Menerima pistol dengan tangan terbuka
Ada sedikit keraguan saat saya ingin bertanya tentang keamanan di Amerika Serikat. Sebab, bagi saya itu amat sensitif. Tapi ini, mau tak mau harus saya tanyakan.
Syukurnya, Mbak Uke berkata bahwa Columbus (Ohio itu state, Columbus itu nama kota di Ohio) itu termasuk daerah aman. Tapi ya kriminalitas tetap ada, mengingat Columbus adalah daerah yang setuju dengan kepemilikan senjata api untuk sipil. Mbak Uke mencontohkan bahwa beberapa waktu lalu, ada shooting di dekat rumahnya.
“Homicide,” jelasnya singkat.
Mbak Uke mengaku kalau ada waktu-waktu di mana dia merasa tidak aman. Wajar, di daerah yang menerima siapa saja bisa punya pistol, tentu saja kau tak akan merasa aman.
Saya bertanya, apakah Mbak Uke pernah terkena diskriminasi di Ohio. Dia sendiri tidak merasakannya, tapi kawannya yang pernah, bahkan di dalam kampusnya sendiri.
“Itu emang problem Amerika, rasisme itu udah masuk sistem sadar nggak sadar, sama udah kaya keinstall di banyak orang.”
Kuliah di AS biar tahu bagusnya Indonesia
Percakapan kami berdua mengalir, lama, dan sempat ke mana-mana. Dan percakapan yang tak jelas arahnya, harus dikembalikan pada jalurnya. Saya berusaha mengembalikannya dengan menanyakan, apakah dia akan menyarankan orang Indonesia untuk kuliah di USA, dan jawaban dia adalah, iya. Kalau bisa sekolah di USA itu bagus banget, biar tahu bagusnya Indonesia.
“Tunggu, ini serius, Mbak?”
“Iya, Mas. Serius.”
“Kalau aku nggak kuliah di sini ya, Mas, aku nggak berjarak dengan Indonesia. Akan sibuk dengan urusan kerja (aku ngajar di UMY, btw) yang nggak ada habisnya. Terus berada di kondisi familiar itu menyenangkan kan, Mas. Ayem. Tapi segala urusan nggak akan seekspansif ini, Mas. Aku nek mengibaratkan ki, aku dilempar jauh banget ke Amerika untuk dipaksa lihat dan mengalami hal-hal yang nggak biasanya kuhadapi di tempat kerja, di Jogja, di Indonesia.”
“Sempet ada satu hal yang bikin aku berucap ‘ya ampun, aku ki ning di wae selama ini’, itu pas bahas inclusivity dan diversity di sini. Terus karena ya aku orang yang mainnya kurang jauh, Mas, jadi nggak paham. Pas belajar tentang inclusivity dan diversity di sini kan, wih programnya keren-keren. Ha ternyata, di Indonesia lho udah ada. Wis digawe lagu sama JHF.”
“Terus, kalau sekolah di Amerika akan ngrasain, sepelik itu masalah masyarakat di sini sama rasisme dan liberalismenya. Dari situ akan bersyukur jadi warga Indonesia ahahaha.”
Enak tinggal di Jogja
Rasisme memang masalah akut yang Amerika dari dulu gagal atasi. Makin tahun, bukannya membaik, tapi malah memburuk. Pew Research Center merilis hasil riset mereka, dan pada salah satu subbab-nya, menunjukkan bahwa orang Amerika kini lebih terbuka dalam mengutarakan pendapat rasis mereka.
Matahari makin meninggi di Ohio, tapi malam makin pekat di Sleman. Saya menutup wawancara ini dengan menanyakan apakah Mbak Uke mau menetap saja di USA, mengingat Ohio juga tak buruk-buruk amat.
“Gak mas. Pingin pulang, dan nggak ada rencana menetap. Tetep enak tinggal di Jogja.”
Reporter: Rizky Prasetya
Editor: Hammam Izzudin
BACA JUGA Alasan Kampus Swasta di AS Nggak Repot Nyari Mahasiswa Kayak di Sini
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.