Curanmor di Surabaya Bertahun-tahun Tak Teratasi Malah Warga Dituduh Tak Saling Melindungi, Padahal Faktanya Tak Begitu: Eri Cahyadi ke Mana Aja Selama Ini?

Surabaya Tiru Bobroknya Jogja MOJOK.CO

Surabaya Tiru Bobroknya Jogja MOJOK.CO

Surabaya belakangan ini memang sedang darurat kasus pencurian motor (curanmor). Bayangkan saja, dalam kurun sepekan (3-9 Mei 2024), Polrestabes Surabaya mengungkap sebanyak 32 kasus curanmor di berbagai wilayah di Kota Pahlawan.

Selain parkir liar, bisa dibilang curanmor menjadi identitas yang lekat dengan Surabaya. Sama seperti Jogja yang identik dengan klitih dan sampah.

Kasus curanmor di Surabaya memang menjadi perhatian khusus bagi Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi. Baru-baru ini ia menegaskan akan berkoordinasi dengan beberapa pihak untuk mengatasi masalah tersebut.

“Jadi nanti insyaallah kita akan membuat pertemuan dengan seluruh perwakilan RT/RW, juga dengan kepolisian, sama Forkopimda untuk bagaimana penyelesaiannya,” ujarnya, Selasa (11/6/2024), dalam keterangan pers di laman resmi Pemkot Surabaya. Namun, ada bagian dari pernyataan Eri Cahyadi yang menyinggung beberapa orang di Surabaya.

Warga Surabaya disebut tak saling peduli

Eri Cahyadi menyebut, kemiskinan dan kurangnya rasa empati antar warga bisa masuk sebagai faktor pendorong terjadinya aksi curanmor. Oleh karena itu, selain pemerintah dan pihak berwenang mencoba mencari solusi, maka warga Surabaya pun harus menumbuhkan rasa empati satu sama lain.

“Contoh di kampung, masa kita suruh masuk kampung. Berarti maksudnya itu di kampung tetap kita jaga bersama, tapi empati orang kampung juga harus dijaga,” tutur Eri.

“Sudah tahu di kampung ada (orang) yang uglak-uglik (jebol) pagar, dibiarkan. Itu berarti kan Pancasila kita tidak berjalan,” sambungnya.

Eri Cahyadi pun menekankan betapa pentingnya konsep Kampung Madani untuk diterapkan di kampung-kampung di Surabaya. Sebab, di dalam Kampung Madani, warga mengedepankan gotong-royong untuk menciptakan lingkungan yang aman.

Dengan begitu, tentu kejahatan jalanan seperti curanmor bisa dicegah atau seminimal-minimalnya bisa ditekan.

“Inilah yang saya hidupkan dengan Kampung Madani. Kampung Madani itu bukan hanya memberi bantuan kepada yang tidak mampu di kampung tersebut, tapi bagaimana menciptakan lingkungan aman dan nyaman,” tekannya.

Warga Surabaya tak seabai itu

Saya lantas mengirimkan link rilis tersebut kepada Idwan (20), salah satu mahasiswa di Surabaya yang pernah jadi korban curanmor.

Berdasarkan kesaksian Idwan, ia tak memungkiri bahwa sisi individualitas di Surabaya memang sangat tinggi. Maklum, di kota sebesar itu, orang-orang ngurus dirinya sendiri aja kesulitan. Apalagi ngurus orang lain.

Namun, perihal curanmor, Idwan menjadi saksi bahwa warga Surabaya—paling tidak di daerah kosnya di Wonocolo—memiliki kepedulian yang besar.

Idwan mengaku kemalingan motor pada Desember 2022. Pada saat itu ia sudah menggembok dan mengunci ganda motornya di parkiran kosnya. Tapi, bukankah maling memang selalu punya banyak akal?

“Sebenarnya beberapa hari sebelumnya aku sudah dapat wanti-wanti dari pemilik kos putri samping kosku. Kalau belakangan (di Desember 2022) ada orang bergelagat mencurigakan sering riwa-riwi,” ungkap Idwan. Ia sendiri sudah mencoba sehati-hati mungkin. Tapi nasib sial tetap tak bisa ia hindari: motornya tetap lenayap digondol maling.

Idwan tentu sangat berterimakasih dengan kesigapan Eri Cahyadi yang langsung ambil tindakan untuk mengatasi curanmor yang belakangan sudah di level mengerikan.

“Tapi dengan segala hormat, Bapak ke mana saja? Warga Surabaya sudah berusaha saling peduli kok, Pak,” ungkap Idwan, Rabu (12/6/2024).

Baca halaman selanjutnya…

Tuduhan Eri Cahyadi tak melihat realita dan fakta

Ronda dan saling jaga

Hal senada juga diungkapkan oleh Yudi (25), pekerja di salah satu percetakan di Surabaya. Saat ini ia tinggal di Gayungsari, Surabaya. Di sebuah kos di tengah kampung padat penduduk.

Saking padatnya, ada beberapa warga yang motornya terpaksa harus parkir di area luar rumah atau kontrakan.

“Kalau malam, pasti ada beberapa bapak-bapak yang melek’an (berjaga). Ada yang di pos, ada yang di depan rumah/kontrakan masing-masing. Kelihatannya emang cuma main kartu, tapi kan juga sambil jaga,” jelas Yudi.

Saat di kos, Yudi pernah ceroboh menaruh motor di luar pagar dengan kondisi tak dikunci ganda. Karena ia memang niat masuk ke dalam kos cuma sebentar.

Tapi saat keluar, ia langsung dicegat oleh bapak-bapak warga setempat. Ia kena tegur agar lain kali tetap membawa masuk motornya. Atau kalau tidak ya minimal kunci ganda lah.

Warga Surabaya membenci curanmor

Saya pun pernah mengalami apa yang Yudi alami: kena tegur gara-gara ceroboh. Selain itu, sepanjang pengalaman saya hampir tujuh tahun di Surabaya, tak pernah ada warga yang rela jadi korban curanmor. Setidaknya itulah yang saya dapati di daerah kos saya di Jemur Wonosari, Wonocolo, Surabaya.

Warga Jemur Wonosari bahkan sudah hafal, kapan kasus curanmor akan naik drastis. Khususnya menjelang Idul Fitri dan tahun baru. Menjelang itu, warga lantas berinisatif membentangkan banner imbauan waspada curanmor di beberapa gang. Selain juga meningkatkan keamanan (memperketat jaga malam).

Bahkan saya juga pernah melihat sendiri bagaimana amarah warga Jemur Wonosari saat berhasil menangkap dua pelaku curanmor. Warga laki-laki saling kerja sama untuk menangkapnya. Meskipun endingnya tidak bisa dibenarkan: main hakim sendiri.

Tapi paling tidak, itu adalah gambaran bagaimana warga Surabaya sebenarnya sudah saling peduli satu sama lain perihal keamanan.

Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi

BACA JUGA: Warung Basuki di Tamantirto Jogja Jadi Saksi Buruknya Watak Mahasiswa UMY

Ikuti berita dan artikel Mojok lainnya di Google News.

 

Exit mobile version