Derita Punya Dosen Pembimbing Kelewat Baik dan Terniat, Mumet Bimbingan Setiap Hari dan Skripsi sampai 200 Halaman, Setelah Lulus Jadi Orang Linglung

Dosen Pembimbing Kelewat Baik Bikin Repot Mahasiswa MOJOK.CO

Ilustrasi - Dosen pembimbing kelewat baik bikin repot mahasiwa. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Sebagian besar mahasiswa akhir tentu mendambakan mendapat dosen pembimbing baik saat proses skripsi. Karena berharap skripsi berjalan lancar biar cepat lulus. Namun, dosen pembimbing yang kelewat baik dan niat ternyata malah bikin mahasiswa kewalahan.

Renaldi (25) dengan senang hati membagikan ceritanya berhadapan dengan dosen pembimbing yang kelewat baik dan niat, saat ia masih menjadi mahasiswa akhir di salah satu kampus besar di Surabaya, Jawa Timur.

Rizal sendiri mulai mengajukan skripsi pada semester 6, kira-kira pada tahun 2020. Ia berhasil di semester 7. Artinya ia lulus cepat: 3,5 tahun.

“Situasinya kan pandemi. Waktu itu aku pulang kampung ke Kediri, Jawa Timur. Karena saat itu aku belum kerja dan nggak punya kesibukan lain, ya udah ngerjakan skripsi aja,” ujar Renaldi, Kamis (23/05/2024) pagi WIB.

Dosen pembimbing ajak bimbingan tiap hari

Setelah judul ACC dari kaprodi dan dosen wali, Renaldi sebenarnya sangat sumringah saat tau siapa dosen pembimbing yang bakal membibingnya. Yaitu sosok dosen yang terkenal sangat baik di jurusan kampus Surabaya tempatnya kuliah.

Renaldi sebenarnya tak menarget lulus cepat. Pokoknya yang penting saat ia menghubungi, si dosen pembimbing merespons dan tidak mempersulit. Dan itu memang sudah terlihat saat pertama kali Renaldi menghubungi dosen pembimbingnya tersebut. Si dosen pembimbing menekankan, kapan pun Renaldi butuh ia akan stay.

“Terus saat bimbingan pertama bab 1, dosbingku tanya, aku mau santai apa cepet? Aku jawab santai kan. Tapi dosbingku ngajak cepet aja. Ya udah aku ikut,” kata mahasiswa Sejarah kampus Surabaya itu.

Tapi di luar dugaan Renaldi, ternyata si dosen pembimbing ngajak Renaldi bimbingan nyaris setiap hari. Karena memang hanya Renaldi satu-satunya mahasiswa yang dalam bimbingan si dosen pembimbing tersebut.

Sontak Renaldi agak kepontal-pontal. Bimbingan akan berlangsung di jam-jam setelah Zuhur. Alhasil, waktu Renaldi terasa amat padat. Ia akan mengerjakan skripsi di malam hari dan lanjut di pagi hari. Lalu siangnya bimbingan. Begitu terus siklus yang ia jalani selama masa skripsi.

Jarang revisi tapi dosen pembimbing minta halaman nambah terus

“Dosbingku nggak terlalu sering minta revisi. Kalau toh revisi paling typo-typo. Kalau konten bukannya disuruh revisi tapi malah minta ditambahai,” ungkap mahasiswa Surabaya yang kini juga bekerja di Surabaya ini.

Masalahnya, tambahan yang si dosen pembimbing minta tidak cuma dua/tiga halaman saja per bab. Tapi berlembar-lembar halaman. Harus rinci dan analitis kalau kata si dosen pembimbing.

Tapi bagi Renaldi sih malah terkesan bertele-tele. Dan tentu saja bikin mumet, karena bingung harus manjangin model bagaimana lagi. Hingga akhirnya skripsi garapan Renaldi nyaris menyentuh 200 halaman, persisnya 190 halaman.

“Di angka itu aku terus terang ke dosen pembimbingku, aku nggak sanggup, sudah mentok, tutur Renaldi.

“Dosbingku ketawa waktu aku bilang gitu. Katanya, skripsi dia malah nyentuh angka 300 halaman. Ya mohon maaf, kita kan nggak sama,” sambung mahasiswa Surabaya itu.

Proses skripsi tersebut terasa sangat menguras energi Renaldi. Ia juga kurang tidur. Ya bagaimana bisa tidur jenak, nyaris setiap hari ia diburu revisi.

Baca halaman selanjutnya…

Lulus jadi orang linglung

Dosen penguji geleng-geleng kepala

Saat sidang skripsi secara online, hal pertama yang para dosen penguji tanyakan pada Renaldi adalah, “Kok bisa?”, “Mengerjakannya bagaimana?”

“Bahkan kaprodiku bilang, 200 halaman itu setara skripsinya dia,” ucap Renaldi.

Bahkan ada juga dosen penguji yang bilang kalau seharusnya Renaldi cukup bikin paling banyak 150 halaman saja. Itu sudah memenuhi persyaratan skripsi di fakultas. Agar waktu Renaldi tak cuma terbuang di skripsi, tapi juga bisa untuk hal-hal produktif lain. Meskipun di satu sisi para dosen penguji itu tetap mengapresiasi.

Setelah proses skripsi yang menguras energi dan pikiran itu, Renaldi mengaku agak sedikit stuck. Berbulan-bulan ia merasa buntu, pikirannya tak bisa diajak berpikir berat. Padahal waktu itu ia punya peluang bisnis yang bisa memberi pemasukan sementara sebelum ia mendapat pekerjaan tetap.

“Gara-gara skripsi hampir 200 halaman, banyak temen-temen bahkan mahasiswa-mahasiswa di kampusku di Surabaya mau pakai jasaku. Jadi joki skripsi,” kata Renaldi.

“Kan lumayan, harga dari Rp2 juta sampai Rp3 jutaan. Tapi entah kenapa kayak nggak mampu buat mikir berat dan ilmiah lagi. Jadi nggak aku ambil. Sayang banget,” tutup alumnus kampus negeri Surabaya itu.

Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi

BACA JUGA: Ngotot Kuliah di Kampus Mahal Surabaya demi Gengsi, Bapak Ibu Harus Kerja Sengsara buat Bayar UKT Tinggi sementara Si Anak Happy-Happy

Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.

Exit mobile version