Tren Rencana Kirim Anak ke Dagestan ketimbang Kuliah UGM-UI, Daerah Paling Islam di Rusia tempat Lahir “Para Monster” MMA

Kirim anak "mondok" ke Dagestan Rusia ketimbang kuliah UGM-UI, biar jadi petarung MMA di UFC MOJOK.CO

Ilustrasi - Kirim anak "mondok" ke Dagestan Rusia ketimbang kuliah UGM-UI, biar jadi petarung MMA di UFC. (Ega Fansuri/Mojok.co)

Di luar camp, anak-anak berlari naik-turun perbukitan. Mengangkat batu, lalu memutar-mutarkannya di atas kepala sampai beberapa kali. Di lereng miring, mereka juga tampak saling bergulat. Sementara di dalam camp, seusai menjalankan salat berjemaah, anak-anak akan adu kekuatan dalam arena gulat. Begitu lah gambaran tempat lahirnya calon para petarung MMA untuk UFC: Dagestan, Rusia.

Sejak awal November 2025 lalu, pernyataan petarung MMA asal Dagestan yang malang-melintang di ajang UFC—Islam Makhachev—kembali berseliweran di media sosial. “Jika kamu ingin anak laki-lakimu memiliki kemampuan gulat level tinggi, kirim dia ke Dagestan dua sampai tiga tahun dan lupakan,” begitu kata Islam dalam potongan video yang viral.

Belakangan, warganet Indonesia banyak menggunakan konten tersebut dengan POV ketika orang tua tengah merencanakan jenjang pendidikan untuk sang anak. Alih-alih memilih memondokkan, menyekolahkan, atau menguliahkan anak di lembaga formal, mereka “dengan kesadaran penuh” lebih memilih akan mengirim anak ke Dagestan setelah mendengar kata-kata Islam Makhacev. (Tentu tidak serta merta serius. Namanya juga tren).

Kemudian diikuti potongan-potongan video kehidupan syahdu namun keras di wilayah otonom Rusia tersebut. Sebab, di balik air sungai yang mengalir jernih, kuda-kuda di padang rumput, rumah-rumah di antara pegunungan, anak-anak ditempa secara fisik dan mental untuk menjadi laki-laki tangguh: Menjadi bibit petarung MMA papan atas.

Dagestan: wilayah paling Islam di Rusia

Dagestan tercatat sebagai salah satu dari 21 republik otonom dalam Federasi Rusia. Secara geografis, berbatasan dengan Republik Kalmykia dan Chechnya di bagian utara.

Lalu timur berhadapan dengan Laut Kaspia, yang memisahkannya dari Kazakhstan dan Turkmenistan. Sementara di bagian selatan berbatasan dengan Azerbaijan dan Georgia. Sedangkan di barat berdekatan dengan Ingushetia dan Ossetia Utara.

Beribu kota di Makhachkala, Dagestan memiliki 3,2 juta penduduk yang terbagi ke dalam 40-an etnis dan bahasa lokal. Hanya saja, mayoritas penduduk Dagestan (lebih dari 90%) memeluk Islam (Sunni). Sebagai buktinya, Dagestan memiliki sekitar 3.000 masjid, lembaga Islam, dan sekolah.

Kuatnya akidah Islam Sunni yang dipeluk penduduk Dagestan tak pelak membuatnya disebut sebagai daerah paling Islam di antara-antara republik-republik Rusia lainnya.

Derbent: gerbang pintu masuk Islam

Masuknya Islam ke Dagestan melewati jalan panjang. Dalam “Arabic Period of Islamization in Daghestan in the Seventh–Ninth Centuries”, Amri Shikhsaidov dan Shamil Shikhaliev memaparkan, upaya Islamisasi di Dagestan berlangsung sejak abad ke-7 Masehi.

Pada 643 Masehi, Abdurrahmad bin Rabi’ah, jenderal perang era Khalifah Umar bin Khattab adalah orang yang pertama kali memimpin ekpansi (futuhat) di wilayah Kaukasus Utara. Saat itu, Derbent—kota tertua di Dagestan sekaligus benteng wilayah Kaukasus Utara—menjadi pintu yang coba ditembus.

Abdurrahman memimpin pasukan Islam hingga bisa membuka celah masuk Derbent di masa awal Kekhalifahan Usman bin Affan. Namun, resistensi dari kelompok lokal masih cukup tinggi hingga memicu pertempuran-pertempuran intens antara bangsa Arab Islam dan Bangsa Khazar. Abdurrahman—bersama 4.000 pasukannya—akhirnya terbunuh dalam pertempuran Balanjar pada 652 Masehi.

Upaya menduduki Derbent masih berlangsung hingga era Khalifah Marwan bin Muhammad (Marwan II) dari Kekhalifahan Umayyah. Hingga akhirnya bangsa Arab benar-benar bisa menduduki Derbent dan menjadikannya sebagai “Pusat Peradaban Islam” dan berpengaruh di wilayah setempat.

“Singa Dagestan” melepaskan cengkeraman Soviet

Dagestan sempat menjadi sasaran invasi dari Bangsa Mongol pada abad ke-13 Masehi. Hanya saja dominasi Islam tak tergoyahkan.

Akan tetapi, Islam mengalami tekanan hebat ketika Kekaisaran Rusia mencoba menginvasi pada abad ke-18 Masehi.

Merujuk “Capture of the Imam Shamil and the end of Muridism” dan “The Muridism and Prophet Schamyl in the Works of the 19th Century French Researchers: Depping and Dulaurier”, Imam Shamil—sebagai imam spiritual sekaligus militer—sempat memimpin perlawanan terhadap invasi Rusia selama 25 tahun (1834-1859 Masehi). Tak ayal jika ia digelari “Singa Dagestan”.

Setelah mengalami masa perang berkepanjangan, Dagestan akhirnya benar-benar lepas dari invasi Rusia pada 1991. Setelahnya, Islam terus berkembang secara signifikan hingga sekarang.

Kelahiran para petarung MMA, monster di UFC

Gulat memang menjadi olahraga rakyat bagi penduduk Dagestan. Sejak dulu anak-anak usia 5-6 tahun sudah berlatih gulat gaya bebas, jauh sebelum era MMA populer di sana.

Kondisi Dagestan sebagai daerah incaran invasi membuat rakyatnya harus membekali diri dengan keterampilan bertarung. Kondisi pegunungan yang keras semakin menempa fisik dan mental anak-anak yang tumbuh di Dagestan.

Apalagi, dalam ajaran Islam tradisional, gulat memang menjadi salah satu olahraga yang pernah dilakukan oleh Rasulullah Saw. Dalam Sunan Abu Dawud, Sunan at-Tirmizi, dan al-Tarikh al-Kabir-nya Imam Bukhari disebut, Rasulullah Saw pernah menerima tantangan gulat dari pegulat tangguh nan terkenal bernama Rukanah bin Yazid. Rasulullah Saw memenangkan gulat tersebut dan membuat Rukanah masuk Islam.

Kembali ke Dagestan. Kepopuleran Khabib Nurmagomedov karena ketangguhannya di dalam oktagon lantas membuat gulat makin populer di Dagestan. Banyak anak-anak lokal ingin mengikuti jejak Khabib ke arena UFC.

Hasilnya, dari waktu ke waktu, lahir “monster-monster” (petarung mengerikan) dari Dagestan. Selain Khabib, ada Islam Makhachev hingga Khamzat Chimaev. Bahkan kini dibangun camp latihan untuk calon para petarung MMA di sana, sampai Islam Makhachev merekomendasikan: “Bagi yang ingin anaknya jadi petarung tinggat tinggi, kirim saja ke Dagestan dalam durasi dua sampai tiga tahun.”

Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi

BACA JUGA: Duka Jadi Atlet Pencak Silat dari PSHT, Cuma Fokus Latihan tapi Setiap Ada Kegaduhan Ikut Khawatir atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan

 

Exit mobile version