Romantisme yang berakhir karena pandemi
Seiring waktu berlalu, sudah tak terhitung ada berapa tulisan yang saya hasilkan dari kursi besi dan WiFi gratis Circle K Gejayan. Dari tempat itu juga, pundi-pundi uang saya mengalir–yang setidaknya bisa menghidupi saya di perantauan.
Tak cuma untuk menulis, Circle K juga kerap saya jadikan tempat jujugan kalau sedang ingin bertemu teman untuk fafifuwasweswos, diskusi ringan maupun berat, sampai ngomongin filsafat kalau sudah tengah malam.
Pendeknya, tempat itu merekam banyak kejadian di hidup saya. Termasuk lalu lalang pembeli lengkap dengan keunikannya, arogannya orang-orang kaya, sampai pembeli lain yang duduk dan terlihat stres. Saya yakin beban hidupnya lebih berat daripada saya.
Tentu, yang tak mungkin saya lupakan juga adalah keramahan pegawainya.
Sayangnya, ketika pandemi Covid-19 menerjang, semua tak lagi sama. Jangankan nongkrong di Circle K, buat keluar kos saja dilarang. Minimarket itu juga beberapa kali buka tutup, patuh dengan imbauan pemerintah.Â
Sampai akhirnya ketika pandemi mereda, saya berusaha bernostalgia. Sayangnya, semua sudah berbeda.Â
Memang, kursi besi masih tertata, WiFi gratis juga masih tersedia, bahkan TV di depan juga masih menyala. Tapi si-pegawai-ramah sudah tak bekerja di sana.
Semua pun menjadi terasa asing bagi saya.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Muchamad Aly Reza
BACA JUGA:Â Â Minuman Indomaret yang Temani Saya Hadapi Kerasnya Kehidupan Orang Dewasa, Yang Jelas Bukan Kopi Golda atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.












