Beruntung, di UIN Jogja akhirnya ia berhasil menamatkan kuliah hingga jadi sarjana. Ia merasa puas dengan keputusan yang ia ambil.
Bahkan, ia menyadari bahwa dulu ia mengutamakan kampusnya ketimbang jurusan yang sesuai minat dan bakatnya. Ia mengaku pada akhirnya menyadari bidang yang ia suka setelah masuk di kampus lain.
“Dulu saat mengejar UGM itu ya memang utamanya melihat kampusnya. Tapi, setelah gagal aku jadi sadar bahwa paling utama adalah jurusannya. Bidang yang sesuai dengan minat dan kemampuan kita,” katanya.
Ketika kesadaran itu timbul, akhirnya justru ia bisa kuliah S2 di UGM. Ia mulai masuk pada semester genap 2024 ini. Meski prosesnya panjang dan berliku, pada akhirnya ia bisa juga berkuliah di tempatnya sempat menaruh harapan saat lulus SMA tujuh tahun silam.
Nama besar UGM masih berpengaruh
Narasumber Mojok lain, Rama (23), mengaku bahwa nama besar UGM memang jadi daya tarik yang memikat calon mahasiswa. Apalagi, ia dulunya sekolah di sebuah SMA negeri di Jogja. Baginya, UGM adalah standar yang sebenarnya tidak terlalu tinggi bagi anak SMA di Kota Jogja.
Namun, ternyata ia gagal pada pilihan pertama dan kedua SNBT 2018 di UGM. Ia masuk di pilihan ketiga, di PTN lain yang sebenarnya secara kualitas masih jauh. Akreditasi kampusnya masih B hingga sekarang.
Akhirnya ia putuskan untuk melanjutkan di tempat tersebut sampai menyandang gelar sarjana. Selepas itu, ternyata ia kembali mengejar mimpinya masuk UGM di jenjang S2.
“Kenapa ingin daftar kuliah S2 di UGM? Tentu karena merasa butuh untuk memperdalam keilmuan lagi. Selain itu ya, kampus ini kan memang unggul dalam aspek akademik dan non akademik dibanding kampus lain di Jogja,” paparnya.
Setidaknya, itulah beberapa kisah orang yang pernah gagal masuk UGM. Sempat menjalani kuliah di kampus lain, tapi ternyata di benaknya selalu ada UGM. Hingga akhirnya hidup memang menuntun mereka ke sana dengan cara yang beragam.
Penulis: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.