Beberapa mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) yang mengikuti program beasiswa bidikmisi terancam tak punya tempat tinggal dan kesulitan memenuhi hidup mereka sembari kuliah. Sebab nyatanya, dana yang diberikan oleh pemerintah itu masih tak bisa menalangi kebutuhan mereka. Namun, berkat aksi heroik alumnusnya, para mahasiswa itu dapat tinggal di asrama bahkan mendapat bimbingan belajar tanpa ditarik biaya.
***
Setelah kuliah hampir 6 tahun di Institut Pertanian Bogor (IPB), Rico Juni Artanto (37) akhirnya lulus sebagai Sarjana Kedokteran Hewan pada tahun 2012. Alih-alih melanjutkan mimpinya sebagai dokter hewan, Rico justru banting setir ke jalur pemberdayaan anak muda.
Bukan tanpa alasan, Rico mengaku motivasinya lahir saat melihat kesulitan adik tingkatnya pontang-panting memenuhi kehidupan hidup sembari berkuliah. Saat kuliah, Rico ditunjuk sebagai PIC program beasiswa bidikmisi dari pemerintah.
Dari sanalah ia banyak mendengar curhatan dari adik-adik tingkatnya yang mengikuti program tersebut. Memang betul, dari program tersebut, mahasiswa mendapat tambahan uang saku sekitar Rp600 ribu per bulan tapi jumlah itu dinilai belum cukup.
Banyak mahasiswa, terutama perantau, yang masih kesulitan bertahan hidup. Lebih-lebih, ketika dana bidikmisi yang dijanjikan belum cair selama berbulan-bulan. Mendengar curhatan itu, hati Rico jadi terenyuh sebab ia sendiri pernah mengalaminya semasa kuliah.
Mahasiswa IPB kesulitan memenuhi kebutuhan hidup
Sejak kecil, Rico tinggal dan diasuh oleh neneknya. Untuk kuliah saja, ia harus ngotot dengan orang tuanya perkara biaya. Namun, Rico tak putus asa. Ia tetap melanjutkan mimpinya.
“Saya pernah menunggak bayar Sumbangan Pembinaan Pendidikan atau SPP karena tidak bisa bayar. Jadi beberapa kali saya dibantu oleh dosen,” ucap alumnus IPB tersebut.
Boro-boro membayar SPP, pemuda asal Tuban itu mengaku untuk makan saja kepayahan. Sangking susahnya, ia sering makan satu kali sehari. Kadang-kadang, tidak sama sekali. Untuk menambah uang saku, Rico mencari pekerjaan part time seperti mengajar les dan jualan sukulen alias tanaman hias berukuran kecil.
Kejadian yang Rico alami ternyata juga terjadi di mahasiswa IPB lainnya, terutama mahasiswa penerima bidikmisi. Sampai-sampai, mereka harus mengajukan pinjaman dana kepada para alumni IPB untuk menalangi ongkos tempat tinggal.

Rico juga sering meminjamkan uang pribadinya untuk membantu adik-adik tingkatnya, meski kebanyakan tidak kembali. Namun, setelah dipikir-pikir, Rico merasa solusi tersebut kurang tepat karena terkesan mengajari mahasiswa berhutang.
Baca Halaman Selanjutnya
Bikin asrama khusus mahasiswa bidikmisi
Oleh karena itu, alumnus IPB tersebut berkeinginan kuat untuk membuat asrama yang ditinggali mahasiswa bidikmisi. Mulanya, ia mengajukan proposal ke IPB tapi ditolak. Akhirnya, Rico bersama teman-teman alumni IPB lainnya nekat mencari kontrakan besar dekat kampus.
“Akhirnya saya dapat rumah besar waktu itu. Penghuninya bisa sampai 50. Saya ketemu pemilik rumah dengan tangan kosong karena belum ada uang sama sekali,” kata Rico.
“Saya bilang (ke pemilik rumah), ‘mau sewa rumah ini, tapi saya sekarang nggak ada uang. Boleh dibayar di belakang nanti dan apakah boleh dicicil? Akhirnya beliau bilang boleh. Jadi senekat itu dulu, sangking mepetnya, karena adik-adik kelas saya butuh tempat tinggal. Kasihan mereka,” tuturnya.
Diusir dari kontrakan dan terancam tak punya tinggal
Selain untuk hunian, Rico juga menjadikan asrama tersebut sebagai wadah pengembangan potensi diri mahasiswa. Kegiatannya berupa aksi sosial kependidikan dan kepemudaan di Bogor seperti pembinaan esai, karya ilmiah, dan PKM. Asrama tersebut kemudian dikenal sebagai Pondok Inspirasi sejak tahun 2015.
Sembari mengurus asrama tersebut, Rico juga bekerja sebagai dosen honorer di salah satu kampus di Bogor. Gajinya saat itu dibawah UMR tapi sebagian masih dia pakai untuk membantu mahasiswa IPB.
Sampai akhirnya, Covid-19 melanda Indonesia di tahun 2019. Pada masa-masa itu, Rico mengaku kuangan Pondok Inspirasi anjlok. Biaya sewa rumahnya pun sampai nunggak dengan jumlah mencapai Rp120 juta.
Sedangkan Rico sendiri tak mampu menalangi karena baru saja resign dari pekerjaannya. Ia pun membuat kelas bimbingan belajar online untuk menyicil sedikit demi sedikit.
Namun, tetap saja upaya tersebut tak membantu banyak. Akhirnya, Rico mengirim berbagai proposal kerja sama ke berbagai perusahaan. Hingga bulan-bulan berikutnya, Rico tak kunjung mendapat jawaban. Ia menduga hampir semua perusahaan juga sedang mengalami krisis karena badai pandemi.
Hingga Agustus 2020, pemilik rumah kontrakan akhirnya menelepon Rico. Intinya, ia meminta Rico dan mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) meninggalkan kontrakan jika tak mampu membayar malam itu juga. Kali ini, Rico hanya bisa berserah.
Ia mengajak seluruh penghuni Pondok Inspirasi ibadah malam, bersama-sama memanjatkan doa, dan memohon petunjuk kepada Sang Pencipta. Rupanya, Tuhan tak terlalu lama mengabulkan doa mereka.
Alumnus IPB menginspirasi ITB dan UGM
Di malam-malam krusial tersebut, ponsel Rico kembali berdering. Kali ini bukan dari pemilik rumah tapi CEO PT Paragon Technology and Innovation, Salman Subakat. Seketika tubuh Rico bergetar melihat pesan WhatsApp dari seorang pengusaha perusahaan raksasa tersebut.
Lewat pesan tersebut Salman meminta maaf karena baru membaca proposal kerja sama yang Rico kirim ke Paragon dua bulan sebelumnya.
“Saat mengajukan proposal kerjasama itu, saya sudah siap melakukan apapun yang diminta perusahaan. Yang penting Pondok Inspirasi tetap bertahan. Beliau (Salman) juga tanya segala macam, hingga akhirnya beliau meminta nomer rekening dan langsung melunasi tunggakan rumah kontrakan kami,” tutur alumnus IPB tersebut.
Tak hanya itu, Salman juga menawarkan jabatan ke Rico sebagai Coach dan Konsultan CSR PT Paragon Technology and Innovation. Beberapa tahun kemudian, sivitas akademika dari Institut Teknologi Bandung (ITB) mencium geliat Rico dan terinspirasi untuk membangun asrama serupa.
“Tahun 2022 kami akhirnya membuka asrama di ITB. Nah, sebentar lagi rencananya kami membuka asrama di UGM,” ujar Rico.
Penulis: Aisyah Amira Wakang
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA: Kedermawanan Penjual Kopi di Jogja, Menyalurkan Makanan Berlebih kepada Mahasiswa dan Orang-orang yang Membutuhkan atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.