Porter Stasiun Lempuyangan Jogja, Mencoba Cukup di Tengah Menanti yang Tak Pasti

Porter di Stasiun Lempuyangan Jogja, menanti rezeki dari penumpang kereta api. (Mohamadeus Mikail/Mojok.co)

Membidik Cerita: Porter di stasiun kereta api menjadi salah satu pekerjaan yang dilembagakan, tetapi tidak digaji. Misalnya di Stasiun Lempuyangan, Jogja. Alhasil, mau tak mau mereka harus merasa cukup dari upah yang diberi berdasarkan keikhlasan penumpang.

***

Seringkali ketika turun dari kereta api, akan ada porter yang menunggu dan menawarkan jasa membawakan barang-barang penumpang. Terkadang, mereka pun berkumpul berbarengan sambil menanti kereta yang akan datang dengan harapan mendapat penghasilan. Penghasilan yang mereka harapkan tidak pernah memiliki angka pasti, dan mereka tidak digaji sama sekali dari pihak stasiun.

Porter di Stasiun Lempuyangan Jogja, menanti rezeki dari penumpang kereta api MOJOK.CO
Porter di Stasiun Lempuyangan Jogja, menanti rezeki dari penumpang kereta api. (Mohamadeus Mikail/Mojok.co)

20 tahun menjadi porter di Stasiun Lempuyangan, Jogja: kerja siang-malam dapat Rp150 ribu

Mojok bertemu dengan beberapa porter di Stasiun Lempuyangan, Jogja, pada Minggu, (24/8/2025). Ariwanto, salah satu porter yang Mojok temui, mengaku sudah bekerja di Stasiun Lempuyangan, Jogja, sejak tahun 90-an.

Sebelum menjadi porter, ia bekerja sebagai cleaning service di stasiun. Karena batas umur cleaning service adalah 50 tahun, maka ketika melewati batas umur Ariwanto akhirnya berpindah pekerjaan menjadi porter hingga hari ini.

Tidak ada angka pasti untuk penghasilan sehari-hari Ariwanto. Namun, paling umum perhari ia bisa mengantongi Rp150 ribu.

Alhamdulillah untuk sehari cukup biasanya,” kata Ariwanto.

Di sisi lain, para porter memang tidak hanya mengandalkan keberuntungan dari menawarkan jasa kepada orang-orang yang tidak dikenal. Beberapa dari mereka memiliki langganan yang biasanya menyimpan nomor gawai mereka.

“Kan setiap porter beda-beda, ada yang caranya halus dan ada yang caranya kasar. Makanya beberapa dari mereka kalau sudah cocok dengan satu ingin tetap bersama porter yang sama,” tambah Ariwanto.

Ilustrasi – Porter di Stasiun Lempuyangan Jogja tak hanya andalkan penggunaan jasa dari penumpang kereta api, tapi juga langganan. (Mohamadeus Mikail/Mojok.co)

Menggantikan almarhum suami demi mencari nafkah

Malam itu Mojok juga berbincang dengan Ira, porter lain yang bekerja di Stasiun Lempuyangan, Jogja. Suami Ira meninggal tiga tahun yang lalu. Setelah itu Ira menggantikan pekerjaan suaminya yang dulunya juga seorang porter di stasiun tersebut demi mencari nafkah.

Sebelum menjadi porter, penghasilan Ira dan suaminya berasal dari jualan asongan. Sebelum akhirnya pindah menjadi porter demi pemasukan yang lebih baik.

Ira, menjadi porter menggantikan suami yang sudah meninggal demi mencari nafkah. (Mohamadeus Mikail/Mojok.co)

Menjadi porter perempuan tentu menyimpan tantangan tersendiri bagi Ira. Sebab, jasa porter berhubungan dengan aktivitas angkat-mengangkat beban. Tenaga perempuan belum tentu memadai untuk itu.

“Terkadang kalau saya nggak kuat mengangkat barang-barang penumpang, biasanya saya serahkan kepada porter yang laki-laki,” ungkap Ira. Di luar itu, Ira menggantungkan penghasilan dari ketersediaan penumpang menggunakan jasanya, secukupnya.

“Yang penting sehari mendapatkan penghasilan yang cukup dan bersyukur saja” tutur Ira.

Menunggu di Stasiun Lempuyangan Jogja, sering kali tak menghasilkan apa-apa

Seperti Ariwanto, Pardiman juga sudah menjadi porter selama 25 tahun sejak tahun 90-an di Stasiun Lempuyangan, Jogja. Sebelum menjadi porter, Pardiman bekerja di bengkel. Karena kondisi ekonomi pada saat itu berpindah pusatnya ke Stasiun Lempuyangan, akhirnya ia beralih porter di stasiun tersebut.

Padirman, porter di Stasiun Lempuyangan Jogja. (Mohamadeus Mikail/Mojok.co)

Namun, memang tidak mudah menjadi porter. Setelah lama menunggu penumpang turun dari kereta api, lalu tawar-menawar jasa, sering kali justru dibalas dengan penolakan.

Untuk mencari penghasilan dari cara selain menawarkan jasa adalah ketika mereka ditawarkan pekerjaan lain dari stasiun.

Porter menanti penumpang turun dari kereta api. (Mohamadeus Mikail/Mojok.co)

“Kalau ada kebutuhan dari PT KAI untuk bersih-bersih, kami ikut membantu dan bekerja sama. Dari bersih-bersih ini kami diberi upah,” cerita Pardiman.

Membidik Cerita ini merupakan foto jurnalistik yang diproduksi oleh mahasiswa program Sekolah Vokasi Mojok periode Juli-September 2025.

Fotografer: Mohamadeus Mikail
Kurator: Muchamad Aly Reza
Redaktur: Muchamad Aly Reza

LIHAT JUGA: Hari-hari Sepi Para Pemilik Kios Buku Bekas di Jalan Kahar Muzakir Yogyakarta atau konten Membidik Cerita (foto jurnalistik) Mojok lainnya di rubrik Bidikan 

 

 

Exit mobile version