Di Jogja, joki skripsi amat menjamur. Mahasiswa UGM, kebanyakan adalah para aktor di balik layarnya. Namun, ada beberapa alasan mengapa mereka menolak klien-klien dari Jurusan Filsafat, meski gas-gas aja buat mengerjakan skripsi anak saintek–yang katanya lebih sulit.
***
Diskursus mengenai joki skripsi memang kembali memanas baru-baru ini. Muaranya adalah video seorang influencer pendidikan yang angkat bicara soal praktik perjokian di ranah akademik yang semakin dinormalisasi.
Joki 🫦 pic.twitter.com/BmFRyOHBC9
— Abigail (@abigailimuriaa) July 20, 2024
Opini publik pun terbelah. Ada yang pro dengan pernyataan sang influencer, tapi tak sedikit juga juga yang kontra.
Dari opini yang terbelah, yang mengejutkan adalah, ada banyak joki skripsi pada akhirnya turun gunung. Mereka ikut berkomentar dan meramaikan perbincangan di media sosial. Tak sedikit mengaku “mata pencaharian” mereka jadi terancam gara-gara statement influencer tersebut.
Namun, berbicara soal joki skripsi, sebenarnya ini bukanlah fenomena baru. Di dunia pendidikan, ia adalah fenomena gunung es: hanya nampak ujungnya saja, tapi praktiknya di lapangan sangat menjamur.
Mojok sendiri pernah beberapa kali menuliskan cerita dari para joki. Baik itu para joki skripsi, tugas, maupun tes masuk perguruan tinggi negeri (PTN).
Ada yang sudah tobat. Ada juga yang masih tipis-tipis menerima orderan. Namun, tak sedikit juga yang masih aktif menjoki dan meluluskan banyak mahasiswa tiap tahunnya. Terutama di UGM.
Sudah meluluskan banyak orang, meski dirinya sendiri DO
Baron* (27) salah satu joki skripsi yang pernah Mojok temui, telah beroperasi sejak 2019. Awalnya, ia hanyalah joki tugas kuliah. Namun, di masa pandemi Covid-19, levelnya naik menjadi tukang mengerjakan skripsi mahasiswa lain.
Sepanjang karier menjoki, mahasiswa UGM ini sudah meluluskan banyak orang. Rata-rata adalah mahasiswa se-kampusnya.
“Aku lupa berapa tepatnya. Yang jelas, sekali angkut [mengerjakan] bisa lebih dari satu klien, dikelarin selama 4-6 bulan,” jelasnya tatkala ditemui Mojok, Senin (12/2/2024) lalu. “Ya, kali dihitung setahun mungkin ada 2-3 orang yang aku lulusin,” imbuhnya.
Artinya, selama hampir 4 tahun menjadi joki skripsi, ada 10 lebih mahasiswa yang sudah dia luluskan. Mungkin jumlahnya kini sudah bertambah lagi.
Uniknya, meski berhasil meluluskan mahasiswa UGM lain, Baron sendiri malah drop out (DO). Sejak pertama masuk UGM pada 2016 lalu, waktu perkuliahannya habis buat menggeluti dunia hitam itu.
Alhasil, pada 2023 lalu masa studinya sudah mentok di 14 semester. Kenyataan DO pun harus ia terima. “Bagiku, selama orderan [joki skripsi] lancar, nggak ada masalah sama putus kuliah,” ungkapnya.
Dapat puluhan juta dari joki skripsi
Ada alasan kuat mengapa Baron kekeuh menggeluti dunia joki skripsi dan mengabaikan studinya. Baginya, mendapatkan uang adalah nomor satu. Apalagi, perputaran cuan di joki skripsi tidak sedikit.
Untuk sekali menyelesaikan tugas akhir klien, rata-rata tarif yang dipatok Baron amat beragam. Paling kecil, ia mematok harga Rp5 juta untuk skripsi dengan tema-tema mudah dan pengerjaannya cepat.
Namun, ada juga skripsi yang dihargai Rp8-10 juta. Biasanya ini adalah skripsi-skripsi dari mahasiswa saintek, tema-tema susah, atau yang butuh banyak konsultasi antara joki dan klien.
“Kalau ditanya sudah dapat apa dari menjoki, ya aku jawab sudah dapat semuanya,” kata mahasiswa UGM ini.
“Nggak menyesal, dan nggak minder walaupun kuliah tak selesai. Toh, kalau indikator kesuksesan kuliah itu diukur pakai skripsi, aku dah bikin puluhan, Bro.”
Selalu menolak klien dari Jurusan Filsafat
Satu lagi hal unik dari praktik perjokian Baron: ia selalu menolak klien dari Jurusan Filsafat.
Joki skripsi ini mengaku, dari banyak klien yang ia luluskan, tak sedikit yang punya topik-topik sulit. Pengambilan datanya pun juga penuh effort, sehingga tak jarang dia minta tarif tambahan. Tak sedikit juga kliennya yang merupakan mahasiswa UGM jurusan saintek.
“Bukannya nggak ada tawaran, ya, malah ada banyak calon klien itu mahasiswa Filsafat UGM,” kata joki skripsi ini.
“Tapi nggak tahu kenapa, selalu aku tolak. Jawaban bercandanya, ‘anjir! masuk Filsafat UGM itu gampang, goblok banget mau skripsian pakai joki. Tapi aslinya jawaban serius, ‘skripsian filsafat itu susah, anjing!,” tegasnya.
Menurut Baron, ada banyak istilah di filsafat yang unik dan cuma ada di rumpun ilmu tersebut. Istilah-istilah tersebut sangat tricky, dan jika sang mahasiswa tak memahami konteks, ia hanya bakal kebingungan sendiri.
“Kalau jokinya sistem beli lepas, artinya klien terima jadi aja tanpa konsultasi tambahan, ya mereka bakal bingung sama skripsinya sendirinya. Daripada mempersulit, mending nggak usah sekalian,” pungkasnya.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Muchamad Aly Reza
Ikuti artikel dan berita Mojok lainnya di Google News