Purwokerto terkenal sebagai kota dengan biaya hidup rendah. Kalkulasi BPS menemukan angka biaya hidup di ibukota Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, ini sebesar Rp5,88 juta per bulan. Hanya kalah murah dari Cilacap, Maumere, Sibolga, Kudus, dan Tegal. Maka tak salah jika banyak mahasiswa memutuskan buat kuliah di Purwokerto.
Sayangnya, biaya hidup murah tak sepenuhnya bisa disyukuri. Sebab, banyak mahasiswa tetap mengeluhkan soal besaran uang kuliah tunggal (UKT) yang tingginya enggak ngotak. UKT tinggi untuk jurusan favorit, mungkin masih bisa mereka tolerir. Namun, bagaimana kalau mengeluarkan biaya kuliah selangit tapi dapatnya jurusan yang akreditasinya masih B?
Hal tersebut Talib (19) rasakan. Mahasiswa salah satu PTN di Purwokerto ini mengaku menyesal, sebab ia mendapat UKT tinggi, masih harus membayar uang pangkal di awal perkuliahan, tapi ternyata akreditasi jurusannya masih B.
“Sayangnya udah enggak punya opsi buat pindah kampus karena orang tua udah entek-entekan duitnya buat kuliahin aku di sini,” kata Talib, saat Mojok hubungi Selasa (5/3/2024) malam.
Dapat UKT tertinggi dan uang pangkal Rp25 juta
Talib berkuliah di satu-satu PTN yang berada di Purwokerto. Aktif sebagai mahasiswa angkatan 2023. Ia meminta Mojok buat menyamarkan nama kampus, meski kata dia, “percuma karena kampusku jadi satu-satunya yang negeri di Purwokerto”.
Ia masuk PTN ini via jalur seleksi mandiri setelah sebelumnya gagal di SNBT. Kata Talib, ia memilih kampusnya ini karena berbabagi pertimbangan.
Pertama, jarak kota tempat tinggalnya dengan Purwokerto tak terlalu jauh, cukup satu jam motoran. Jadi, tiap akhir pekan Talib bisa pulang bertemu keluarga. Kedua, berdasarkan saran dari beberapa kakak kelasnya, konon kampus ini terkenal murah.
“Setelah gagal SNBT di UGM, aku coba tes mandiri di sini dan ternyata lolos,” ujar mahasiswa Purwokerto ini.
Sayangnya, biaya kuliah murah seperti yang digemborkan tadi hanyalah mitos. Saat mengikuti seleksi mandiri, ia sudah berhadapan dengan angka-angka besar untuk uang pangkal.
“Jadi paling rendah itu Rp25 juta buat jurusan yang aku ambil. Sisanya tinggi-tinggi banget, 50 sampai 100 juta pun ada,” jelasnya.
Ia pun memutuskan memilih angka Rp25 juta karena yang paling rendah. Tak sampai di situ, ketika sudah kuliah angka-angka fantastis pun kembali harus ia hadapai. Talib menerima UKT dengan besaran Rp5 jutaan, padahal kedua orang tuanya hanya buruh pabrik biasa dengan penghasilan pas-pasan.
“Rasanya mau nangis. Tak tega bilang ke orang tua.”
Akreditasi jurusan masih B
Sebenarnya, Talib sudah jujur ke kedua orang tuanya kalau dia mau-mau saja untuk mengundurkan diri. Niatnya ia ingin gap year, kemudian daftar lagi tahun berikutnya di kampus yang biaya kuliahnya lebih manusiawi.
Namun, orang tuanya menolak. Alasannya, Talib sudah melalui banyak hal untuk masuk kampus negeri. “Kata bapak, kalau coba lagi tahun depan belum tentu lolos yang negeri,” ujar Talib.
Mahasiswa Purwokerto ini hanya bisa manut. Ia berpikir kata-kata orang tuanya tadi ada benarnya juga. “Yaudah enggak apa-apalah, jalani aja.”
Beberapa bulan berkuliah, Talib baru tahu kalau jurusan kuliahnya ternyata akreditasinya masih B. Fyi, Talib berkuliah di jurusan yang berada di fakultas teknik.
Uniknya lagi, ia tahu kalau jurusannya akreditasi B dari sebuah grup di Facebook. Dalam sebuah unggahan yang memuat daftar jurusan, kampus, dan akreditas, tertulis bahwa jurusan tempat ia kuliah ini masih akreditasi B. Talib kemudian mengeceknya ke situs resmi kampus, dan ternyata benar.
“Salah aku juga kali ya, karena di awal enggak ricek. Faktor udah mepet aja, sih. Uang pangkal tinggi aja lewat apalagi cuma akreditasi kampus,” jelasnya.
“Jujur, rada insecure setelah tahu. Jurusanku ‘kan sikut-sikutan banget di dunia kerja nanti. Aku takut gara-gara akreditasi B kita kalah saing dengan lulusan kampus lain.”
Baca halaman selanjutnya…
Sama sekali tak bisa menikmati biaya hidup yang katanya murah
Tak bisa menikmati biaya hidup yang katanya rendah
Mendengar kisah Talib yang harus bergulat dalam tingginya uang kuliah, saya pun menanyakan apakah biaya hidup rendah di Purwokerto masih relevan baginya?
Kata Talib, klaim “biaya hidup murah” ini tak sepenuhnya tepat. Sebab, untuk mencari makanan yang terjangkau di sekitaran kosnya, misalnya, butuh kejelian dan tricky abis.
“Sekitaran kampus banyak tuh makanan yang mahal. Mana yang katanya murah?,” jelasnya.
Sewa indekosnya di sekitaran kampus juga tak bisa disebut murah. Rp700 ribu sebulan. Bahkan, beberapa temannya ada yang dapat lebih mahal. “Ada sih yang murah. Jauh dari kampus dan kurang layak huni.”
Ia pun mengaku, seandainya klaim “biaya hidup murah” itu memang benar, semua jadi percuma karena tertutup besarnya uang kuliah. “Percuma makan murah, kos murah, tapi tiap awal semester selalu degdegan takut enggak bisa bayar UKT,” pungkasnya.
10 kota dengan biaya hidup termurah
Buat kalian yang mempertimbangkan untuk tinggal atau kuliah di suatu kota, referensi ini mungkin bisa kalian pertimbangkan. Berikut ini daftar 10 kota di Indonesia dengan biaya hidup paling murah versi Survei Biaya Hidup (SBH) BPS 2022:
1.Cilacap – Rp5,37 juta
Survei Biaya Hidup (SBH): Rp5,37 juta.
UMR: Rp2,38 juta.
2.Maumere – Rp5,52 juta
SBH: Rp5,58 juta.
UMR: Rp2,12 juta
3.Sibolga
SBH: Rp 5,68 juta
UMR: Rp3,19 juta
4.Kudus
SBH: Rp5,71 juta
UMR: Rp2,29 juta
5.Tegal
SBH: Rp5,86 juta
UMR: Rp2,10 juta
6.Purwokerto
SBH: Rp5,88 juta
UMR: Rp2,11 juta
7.Singaraja
SBH: Rp5,97 juta
UMR: Rp2,71 juta
8.Sumenep
SBH: Rp5,99 juta
UMR: Rp2,17 juta
9.Jember
SBH: Rp6,09 juta
UMR: Rp2,55 juta
10.Waingapu
SBH: Rp6,15 juta
UMR: Rp2,12 juta
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Mahasiswa UNNES Semarang Tetap Lulus Cumlaude Meski Kuliah Salah Jurusan dan Tak Paham Materi
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.