Tak semua mahasiswa yang tinggal di Karangmalang hidup dalam gelimang materi. Bagi mahasiswa penerima KIP Kuliah asal UNY dan UGM, bisa makan dua kali sehari saja sudah jadi kemewahan. Pada akhirnya, Karangmalang pun lebih banyak merekam penderitaan mereka ketimbang sukacita selama berkuliah di Jogja.
Fyi, Karangmalang sendiri merupakan sebuah kampung yang berada di Kelurahan Caturtunggal, Kecamatan Depok, Sleman. Sejak empat dekade silam, kampung ini bertransformasi menjadi tempat singgah ribuan mahasiswa perantau yang berkuliah di Kota Jogja. Terutama sejak dibukanya UGM dan UNY, yang lokasinya mengapit kampung tersebut.
Kompleks kos ini didominasi mahasiswa dari UGM dan UNY. Tiap tahunnya ada ratusan hingga ribuan mahasiswa dari dua kampus top itu silih berganti menempati bangunan-bangunan yang tersebar menjadi 5 blok.
Bagi Fadli (25), mahasiswa UGM angkatan 2017, Karangmalang selaiknya artefak. Seumur hidupnya, ia tak akan melupakan kenangan hidup di kampung tersebut. Memang, Karangmalang “hanya” mengisi 5 tahun dari total usia hidupnya. Namun, Karangmalang mengajarinya bahwa hidup tak semudah yang ia bayangkan.
“Lima tahun aku ngekos di sana, kalau pindah paling cuma pindah blok saja,” kata mahasiswa yang menyelesaikan studinya di UGM pada 2022 ini.
“Kalau ada kesempatan, aku pengen ke sana lagi. Nostalgia sama tempat yang jadi saksi gimana aku kelaparan, nyaris tiga hari tak makan karena beasiswa telat cair,” sambung lelaki yang kini bekerja sebagai konsultan pendidikan di Kota Jogja.
KIP Kuliah sering telat cair yang bikin hidupnya di kos luntang-lantung
Fadli merupakan mahasiswa asal Belitung yang bisa kuliah berkat beasiswa Bidikmisi (kini KIP Kuliah). Kisahnya sendiri pernah Mojok tulis dalam liputan “Nestapa Mahasiswa Bidikmisi: Dianggap Foya-foya, Padahal Buat Makan Saja Pernah Mengais Nasi Sisa Seminar“.
Bagi mahasiswa UGM ini, tak ada momen paling menggembirakan sekaligus bikin dongkol selain waktu pergantian semester. Pasalnya, momen tersebut adalah saat duit beasiswanya cair.
Yang jadi persoalan adalah, beasiswa KIP Kuliah kala itu sangat sering telat cair. Molornya pun enggak main-main, bisa ngaret sampai sebulan bahkan tiga bulan.
“Motivasi aku ngekos di Karangmalang ‘kan selain deket sama kampus, bisa ditempuh jalan kaki atau naik sepeda. Juga karena murah dan bayarnya langsung enam bulan. Jadi mikir pas Bidikmisi cair bisa langsung buat bayar kos. Waktu itu, tahun 2017, 1,8 juta per enam bulan,” jelasnya.
Akibat keterlambatan itu, orang tua Fadli pun kudu ngutang sana sini buat menutup uang kos. Di perantauan, Fadli juga harus hidup prihatin karena uang saku yang amat terbatas.
“Pernah hanya dikasih pegangan 200 ribu buat sebulan. Jadi ya terpaksa tiap hari makan lauk abon. Belinya 15 ribu buat lauk 3 harian,” kenang alumnus UGM ini.
“Sekali uangnya cair, sekitar 3,9 juta itu habis buat lunasin utang orang tua. Sering banget pas cair hanya cuma satu setengah jutaan, dan itu harus aku pakai buat 3-4 bulan ke depan.”
Baca halaman selanjutnya…
Karangmalang saksi mahasiswa utang sana-sini dan makan sampah demi bertahan hidup.
Mahasiswa UGM ini menahan lapar dan utang sana sini demi bertahan hidup
Boleh dibilang Fadli adalah satu dari sekian banyak mahasiswa beasiswa KIP Kuliah yang benar-benar membutuhkan. Lima tahun kuliah di UGM, sepeda butut dan beberapa lembar baju jadi barang berharganya di kos Karangmalang.
Laptop saja dia tak punya. Baru menjelang skripsian orang tuanya yang merupakan petani gurem membelikannya laptop dari hasil bertahun-tahun menabung.
Jangankan buat beli barang berharga, buat makan saja Faldi kesulitan. Saat rekening beasiswanya sudah terkuras habis, dia cuma punya dua pilihan: menahan lapar atau menahan malu dengan ngutang makanan di angkringan atau burjoan.
“Saking malunya karena utang sudah numpuk di angkringan langganan, aku milih nahan lapar dan hampir tiga hari nggak makan. Jadi kuliah lemes terus karena perut hanya keganjel air putih,” ujarnya.
Kebiasaan ini pun tak hanya sekali atau dua kali ia alami, tapi sangat sering. Bahkan, sudah jadi siklus.
“Itu siklus pasti aja hahaha,” tawa mahasiswa UGM ini. “Pasti tiap nunggu beasiswa nggak cair-cair, selalu puasa berhari-hari dan ngutang di mana-mana. Dibayar pas Bidikmisi turun.”
Karangmalang saksi makan sampah nasi sisa seminar
Selain Fadli, sang alumnus UGM, kisah getir juga datang dari Maria (25). Alumnus UNY, yang juga bisa kuliah berkat bantuan beasiswa Bidikmisi ini bahkan menjadikan Karangmalang sebagai saksi hidupnya makan sampah bersama teman-temannya akibat enggak punya uang.
Banyak cara memang Maria lakukan buat bertahan hidup, khususnya di saat-saat uang beasiswa telat cair. Salah satunya dengan mendatangi seminar-seminar gratis dengan harapan membawa pulang nasi kotak.
Sayangnya, pada satu momen di mana ia dan teman-temannya mendatangi sebuah seminar di Rektorat UNY, acara itu tak bisa mereka masuki. Alhasil, mereka pun cuma bisa gigit jari. Selesai acara, Maria dan teman-temannya itu melihat boks-boks penuh nasi sisa bergelatakkan di selasar gedung rektorat.
“Kita kumpulin nasi-nasi sisa sama lauk dan sayur yang sekiranya masih layak makan. Dibawa ke kosku buat dimakan bareng-bareng,” kata alumnus UNY yang saat ini bekerja di salah satu instansi pemerintahan Kota Medan.
“Kita makan sambil nangis. Kalau ingat momen itu rasanya mau nangis lagi.”
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Muchamad Aly Reza
Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News