Jika jadi guru honorer sekolah sudah dianggap pekerjaan paling menyedihkan, tunggu hingga kalian mendengar bagaimana beratnya jadi guru honorer kejar paket.
Itulah yang Dian (26) katakan pada saya saat menjawab seperti bagaimana pekerjaannya. Dian adalah guru kejar paket salah satu kabupaten di Jawa Tengah. Lulusan Pendidikan Bahasa Inggris salah satu universitas besar di Jogja ini mengaku pekerjaannya begitu berat karena dunia kejar paket amat berbeda ketimbang sekolah pada umumnya.
Passion dia di dunia mengajar sudah tidak diragukan lagi. Dia mencintai mengajar, tapi saat terjun langsung, benar-benar menguji rasa cintanya. Dan selama 3 tahun bekerja, dia sempat berpikir untuk menyerah.
“Pekerjaan dengan upah nggak sebanding. Tekanannya juga nggak main-main, Mas. Pokoknya nggak mudah, lah.”
Dian tak hanya mengajar. Dia juga harus membantu administrasi, harus mengurus ini itu, harus membantu PNS juga. Jika kantornya ada hajat, kadang dia diberi pekerjaan yang lumayan. Mengingat Dian adalah salah satu karyawan termuda, dia kerap diikutkan dalam banyak pekerjaan dan event kantor.
Sebenarnya, jika dia hanya mengajar, dia bisa punya waktu luang yang amat banyak. Bebannya sih, katanya, nggak berkurang signifikan, tapi setidaknya dia tidak harus terbebani dengan tetek bengek yang seringnya bukan urusannya.
“Tapi mana mungkin guru nggak punya beban administrasi? Yang ada malah makin ditambah.”
Murid di luar nalar? Sudah biasa
Pekerjaan Dian sebagai guru kejar paket mengharuskan dia harus menghadapi banyak jenis murid dalam satu waktu. Ada murid yang umurnya jauh di atas dia, ada yang masih bocah, ada yang benar-benar bermasalah, dan ada yang benar-benar hidup di bawah garis kemiskinan. Semua jenis orang tersebut berkumpul dalam satu kelas, dan harus dia hadapi semuanya.
Yang jadi kesulitan adalah, Dian tidak bisa sembarangan menegur jika ada yang bersikap di luar batas. Salah-salah, murid tersebut tak mau lagi sekolah, dan bisa jadi masalah baru yang lebih besar nanti. Padahal kelakuan muridnya kadang benar-benar tak masuk nalar.
Dian juga harus sabar jika muridnya nggak nyantol dengan materi yang diajarkan. Baginya, hal ini tak masalah. Bisa dan mau sekolah aja sudah dia apresiasi. Sebab, banyak muridnya yang benar-benar semangat sekolah meski kehidupan mereka pun kelewat berat.
“Ada murid yang paginya bantu jualan ibunya, setelah jualan lalu kerja di tempat cuci motor, baru nyempetin masuk kelas. Kalau aku mempermasalahkan kemampuan akademisnya, rasanya nggak manusiawi.”
Saya penasaran, apakah ada murid kejar paket yang sebenarnya tak bermasalah, kemampuan akademisnya bagus, tapi malah ikut kejar paket. Jawabnya ada, dan lumayan sering dia menemui murid seperti itu. Saya tanya alasannya apa mereka memilih itu, dan Dian menjawab karena bullying.
Menurut Federasi Serikat Guru Indonesia, pada 2023, ada 30 kasus bullying yang tercatat terjadi di sekolah. Kebanyakan, kasus tersebut terjadi di tingkat SD dan SMP. Jika berpegang dari statement Dian, bisa jadi angka yang sebenarnya bisa lebih tinggi dari itu.
Gaji guru kejar paket yaaa begitulah
Ketika saya tanya upah, Dian tersenyum dan menjawab pertanyaan saya sambil ketawa kecil.
“Hehehe, upahku cuman 200-300 ribu per bulan. Itu kadang dirapel. THR aku dapet, dari urunan PNS katanya. Untung PNS di sini baik-baik, sering nraktir makan anak honorer.”
Dian mengaku hidupnya tak terlalu sulit karena gaji suaminya sudah jauh di atas UMR, jadi untuk urusan rumah tangga, dia tak lagi kesulitan. Dia juga buka usaha les di luar jam kerja, yang lumayan menghasilkan. Dia bisa dapat satu juta lebih per bulan hanya dari mengajar les 3 kali seminggu.
Saya sempat bertanya, kenapa dia tidak fokus jadi guru les saja, dan keluar dari kejar paket. Dia bilang masih berat, sebab ada desas-desus guru honorer akan diangkat jadi P3K. Dia juga masih ingin mencoba peruntungan dengan mendaftar PNS atau kerja di pemerintah lain.
“Siapa tahu kinerjaku di sini dianggap bagus dan ada yang mau merekrutku di dinas mereka. Makanya ya aku tetap berusaha bekerja sebaik mungkin. Rezeki siapa yang tahu, Mas?”
Passion adalah kunci
Dian mengaku bahwa passion-nya dalam mengajar lah yang berperan besar dalam menjaga kewarasan dan tetap mau berjuang. Kegigihan muridnya juga menyumbang bahan bakar untuk dirinya tetap berjuang.
“Ada murid yang dia ngerjain tugasnya di kertas, difoto, lalu dikirimkan ke aku. Coba, gimana aku nggak trenyuh, Mas. Ada lho orang yang berjuang segininya untuk pendidikannya. Gitu kok ya masih ada yang males-malesan sekolah, padahal sangune akeh.”
Mendengar itu, saya langsung tertohok dan merasa ada pisau kecil menancap di dada saya. Sebab, saya baru lulus kuliah 7 tahun.
Saya coba bertanya, adakah rencana di masa depan untuk Dian. Dia menggeleng, dan hanya bilang akan mengambil kesempatan yang ada di depan. Jika ada sekolah yang mau merekrut dia full time dengan gaji yang proper, dia tak akan pikir panjang untuk mengambilnya, terlepas dia sudah terbiasa kerja di kantornya.
“Passion nggak bisa kasih makan, Mas.”
Reporter: Rizky Prasetya
Editor: Hammam Izzudin
BACA JUGA Anak Kejar Paket C kalau Bikin Geng Sekolah Kira-kira Bakal Begini
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.