News

Exit mobile version