Ketika beasiswa KIP Kuliah jatuh di tangan mahasiswa yang tepat, dua bisnis pun tercipta bahkan sebelum lulus kuliah. Begitulah cerita dari Galih, mahasiswa penerima beasiswa KIP Kuliah di Universitas Muhammadiyah Surabaya (UMSurabaya).
***
Galih baru saja diwisuda dari UMSurabaya pada Sabtu (25/10/2025). Ia lulus dari Fakultas Hukum.
Sebagai mahasiswa penerima beasiswa KIP Kuliah, Galih tak mau sekadar “aji mumpung.”
Beasiswa KIP Kuliah memang memungkinkan mahasiswa kuliah bebas biaya. Bahkan juga mendapat uang saku bulanan.
Akan tetapi, publik kerap menyayangkan beberapa mahasiswa yang menyalahgunakannya. Misalnya, alih-alih untuk kebutuhan primer, ada mahasiswa KIP Kuliah yang menggunakan uang beasiswa untuk gaya hidup hedon—walaupun ada saja yang beralih: Itu semata untuk menebus masa kecil yang beruntung karena keterbatasan ekonomi.
Galih tak mau seperti itu. Pemuda asal Desa Brondong, Lamongan, itu memilih menjadikan beasiswa itu sebagai pijakan awal untuk mandiri.
Menepa mental dari kesedarhanaan
Galih berasal dari keluarga sederhana. Sejak kecil, ia sudah terbiasa membantu orang tuanya berdagang.
Meski usaha mereka tak selalu langgeng, tapi setiap kondisi yang Galih hadapi akhirnya menempan mentelnya untuk tak mudah patah arang.
“Karena saya ingin mengubah nasib keluarga dan membanggakan orang tua. Dengan pendidikan, saya yakin bisa memperbanyak peluang sukses,” ujar Galih.

Gimana uang beasiswa KIP Kuliah bisa berkembang
Ketika kuliah—menjadi mahasiswa penerima KIP Kuliah di Universitas Muhammadiyah Surabaya—Galih menggunakan uang dari beasiswa itu untuk modal awal usahanya.
“Saya berpikir bagaimana uang itu bisa berkembang dengan cara halal. Dari situlah muncul ide untuk membuka usaha kedai kopi,” tutur Galih.
Usaha pertamanya adalah kedai kopi berkonsep vintage di Lamongan. Inspirasi itu muncul dari hobinya nongkrong di warkop dan kecintaannya pada suasana jadul yang hangat.
Setelah setahun berjalan, Galih kembali menangkap peluang: banyak pengunjung kedainya yang tampil dengan gaya vintage. Dari situ, ia memberanikan diri membuka usaha baju thrift di sebelah warkopnya.
“Targetnya anak muda, dan Alhamdulillah sekarang berkembang juga lewat online shop,” tambahnya.
Lelah, dikhianati hingga diremehkan
Tidak mudah bagi Galih untuk kuliah sambil menjalankan usaha. Dusa usaha pula.
Setiap pekan ia harus bolak-balik Lamongan–Surabaya. Ia akan ke Lamongan pada Kamis malam. Lalu akan kembali ke Surabaya pada Senin pagi untuk kuliah.
“Awalnya sangat melelahkan, tapi kuncinya ada di manajemen waktu dan disiplin. Saya selalu buat daftar kegiatan dan skala prioritas,” katanya.
Tak cukup di situ. Galih mengaku kalau ia sempat dikhianati oleh rekan bisnis sendiri. Bahkan diremehkan pula oleh orang-orang di sekitarnya. Namun, bagi Galih, semua itu menjadi bahan refleksi dan pembelajaran.
“Semakin diremehkan, saya justru semakin semangat. Saya belajar jangan pernah membudidayakan rasa ‘nggak enakan’ dalam bisnis. Harus profesional dan sabar,” tegasnya.
Kerja keras bukan hanya soal uang, tapi bentuk ibadah
Bagi Galih, bekerja keras di usia muda bukan hanya soal mencari uang, tetapi bentuk ibadah dan latihan tanggung jawab.
Dalam hal ini, Galih memegang teguh prinsip dalam Al-Qur’an surah An-Najm ayat 39: Bahwa manusia hanya memperoleh apa yang diusahakannya.
“Itu jadi pegangan saya. Pokok wani kalau sudah berproses sungguh-sungguh, pasti ada hasilnya,” ujarnya mantap.
Dari beasiswa KIP Kuliah ke akademi bisnis untuk bantu mahasiswa senasib
Kini, warkop dan toko thrift milik Galih sudah berkembang. Gambaran ketika beasiswa KIP Kuliah berada di tangan yang tepat—dikelola dengan tepat pula.
Usai lulus dari S1 Fakultas Hukum UMSurabaya, Galih masih punya cita-cita melanjutkan pendidikan hingga jenjang magister dan doctoral. Senyampang itu, ia tengah menyiapkan business academy untuk membantu mahasiswa lain yang ingin berwirausaha.
“Saya ingin nanti bisa memberi modal dan bimbingan bagi mahasiswa seperti saya dulu—yang ingin berproses tapi terkendala biaya,” harapnya.
Bagi Galih, kesuksesan bukan diukur dari harta semata. “Sukses sejati adalah ketika usaha yang kita bangun memberi manfaat bagi banyak orang,” tuturnya dengan senyum penuh optimisme.
Cerita Galih tersebut sebagaimana dimuat dalam laman resmi Universitas Muhammadiyah Surabaya (UMSurabaya)
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi
BACA JUGA: Mahasiswa Lain Akrab dengan Kafe dan Bioskop, Saya Anak KIP Kuliah Harus Jualan Semalaman demi Bahagiakan Ortu meski Dicaci Orang atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan