Masih banyak mahasiswa mengaku soft skills mereka justru berkembang karena terlibat dalam komunitas, kolektif, atau organisasi filantropi. Misalnya dalam kasus sebuah kedai kopi di Jogja. Kedai kopi kecil ini menjelma menjadi ruang tumbuh banyak mahasiswa di Jogja. Datang ke kedai, lalu pulang membawa bekal keterampilan untuk mengarungi kehidupan.
***
Amat panjang perjalanan Fredynandus Wilbrodus Bataona dalam menjadikan kedai kopinya menjadi seperti sekarang. Fredy—sapaan akrabnya—lahir di Timor Timur, lalu pindah ke Atambua, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 1999, sebelum berkelana ke Jogja pada 2010.
TEKO.SU, kedai kopi yang dibangun Fredy pada 2022, berada di Caturtunggal, Kledokan, Sleman. Awalnya, kedai kopi itu ia fungsikan sebagai ruang kolektif untuk mahasiswa Jogja yang ingin membuat beragam acara. Waktu itu yang paling sering adalah diskusi. Namun, lambat laun, dari kedai kopi itu lah ia berbagi banyak ilmu kepada mahasiswa-mahasiswa yang tengah dalam kebingungan.
Berbagi keterampilan sederhana sebagai barista
Fredy adalah sosok ramah dan hangat. Tak pelak jika akhirnya banyak mahasiswa—yang semula adalah pelanggannya—kemudian menjadikannya sebagai “abang-abangan”. Beberapa mahasiswa yang datang lantas mulai nyaman bercerita. Apa saja. Termasuk kebingungan mereka mencari pekerjaan yang cocok agar bisa bertahan hidup di perantauan.
Dari situ Fredy menyadari, betapa masih banyak mahasiswa yang gagap dengan dunia kerja. Pasalnya, mereka selama kuliah tidak mendapat sokongan pengembangan soft skills yang memadai dari kampus masing-masing.
“Saya melihat, di tengah menjamurnya kedai kopi di Jogja, skill menjadi barista saya rasa bisa saya ajarkan,” ungkap Fredy saat Mojok temui di kedainya pada Senin (10/11/2025) di tengah rinai hujan.

Fredy mengajari mahasiswa-mahasiswa itu mulai dari sangat dasar: pemilihan biji kopi, roasting, latte art, bahkan hingga hospitality di dunia F&B pun ia ajarkan. Dari situ, Fredy lantas memberi mereka kesempatan bekerja di kedainya.
“Secara bertahap saya ajarkan mereka manajemen bisnisnya, digital marketing-nya. Beberapa setelah lulus kuliah, mereka bisa bangun kedai mereka sendiri,” sambung Fredy.
Bagi Fredy, keterampilan sebagai barista yang ia bagikan itu sebenarnya keterampilan sederhana saja. Namun, ternyata punya dampak besar bagi hidup seseorang.
Merintis agensi sebagai ruang eksplorasi
Konsentrasi pengembangan soft skills di kedai kopi TEKO.SU pun melebar. Pemicunya adalah, suatu kali Fredy mendapati seorang mahasiswa jurusan multimedia yang justru gagap kala bekerja di bidang multimedia.
Fredy sontak tergerak untuk membantu mahasiswa tersebut. Fredy sendiri sebenarnya penyuka fotografi. Hal pertama yang ia lakukan adalah mendalami teori dan praktik penggunaan alat-alat multimedia untuk dirinya sendiri.
Kemudian ia merintis sebuah agensi untuk mewadahi mahasiswa-mahasiswa di Jogja yang ingin mengembangkan soft skills-nya di bidang multimedia.
“Di sini (TEKO.SU) saya bangunkan studio. Sekarang jadi tempat anak-anak magang dan mahasiswa aktif. Saya ajari mereka dari dasar sekali soal kamera. Sisanya studio itu jadi ruang eksplorasi mereka untuk menempa diri,” jelas Fredy. “Tugas saya mencarikan mereka klien.”
Tapi pengembangan soft skills di kedai kopi Fredy tidak hanya berhenti di dua hal tersebut. Prinsipnya, Fredy menampung soft skills seperti apa yang para mahasiswa butuhkan? Fredy akan mencoba mengakomodasi. Kalau Fredy sendiri belum menguasai, maka ia akan mengajak jejaringnya untuk berkolaborasi.
“Yang jelas, kalau teman-teman datang ke saya minta dibantu soal soft skills, saya nggak minta apa-apa. Saya hanya minta mereka belajar sungguh-sungguh,” kata Fredy.
“Terus kalau ikut saya jangan lebih dari setahun. Setelah itu harus berani mulai menjadi perintis sendiri,” lanjutnya. Dan terbukti, beberapa mahasiswa yang pernah ditempa Fredy, pada akhirnya memang mampu berdiri di kaki sendiri dengan modal keterampilan kerja yang mereka miliki masing-masing.
Minim soft skills: persoalan pengangguran dari lulusan perguruan tinggi
Kegagapan lulusan perguruan tinggi di dunia kerja bukan sekadar desas-desus. Merujuk data Kementerian Ketenagakerjaan dalam “Kajian Tengah Tahun (KTT) INDEF 2025”, tercatat jumlah pengangguran dari lulusan perguruan tinggi sebanyak 1,01 juta.
Mismatch (ketidaksesuaian antara yang diperoleh di kampus dengan dunia kerja nyata) menjadi salah satu faktor yang belakangan cukup disorot.
Peneliti sekaligus pengamat pendidikan asal Surabaya, Achmad Hidayatullah menilai, selama ini pengembangan soft skills mahasiswa belum optimal karena pembelajaran masih dominan menggunakan metode konvensional dan minim pengalaman berbasis proyek.
“Kampus perlu memberikan pendampingan praktis seperti pelatihan wawancara, komunikasi kerja, dan manajemen proyek, serta memperkuat kolaborasi dengan mitra industri agar mahasiswa mendapat akses informasi karier dan peluang kerja,” ujar Achmad dalam obrolan bersama Mojok, Jumat (21/11/2025) siang.
Selain itu, ia juga mendorong kampus agar mengasah kreativitas dan inovasi mahasiswa yang menghasilkan produk dan peluang usaha baru. Contoh keberhasilan dalam hal ini seperti pengembangan mobil BYD dari riset Central South University. Keberhasilan itu menunjukkan riset inovatif dapat membuka lapangan kerja luas dan menduia—dan arah inilah yang perlu diperkuat perguruan tinggi di Indonesia.
Kolaborasi dengan organisasi filantropi
Contoh kasus dalam kedai kopi milik Fredy menunjukkan fakta, bahwa banyak mahasiswa ternyata mendapat pengembangan soft skills dari eksternal perguruan tinggi.
“Maka kolaborasi perguruan tinggi dengan pihak filantropi saya rasa sangat penting guna memberikan pelatihan kepemimpinan, volunteering, pendampingan karier, dan program magang. Sehingga mahasiswa memiliki pengalaman nyata sekaligus jaringan sosial (networking) yang relevan dengan karier masa depan,” papar Achmad.
Itu lah kenapa, Fredy menjadikan kedainya sebagai kolektif filantropi untuk mengisi peran tersebut.
Sejalan dengan kedai kopi TEKO.SU, Tanoto Foundation—sebuah organisasi filantropi di Indonesia—membuka diri untuk berkolaborasi-kemitraan dengan perguruan-perguruan tinggi di Indonesia melalui Beasiswa Kepemimpinan TELADAN (Transformasi Edukasi untuk melahirkan Pemimpin Masa Depan).
Beasiswa tersebut tidak hanya memberikan beasiswa finansial bagi mahasiswa berprestasi, tetapi juga membekali mereka dengan soft skills dan leadership.
Sebab, sebagaimana Hasil survei Tanoto Foundation tahun 2024, soft skills menjadi faktor kunci keberhasilan pekerja di berbagai industri prioritas nasional.
Menyongsong dunia kerja: tak cuma berbekal soft skills praktis, tapi juga karakter kuat
Keterampilan praktis saja tidak cukup untuk menyongsong dunia kerja. Seseorang juga harus memiliki karakter kuat. Itu lah yang ditekankan dalam Beasiswa Kepemimpinan TELADAN Tanoto Foundation. Sebab, bagaimana pun anak-anak muda adalah generasi masa depan bangsa.
Head of Leadership Development and Scholarship Tanoto Foundation, Yosea Kurnianto menjelaskan, ada 9 karakter yang sepatutnya dimiliki oleh calon-calon pemimpin masa depan:
- Self-awareness: Kesadaran diri untuk memahami kekuatan dan kelemahan diri sendiri.
- Driven: Memiliki dorongan dan semangat untuk mencapai tujuan.
- Grit: Memiliki ketekunan dan kegigihan dalam menghadapi tantangan
- Care for others: Peduli dan memiliki empati terhadap orang lain.
- Integrity: Menjunjung tinggi integritas dan etika.
- Empower others: Berupaya memberdayakan orang lain untuk berkembang.
- Innovative: Mampu berpikir dan menciptakan ide-ide baru.
- Continuous learning: Memiliki semangat untuk terus belajar dan berkembang.
- Entrepreneurial spirit: Memiliki semangat kewirausahaan.
9 karakter tersebut menjadi rumusan yang coba dipaparkan oleh Tanoto Foundation pada setiap Tanoto Scholars (sebutan untuk penerima Beasiswa TELADAN).
“Data menunjukkan bahwa alumni Beasiswa Kepemimpinan TELADAN 27% lebih mungkin untuk mendapatkan pekerjaan dan 47% lebih mungkin memiliki pendapatan lebih tinggi rata-rata di atas Rp2,7 juta per bulan, dibandingkan dengan kelompok non-penerima beasiswa,” terang Yosea dalam wawancara daring, Rabu (12/11/2025) pagi.
Keterampilan abad 21 dan leadership skills
Penguatan karakter—baik dalam konteks Tanoto Scholars maupun mahasiswa secara umum—menurut Achmad sejalan dengan konsep “Keterampilan Abad 21” yang belakangan berkembang.
Keterampilan utama abad 21 itu meliputi 4C: Critical thinking (berpikir kritis), creativity (kreativitas), communication (komunikasi), dan collaboration (kolaborasi).
Dalam konteks Beasiswa Kepemimpinan TELADAN Tanoto Foundation, sebagaimana merujuk riset Aizhan Shomotova dari Zayed University UAE berjudul, “Leadership Potential and Self-Perceived Employability of Undergraduate Students in the United Arab Emirates”, bahwa semakin awal mahasiswa memiliki leadership skills, maka semakin tinggi rasa percaya diri (beliefs system) mereka untuk mendapatkan kerja setelah lulus.
Begitu juga dalam artikel Michael B. Arthur dan kolega dalam “Intelligent enterprise, intelligent careers. The Academy of Management Executive”. Arthur menjelaskan, leadership skills (keterampilan kepemimpinan) secara signifikan akan membantu membangun knowing-whom: Memperluas jaringan profesional individu, lalu akan memperkuat knowing-why: Membantu individu menguji dan memperkuat identitas karier dan tujuan pribadi.
“Itu lah kenapa, di kedai dan studio saya, saya juga ajarkan itu. Setidaknya untuk konteks komunikasi dan leadership. Sebab, dengan begitu, teman-teman mahasiswa nanti bisa menjadi seseorang yang tidak hanya terampil dalam praktik, tapi juga cakap dalam urusan manajemen, mengelola tim, dan negosisasi,” ungkap Fredy.
Beasiswa Kepemimpinan TELADAN Tanoto Foundation terbuka untukmu!
Yosea menegaskan, Beasiswa Kepemimpinan TELADAN dirancang inklusif agar semua orang punya kesempatan yang sama untuk mengaksesnya. Termasuk bagi mereka yang kurang mampu secara finansial.
Saat ini ada 10 perguruan tinggi yang menjadi mitra Tanoto Foundation dalam Beasiswa Kepemimpinan TELADAN, antara lain: Institut Pertanian Bogor (IPB University), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Brawijaya (UB), Universitas Diponegoro (Undip), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Hasanuddin (Unhas), Universitas Indonesia (UI), Universitas Mulawarman (Unmul), Universitas Riau (Unri), dan Universitas Sumatera Utara (USU).
Para Tanoto Scholars nantinya akan mendapat beragam program pelatihan dari semester 2 hingga semester 8 yang menunjang pengembangan soft skills mereka.
Bagi Anda yang tertarik menjadi Tanoto Scholars, bisa mempelajarinya di laman resmi berikut: Beasiswa Kepemimpinan TELADAN Tanoto Foundation atau Instagram resmi @tanotoeducation.
Liputan ini merupakan bagian dari Beasiswa Liputan 2025 oleh Tanoto Foundation
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi
BACA JUGA: Darul Hadlonah Rembang: Beri Bekal Keterampilan ke Anak-anak Bermasalah Sosial untuk Arungi Kehidupan atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan