Kuliah sambil kerja itu kian berat ketika ketemu dosen killer yang tidak suka dengan tipe mahasiswa seperti ini. Padahal dari kerja itu, seorang mahasiswa bisa membiayai kuliahnya sekaligus punya pengalaman lebih.
***
Sidiq (22)* adalah mahasiswa yang mengikuti program alih jenjang dari D3 ke S1. Awalnya ia lulus D3 di sebuah kampus di Jawa Timur. Dalam bayangannya tidak ada keinginan untuk mengambil program alih jenjang. Ia justru berpikir bagaimana bisa langsung bekerja.
“Jadi setelah lulus D3, aku tidak ada niatan kuliah lagi, aku langsung cari pekerjaan dan dapat,” kata Sidiq. Namun, beberapa bulan kemudian, orang tuanya meminta Sidiq untuk melanjutkan ke jenjang sarjana. Ia akhirnya memenuhi keinginan orang tuanya karena pertimbangan untuk masa depan. Meski dia sebenarnya khawatir jika kuliah lagi akan kehilangan pekerjaan saat ini.
Kena semprot dosen killer karena kuliah sambil kerja
Solusi yang ia ambil adalah kuliah sambil kerja. Setelah mencari kampus yang sekiranya cocok, ia memutuskan untuk kuliah lagi di almamaternya. Salah satu alasannya karena salah satu dosen yang biasa menampung aspirasi mahasiswa di kampusnya mengatakan kalau program alih jenjang memang diperuntukan kepada pekerja yang ingin melanjutkan pendidikan.
Shidiq menyatakan, sebenarnya ia tidak ingin kuliah di almamaternya karena sistem administrasinya yang menurutnya sangat tidak praktis. Namun, karena banyak teman-temannya yang melanjutkan juga di kampus itu, ia akhirnya ikutan juga.
“Aku selalu berusaha untuk mengikuti perkuliahan, dan beberapa kali aku izin tidak masuk, karena bentrok dengan pekerjaan. Hingga sampailah pada Ujian Akhir Semester (UAS), dan aku baru mengetahui informasi bahwa izin tidak mengikuti perkuliahan karena bekerja akan tetap tertulis alpa pada sistem di kampus A ini,” kata Sidik kepada Mojok, Senin (29/1/2024).
Akibatnya ada satu mata kuliah yang secara absensi tidak memenuhi syarat ia bisa ikut UAS. Ia harus mengikuti ujian UAS susulan dengan syarat meminta persetujuan dari dosen pengampu mata kuliah.
Masalahnya dosen yang sebenarnya dalam mengajar itu enak, ternyata jadi dosen killer kalau urusan disiplin. Di ruang dosen, Sidiq bertemu dengan dosen tersebut. Ketika ia menjelaskan maksud dan tujuannya, dosen tersebut terlihat tidak senang. “Kenapa banyak absen, jika tidak niat kuliah, tidak usah kuliah!,” kata Shidiq menirukan omongan dosen killer tersebut.
Kuliah sambil kerja bisa jadi satu-satunya pilihan
Ia berusaha menjelaskan alasannya beberapa kali absen tidak mengikuti kelasnya karena ia kuliah sambil kerja. Awalnya, penjelasannya tidak bisa dosen terima. Bahkan mereka saling berbantahan. “Akhirnya aku menerima saja yang dosen itu sampaikan, sambil minta maaf. Kalau saya bantah terus, pasti malah dosennya marah terus. Akhirnya aku bisa mengikuti UAS susulan,” kata Shidiq.
Shidiq mengatakan ia sebenarnya tidak meminta keistimewaan, tapi ia menilai karena sebelumnya ada pihak dosen yang menyatakan program alih jenjang memang untuk orang yang sudah bekerja, dosen lain harusnya sepemikiran. Bisa jadi orang-orang yang kuliah sambil kerja karena itu satu-satunya pilihan agar mereka bisa membiayai pendidikan tinggi mereka.
Narasumber lain, Adit (24) mahasiswa reguler di salah satu perguruan tinggi negeri di Yogyakarta. Ia sudah sejak awal kuliah berkomitmen untuk tidak menyusahkan orang tuanya yang tidak mampu membayar kuliahnya. “Keputusannya adalah aku harus kuliah sambil kerja. Mau cari beasiswa, kemampuan akademis ku biasa-biasa saja,” katanya.
Ia kemudian berkompromi dengan beberapa dosen bahwa beberapa kali ia mungkin tidak masuk kuliah karena kuliah sambil kerja. “Tapi aku nggak minta diistimewakan, aku cuma minta, bisa nggak absensi itu diganti tugas pengganti,” ujarnya.
Bersyukur ada dosen yang mau kompromi
Beberapa dosen ada yang menerima kompromi, tapi tidak sedikit dosen killer yang berpegang pada aturan harus 75 persen mengikuti kuliah. “Kalau seperti ini ya paling ngatur shift pekerjaan dengan teman yang lain. Bagaimanapun kerja sambil kuliah itu aku lakukan untuk bayar kuliah juga,” katanya.
Ada dosen yang menyarankannya untuk ambil cuti kuliah, baru setelah punya uang masuk kuliah lagi. Namun, opsi itu menurutnya juga tidak bisa jadi solusi. “Ya, kalau menurutku sekalian saja capeknya, yang penting bisa lulus,” katanya.
Ana (20) memutuskan untuk kuliah sambil kerja karena merasa dengan latar belakang keluarga yang kelas menengah, tidak mungkin ia hanya menggantungkan biaya pendidikan dari orang tua.
“Awalnya aku membayangkan pasti keren seperti di sosmed-sosmed ya. Gimana asyiknya ngatur waktu antara kerja dan kuliah,” kata mahasiswi Perguruan Tinggi Swasta di Jawa Timur ini.
Dosen tidak menjamin kalau fokus kuliah setelah lulus pasti langsung dapat kerja
Namun, kenyataannya ia harus pandai-pandai mengatur juga mood atau perasaan selama kerja sambil kuliah. Kadang mood-nya naik turun karena ada dosen-dosen yang sepertinya menyepelekan mahasiswa yang sambil kerja. “Ada yang minta untuk fokus kuliah dulu, aku mikirnya setelah lulus nanti cari kerjanya belum tentu mudah,” ujar Ana.
Masalahnya, dosen tersebut tidak bisa menjamin apakah dia bisa langsung dapat kerja setelah lulus. Selain itu, tentu saja dosen tersebut tidak bisa membantunya untuk membayar uang kuliahnya.
“Kadang dapat sindiran di kelas karena terlihat capek atau tertidur. Senang itu kalau dapet dosen yang ndukung, tapi kuliah sambil kerja memang capek. Kalau ada pilihan, ya mending memang fokus kuliah saja,” katanya.
Satu hal lagi yang ia pikirkan, seandainya nanti ia lulus kuliah, ia tidak perlu bingung untuk mencantumkan portofolio pengalaman kerjanya. Harapannya walaupun nanti ia dapat pekerjaan baru, akan lebih mudah.
Penulis: Agung Purwandono
Editor: Hammam Izzuddin
BACA JUGA Nestapa Dosen Muda Digencet Ribetnya Administrasi dengan Gaji di Bawah Guru SD
Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News