Menjadi mahasiswa penerima beasiswa S1 KIP Kuliah membuat narasumber Mojok melayangkan “balas dendam” pada orangtuanya. Dengan menyisihkan sebagian uang beasiswa tersebut, dia mencoba memanjakan diri sendiri. Hal yang tidak pernah dia dapat sejak kecil dari orangtuanya sendiri.
***
Lama nian Rosa (22), nama samara, memendam keluh di hati. Dia kerap kali mendapat cibiran lantaran seolah tidak mencerminkan diri sebagai penerima beasiswa KIP Kuliah—yang seyogianya diperuntukkan pada mahasiswa kurang mampu.
Lebih-lebih, dia pernah bercerita pada beberapa temannya kalau sering kali orangtuanya di rumah berniat menghutang uang pada Rosa, tapi Rosa menolaknya mentah-mentah.
Cerita Rosa memang tidak utuh. Alhasil, banyak di antara teman-temannya yang menyalahpahami cerita Rosa. Menganggap Rosa anak tidak tahu terimakasih pada orangtua.
Sampai akhirnya Rosa membaca cerita nyaris serupa dalam liputan Mojok berjudul, “Uang KIP Kuliah Ludes buat Ngutangi Orangtua hingga Nebus Kakak di Penjara, Buatku Ingin Pergi Jauh dan Tak Pulang-pulang”.
Dalam tulisan tersebut, Ando* sebagai mahasiswa S1 penerima beasiswa KIP Kuliah dari Jawa Timur tampak tak berdaya di hadapan orangtuanya. Uang beasiswa yang dia terima kerap ludes hanya karena orangtua di rumah sering “minta bagian”.
Lantaran gemas dengan Ando, Rosa merasa perlu membagikan ceritanya kepada Mojok. “Karena menurutku, jika orangtua sudah kelewatan, rasa-rasanya anak berhak tidak patuh padanya,” ungkap perempuan asal Jawa Tengah itu, Minggu, (25/8/2025).
Memendam iri sejak kecil
Barangkali sikap Rosa keliru. Dia memberi disclaimer itu. Tapi yang jelas, Rosa merasa tumbuh dengan banyak keinginan yang terpendam karena tidak bisa dipenuhi oleh orangtuanya.
Rosa lahir di tengah keluarga dengan ekonomi pas-pasan. Dia anak pertama dari dua bersaudara. Adiknya kini masih duduk di bangku SMA.
Sejak kecil Rosa sudah memendam bertumpuk rasa iri terhadap teman-teman sebaya. Karena terlampau banyak hal yang tidak dituruti. Sesimpel uang jajan yang dibatasi, tak akan beli barang baru (seperti tas atau sepatu) kalau tidak benar-benar rusak parah.
“Aku bukannya nggak bisa memahami kondisi orangtuaku. Tapi kalau aku membandingkan dengan orangtua teman-temanku, walaupun pas-pasan tapi tampak selalu mengusahakan memberi apa yang anak inginkan,” kata Rosa.
Akan tetapi, Rosa tidak melihat ada upaya itu dari orangtuanya. Sekalipun Rosa menangis sampai air matanya kering, orangtuanya tak akan beruapaya untuk menuruti apa yang Rosa inginkan.
Nyaris tak bisa kuliah, untung dapat beasiswa S1 KIP Kuliah
Hal itu juga terjadi ketika Rosa mengungkapkan keinginannya untuk kuliah. Penolakan lah yang dia terima dari orangtuanya. Alasannya tentu saja tidak ada biaya.
“Sementara teman-temanku, orangtuanya selalu bilang ke anak-anak, pokoknya jangan pikirkan biaya, biaya biar orangtua yang mikir,” ujar Rosa. Lagi-lagi, itu membuat Rosa iri sekaligus nelangsa.
Maka, sejak awal mendaftar kuliah, Rosa mengincar betul beasiswa S1 KIP Kuliah. Seandainya tidak tembus, maka dia harus memupus impiannya untuk menjadi mahasiswa-sarjana. Paling-paling dia akan bekerja di pabrik, kasir minimarket, atau penjaga toko, sebelum akhirnya menikah.
Jika itu terjadi, dalam bayangannya, dia pasti hanya akan bisa menapat kelu teman-temannya yang sibuk dengan dunia kuliahnya masing-masing. Untungnya, Rosa keterima beasiswa S1 KIP Kuliah.
“Sebenarnya orangtua setengah hati melepasku setengah hati untuk kuliah. Karena mereka memang penginnya aku bekerja saja, bantu ekonomi keluarga. Tapi kan mereka nggak keluar biaya, aku malah dapat saku dari beasiswa itu,” tutur Rosa.
Baca halaman selanjutnya…
Balas dendam manjakan diri sendiri dan abaikan ortu karena sakit hati masa lalu
Balas dendam dengan beasiswa KIP Kuliah
Pada awal masa kuliah 2021 silam, awalnya Rosa menggunakan uang beasiswa KIP Kuliah itu secara semestinya. Dia juga masih bergaya hidup sekadarnya.
Akan tetapi, lambat-laun, bom waktu—berupa rasa iri sejak masa kecil—di dadanya meledak juga. Timbul dorongan untuk balas dendam: memenuhi apa yang dia inginkan tanpa ditahan-tahan. Karena sudah terlalu lama dan teramat banyak keinginannya yang tertahan.
“Aku tentu beli hp baru yang bagus. Karena hpku yang pemberian orangtua itu hp murah dan burik. Aku beli sepatu yang lebih pantas, pokoknya lain-lain juga lebih pantas,” ungkap Rosa.
Seiring waktu, Rosa juga mulai sering jajan-jajan di mall atau paling tidak makan-makanan enak.
Setiap kali makan enak atau beli barang-barang baru, Rosa tak memungkiri kerap kebayang kalau di rumah orangtuanya masih makan sekadarnya dan menggunakan barang-barang ala kadarnya. Tapi bayangan itu lekas dia tepis jauh-jauh.
“Karena apa yang kudapat sekarang, itu rezekiku dari usahaku lolos beasiswa KIP Kuliah. Aku berhak menikmatinya sendiri. Aku merasa berhak memanjakan diri sendiri karena itulah yang nggak kudapat sejak kecil,” ucapnya dengan nada emosional.
Pilih tak pedulikan nasib orangtua
Balas dendam yang Rosa lakukan tidak sekadar untuk memanjakan dirinya sendiri. Tapi bahkan sampai mengabaikan nasib orangtuanya di rumah.
Gambaran orangtua Rosa mirip dengan orangtua Ando seperti dalam tulisan yang disinggung di sub-judul sebelumnya. Beberapa kali mereka hendak meminjam uang pada Rosa. Alasan untuk ini-itu. Tapi Rosa tega-tegaan menolak. Karena Rosa juga butuh.
“Maksudku, aku aja nggak dikasih uang saku selama jadi mahasiswa, karena mereka tahu aku dapat beasiswa KIP Kuliah. Dan karena tahu aku dapat beasiswa, mereka mau ngutang. Kadang aku merasa, kok tega ya mereka,” gerutu Rosa.
Kadang, orangtua Rosa menggunakan adik Rosa sebagai alasan. Mengingat sang adik masih sekolah. Tapi itu tak lantas membuat Rosa mengirim uang ke orangtuanya.
Rosa punya dua kartu ATM. Diam-diam dia memberikan salah satunya untuk sang adik. Melalui kartu ATM tersebut, Rosa kerap mengirim beberapa uang untuk tambah-tambahan jajan sang adik. Syaratnya: pokoknya jangan sampai bilang ke orangtua mereka.
“Karena aku tahu adikku juga bernasib sama denganku. Jadi aku mencoba kasih sebisaku,” ujar Rosa.
Saat menceritakan hal ini pada teman-temannya, Rosa mendapat teguran. Menganggap seharusnya Rosa tak begitu. Sebab, jika kondisi orangtua memang benar-benar tidak mampu, masa mau dipaksakan? Justru ini kesempatan Rosa untuk memberi kecukupan pada orangtuanya. Tapi masalah yang Rosa hadapi dengan orangtuanya ternyata tidak sebatas itu.
Bapak pemalas, sementara ibu memakluminya
Inilah bagian yang tak Rosa ceritakan pada teman-temannya.
Kata Rosa, bapaknya ternyata pemalas. Sejak dulu pemalas. Hanya seminggu kerja, lalu berhenti karena merasa capek, tak cocok dengan bosnya, dan sekian alasan lain. Bapaknya lebih suka grudak-gruduk di warung kopi: main catur sampai larut malam, bangun kesiangan langsung minta kopi dan sarapan.
Dalam sebulan, bisa dihitung berapa kali dia tampak bekerja. Dan bukan karena tak ada kerjaan, tapi memang karena malas saja.
Saat hendak berangkat kuliah dengan bekal beasiswa S1 KIP Kuliah itu, Rosa sebenarnya sudah menegur ibunya agar sang ibu tak segan-segan mendorong bapak Rosa lebih biat bekerja.
“Aku bisa kuliah karena beasiswa KIP Kuliah. Kalau adikku nanti punya keinginan S1, iya kalau dapat beasiswa juga, kalau nggak, masa nggak bisa lanjut kuliah dengan alasan nggak ada biaya? Sementara laki-kaki yang bertanggungjawab mencari biaya malah malas-malasan,” keluh Rosa.
Tapi ibu Rosa terlalu memaklumi sang suami. Bahkan cenderung membelanya. Itu membuat Rosa muak. Karena itulah kenapa tiap ibunya menelepon minta hutangan uang, Rosa akan menolak mentah-mentah. Sampai ibunya sampai menuding Rosa tega “menelantarkan” orangtua. Tapi Rosa memilih tutup kuping, sepanjang bapak-ibunya tidak mau sama-sama sadar dan berbenah.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi
BACA JUGA: Mati-matian Kuliah PTN Bayar UKT Sendiri, Pas Jadi Sarjana Sukses Ortu Tiba-tiba Tuntut Balas Budi atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan
