Selalu dapat tuntutan berprestasi tapi minim apresiasi. Itulah yang menjadi keresahan teman-teman di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) pencak silat di UINSA Surabaya. Kini pun mereka harus berhadapan dengan kebijakan kampus yang bagi mereka berpotensi merugikan.
***
UKM pencak silat menjadi salah satu UKM yang paling resah dengan adanya wacana restrukturisasi UKM-UKK di UINSA Surabaya. UKM pencak silat sendiri terdiri dari empat entitas yang berbeda dan secara badan struktural terpisah satu sama lain. Antara lain, Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT), Pagar Nusa (PN), Tapak Suci (TS), dan Kera Sakti (KS).
Berdasarkan informasi yang saya dapat dari teman-teman di LPM Solidaritas UINSA Surabaya, Abdul Muhid selaku Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan & Kerjasama bermaksud menyatukan entitas-entitas UKM pencak silat tersebut ke dalam satu badan UKM. Yakni menjadi UKM Bela Diri.
Setelah dua kali berdiskusi dengan pihak UKM UINSA Surabaya pada Rabu (24/4/2024) dan Jumat (3/5/2024), rencananya wacana restrukturisasi itu akan terealisasi pada Mei 2024 ini. Namun, wacana tersebut sontak saja mendapat tentangan dari entitas-entitas yang bersangkutan.
“Empat UKM pencak silat sudah bertemu dan berkoordinasi. Kami sepakat menolak. Jadi sejauh ini masih kami usahakan untuk menolak,” ujar Ahmad Nur Huda selaku Ketua PSHT UINSA Surabaya saat saya hubungi, Sabtu (4/4/2024).
Bakal terjadi tumbukan antar UKM pencak silat
Huda tak menampik bahwa pihak UINSA Surabaya tentu memiliki perhitungan dan pertimbangan tersendiri sebelum mengeluarkan kebijakan. Akan tetapi, melokalisir UKM pencak silat menjadi satu badan dikhawatirkan akan menimbulkan tumbukan antar empat entitas pencak silat di UINSA Surabaya.
Sebab, menurut pemuda asal Ngawi, Jawa Timur tersebut, setiap UKM pencak silat di UINSA Surabaya membawa value dan sisi historis masing-masing. Maka ketika menjadi satu badan, benturan sangat mungkin terjadi.
“Misalnya dari sisi PSHT sendiri, kami berpegang teguh bahwa secara historis PSHT adalah cikal bakal adanya pencak silat di UINSA. Sudah ada sejak1989,” kata mahasiswa semester 6 Prodi Tasawuf dan Psikoterapi itu.
Bukannya tak mau bersatu dengan UKM pencak silat lain. Tapi persoalan legacy seperti di atas bisa menjadi sangat sensitif jika terjadi silang pendapat antar empat entitas pencak silat di UINSA Surabaya jika melebur jadi satu. Karena setiap perguruan pasti memiliki legacy sendiri-sendiri yang tentu masing-masing bisa berbeda.
UKM pencak silat UINSA Surabaya berjuang sendiri
Bagi Huda, meski terpisah-pisah, UKM pencak silat ia rasa tak menyedot anggaran besar dari UINSA Surabaya. Sebab, kenyataannya UKM pencak silat lebih sering berjuang dengan dana pribadi (kas UKM).
Misalnya dalam kasus UKM pencak silat yang ia pimpin (PSHT). Tidak ada support dana yang memadai dalam proses persiapan menjelang turun di beberapa event atau turnamen. Bahkan sekadar menyediakan anggaran untuk honor pelatih yang layak pun tidak.
Padahal di satu sisi, kata Huda, mereka juga mendapat tuntutan untuk berpestasi. Dan memang sangat sering memberikan prestasi yang membanggakan bagi UINSA Surabaya. Berupa sering menyabet gelar juara di berbagai level turnamen, baik provinsi maupun nasional.
“Ketika ikut kejuaraan cuma dapat apresiasi di-upload di IG kampus. Kalau dana apresiasi ya nggak ada. Seakan-akan kamu beprestasi, membanggakan nama UINSA, saya upload, sudah,” ucap Huda getir.
“Kalau ada seleksi untuk terjun ke event, kami gerak mandiri. Cari pelatih, gaji pakai uang kas sendiri,” tutur Huda.
Kata Huda, anggaran untuk honor pelatih dari kampus memang sangat membagongkan. Hanya Rp100 ribu per bulan. Oleh karena itu, ia dan teman-teman PSHT harus iuran untuk menambahi honor pelatih tersebut agar menjadi sedikit lebih pantas.
“Kita mendatangkan orang, meminta orang itu meluangkan waktu untuk melatih dan melahirkan atlet berpestasi. Tapi kita nggak bisa ngasih honor yang sepadan, itu kan jadi nggak enak ya. Uang Rp100 ribu cuma habis di bensin aja itu,” seloroh Huda.
UKM pencak silat UINSA Surabaya sepakat menolak
Hal senada juga disampaikan oleh Roihatul Jannah Kurniasari selaku Ketua UKM Tapak Suci.
“Walaupun kegiatan-kegiatan kami selalu memberi prestasi baru untuk UINSA, seringkali kami menggunakan uang pribadi yaitu kas dari UKM daripada menggunakan Dana Pengembangan Pendidikan (DPP),” ujar Ita, sapaan akrab mahasiswa semester 6 Hukum Keluarga Islam tersebut usai membeberkan sederet prestasi yang pernah UKM tapak suci raih kepada saya.
Setelah melakukan pertemuan dengan empat entitas UKM pencak silat di UINSA Surabaya, kata Ita, hasilnya adalah menolak peleburan empat perguruan menjadi satu badan. Beberapa upaya pun telah dilakukan. Antara lain menemui bagian akademik tiga kali, pertemuan dengan Warek III, mengadakan rapat antar empat UKM perguruan pencak silat, menemui pembina UKM masing-masing, menemui Sema untuk minta pembelaan dan disambungkan ke rektor hingga mencari informasi mengenai UKM perguruan pencak silat di kampus lain sebagai pembanding.
“Kami juga menyebarkan pamflet pernyataan sikap penolakan di media sosial masing-masing UKM perguruan,” jelas Ita.
Baca halaman selanjutnya…
UKM-UKM yang meresahkan kampus
Problem yang Wakil Rektor III resahkan terhadap UKM
Secara umum, restrukturisasi adalah upaya dari pihak kampus untuk membuat UKM di UINSA Surabaya lebih seimbang. Begitulah kira-kira inti penjelasan dari Abdul Muhid selaku Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan & Kerjasama seperti termuat di website LPM Solidaritas.
Menurut Muhid, selama ini UKM di UINSA Surabaya hanya berfokus di bidang minat bakat. Belum memenuhi bidang penalaran dan keagamaan sebagai marwah dari Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKIN).
“Sebagaimana yang pernah disampaikan Pak Rektor (Akhmad Muzakki). UKM-UKK harus memenuhi tiga pilar, yaitu aktivis-organisatoris, intelektual-akademis, dan spiritual-religius. Tiga pilar itulah yang menjiwai seluruh elemen organisasi mahasiswa UINSA,” ungkapnya.
Untuk diketahui, ada empat UKM yang bergerak di bidang minat bakat di UINSA yakni Mahasiswa Pecinta Alam Sunan Ampel (MAPALSA), Paduan Suara Mahasiswa (PSM), Unit Kegiatan Mahasiswa Seni Budaya (UKMSB), dan Unit Kegiatan Olahraga (UKOR).
Lalu di bidang keagamaan ada dua, yakni Ikatan Qori’ Qori’ah Mahasiswa (IQMA) dan Unit Pengembangan Tahfdizul Qur’an (UPTQ). Sedangkan di bidang penalaran juga terdiri dari dua UKM, yaitu Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Solidaritas dan Unit Kegiatan Pengembangan Intelektual (UKPI).
“Rencananya di bidang keagamaan dan penalaran masing-masing akan ditambah tiga. Mungkin bisa debat, atau yang lainnya. Nanti juga akan ada UKM yang bergerak di bidang teknologi dan riset,” beber Muhid.
Problem lain, restrukturisasi diperlukan guna merapikan kembali regulasi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) terkait pembentukan UKM yang selama ini masih rancu. Sebab, kondisi tersebut menyebabkan munculnya UKM secara liar (ilegal) dan tidak memiliki blueprint. Sementara pembentukan suatu UKM nantinya akan berkaitan dengan alokasi Dana Pengembangan Pendidikan (DPP).
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi
Cek berita dan artikel lainnya di Google News