1 Menit Duduk di Jalan Malioboro Jogja: “Dipalak” Gerombolan Pengamen, Diganggu Terus sebelum Dikasih Uang

Ilustrasi - Pengamen di Jalan Malioboro Jogja kayak orang malak. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Padahal belum satu menit duduk di kursi-kursi yang tersedia di Jalan Malioboro, Jogja. Namun, tiga sampai empat pengamen terus berdatangan. Tanpa jeda, dan yang paling menyebalkan adalah bersikap seperti orang memalak.

***

Kabar miring tentang pengamen di Jalan Malioboro, Jogja, sebenarnya sudah lama berembus. Banyak wisatawan yang mengeluh di media sosial, keberadaan para pengamen itu teramat mengganggu kenyamanan.

Bayangkan saja, ada wisatawan yang sedang duduk menikmati camilan, istirahat, atau sedang ingin diam menikmati hiruk-pikuk. Lalu tiba-tiba ada segerombolan pengamen datang. Mereka tidak akan pergi sebelum dikasih recehan.

Masalahnya, pengamen yang datang tidak hanya satu itu saja. Setelah satu pengamen berlalu, akan datang lagi pengamen berikutnya. Begitu seterusnya tanpa jeda.

Belum 1 menit duduk di Jalan Malioboro sudah didatangi 4 pengamen

Minggu (11/8/2025) sore, saya mencoba merasakan sendiri sensasi itu. Setelah agak capai menyisir jalanan, saya lalu duduk di salah satu kursi di Jalan Malioboro.

Tak berselang lama dari pantat saya menempel kursi, tiba-tiba seorang pengamen datang. Saya menunjukkan sikap penolakan. Tanda tak bisa memberi recehan.

Namun, si pengamen bergeming. Dia baru pergi setelah saya memasukkan beberapa butir receh ke kantong plastik yang tergantung di ujung gitarnya.

Pengamen di Jalan Malioboro, Jogja MOJOK.CO
Pengamen di Jalan Malioboro, Jogja. (Aly Reza/Mojok.co)

Beberapa detik kemudian, datang lagi pengamen. Kali itu bergerombol tiga orang. Satu memainkan gitar, satunya memainkan kendang dari paralon, dan satunya lagi menepuk-nepuk tangan.

Setelah dia berlalu, datang lagi gerombolan pengamen lain. Belum satu menit, saya sudah dihampiri tiga pengamen. Sebelum akhirnya saya memilih meninggalkan kursi tersebut.

“Saya duduk di seni belum satu menit, Mas, sama kayak Masnya. Saya sudah kena tiga pengamen. Sebelumnya, di kursi lain juga sama. Baru duduk sudah kena satu pengamen,” ujar Tissa (23), salah seorang wisatawan perempuan yang duduk di kursi belakang saya, saat saya tanyai.

Dia hanya bisa berbisik kesal dengan temannya, karena merasa sangat terganggu. Pasalnya, para pengamen itu, bagi Tissa dan temannya, lebih mirip orang memalak ketimbang mangamen.

Pengamen di Jalan Malioboro Jogja seperti orang memalak

Dari pengalaman saya, Tissa, dan temannya, para pengamen itu muncul secara paralel dalam jeda waktu sepersekian detik: Kalau satu pengamen pindah, maka giliran pengamen lain masuk.

Bukan tanpa dasar kenapa Tissa dan temannya menyebut para pengamen itu seperti pemalak. Situasinya seperti ini: Mereka datang tanpa permisi. Tanpa pengantar (misalnya) “Permisi numpang ngamen dll.”

Tiba-tiba saja mereka bernyanyi dan tidak akan berpindah sebelum diberi recehan, sekalipun sudah ada penolakan. Setelah diberi pun mereka akan langsung pergi, tanpa terimakasih.

“Itu berbeda dengan pengamen yang biasa kutemui. Biasanya ada pengantarnya, kalau nggak dikasih ya pergi. Kalau dikasih ya ada terimakasihnya. Intinya nggak maksa orang buat ngasih aja,” kata Tissa.

Pengamen di Jalan Malioboro, Jogja. (Aly Reza/Mojok.co)

Baca halaman selanjutnya…

Cara bebal pengamen demi dapat recehan

Sekali duduk, langsung jadi incaran

Keresahan itu juga diungkapkan oleh wisatawan lain, Prastiwi (30). Minggu itu dia sedang menikmati sore di Jalan Malioboro, Jogja, bersama anak dan suami.

Sebenarnya itu bukan kali pertama mereka berdua ke Jalan Malioboro, Jogja. Bedanya, sebelumnya saat masih belum punya anak kecil, mereka lebih banyak jalan-jalan menyisir Jalan Malioboro, Jogja.

“Kalau pengamen, dari dulu sudah kelihatan banyak. Tapi kami nggak terlalu terganggu karena kami nggak merasa diganggu,” ungkap Prastiwi.

Tapi berbeda dengan sore itu. Karena membawa anak kecil, keduanya lebih sering duduk dari satu kursi ke kursi lain.

Pengamen di Jalan Malioboro, Jogja. (Aly Reza/Mojok.co)

Sialnya, setiap kali pindah kursi duduk, seolah-olah mereka sudah jadi incaran pengamen. Langsung didatangi dengan flow pergantian pengamen yang hanya sepersekian detik saja. Wajar saja jika akhirnya mereka merasa terganggu. Apalagi modelnya seperti orang memalak.

Sore itu, saat memutuskan jalan-jalan lagi, nyaris sepanjang jalan saya mendapati pemandangan tersebut. Tiap kursi yang ditempati orang, pasti dihampiri pengamen.

Para wisatawan yang duduk itu ada yang memberi tanda penolakan. Ada pula yang memilih cuek. Tapi tak mempan. Para pengamen jauh lebih keukeuh bertahan agar diberi recehan.

Saat melintas di depan orang-orang yang baru saja didatangi pengamen, saya mendengar mereka menggerutu sebal.

Cara “bebal” para pengamen mendapatkan recehan

Dari pengalaman saya sendiri, lalu obrolan dengan Tissa dan Prastiwi, juga atas pengamatan saya di sepanjang Jalan Malioboro, Jogja, para pengamen tersebut punya pola yang sama saat mengamen.

Jika pengamennya satu orang, mereka akan menggenjreng gitar dengan memalingkan wajah ke arah lain. Tanpa melihat ke arah orang di hadapannya. Dengan begitu, mereka tidak berpaling karena barangkali tidak merasa melihat gestur atau tanda penolakan. Si pengamen akan pergi setelah mendengar bunyi “kricik” masuk ke dalam kantong plastiknya.

Sementara jika yang datang bergerombol, mereka akan mensiasatinya dengan ngobrol. Misalnya tiga orang pengamen. Satu orang akan menggitar sembari bernyanyi. Lalu satu orang yang menabuh kendang dan satu lainnya yang menepuk tangan akan sibuk mengobrol.

Saya beberapa kali mencoba menyimak obrolan mereka. Tapi obrolannya tidak jelas. Seperti obrolan yang memang sengaja dibuat-buat sebagai pengalihan dari orang yang duduk di hadapannya. Mereka akan berlalu setelah si penggenjreng gitar memberi kode bahwa sudah ada recehan yang masuk kantong plastik.

Pengamanan dari Pemkot tak mempan

Pemerintah Kota Jogja sebenarnya bukan tanpa tindakan. Kepala Satpol PP Kota Jogja, Octo Noor Arafat sejak April 2025 lalu menegaskan, pihaknya sebenarnya telah berupaya memaksikmalkan keberadaan tim Jogo Maton.

Selain itu, pihaknya juga menggencarkan patroli untuk mengatasi gangguang-gangguan ketertiban—seperti keberadaan pengamen liar—di Jalan Malioboro, Jogja yang dirasa mengganggu wisatawan.

Namun, Satpol PP sepertinya memang harus bekerja lebih ekstra dan tak mengendorkan patroli. Terutama di akhir pekan. Sebab, celah-celah saat Satpol PP mengendorkan patroli tersebut langsung dimanfaatkan para pengamen. Dampaknya tentu saja memperburuk citra Jalan Malioboro sebagai salah satu top of mind destinasi wisata di Jogja.

Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi

BACA JUGA: Nama Baik Kawasan Wisata Malioboro Jogja Rusak karena Kejahatan Parkir Nuthuk, Bikin Emosi Wisatawan dan Muak Warga Lokal karena Didiamkan atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan

 

 

Exit mobile version