Anggaran besar tak menjamin kualitas film animasi
Terlepas dari kebenaran kontroversi di atas, Amy berharap pemerintah dapat memberikan perhatian lebih kepada karya animasi. Idealnya, kata dia, hasil film animasi yang baik pengerjaannya dapat dilakukan selama bertahun-tahun. Termasuk proses pembuatan Merah Putih: One for All yang “sebetulnya” tak realistis.
Amy menjelaskan jika proses pembuatan film animasi tidak bisa disama ratakan dengan pembuatan film live action yang menggunakan aktor manusia. Seorang animator maupun tim produksi dituntut untuk “melahirkan” karakter mati, tidak bisa misalnya sang aktor melakukan improvisasi karakter dalam cerita.
“Animasi itu sangat detail dan terperinci. Sebagian besar ceritanya stick to the plan karena semakin kami melakukan improvisasi, nanti bakal banyak waktu yang terbuang,” kata Amy.

Selain itu, menurut Amy, jumlah anggaran yang besar tidak menentukan kualitas film animasi. Begitupun dengan Merah Putih: One for All, tidak bisa ditentukan bagus tidaknya hanya dengan jumlah anggaran.
“Kalau diiringi dengan waktu yang cukup dan planning yang baik, berapapun anggarannya, harusnya filmnya bisa sukses. Karena menurutku, semua tergantung dari timnya, baik animator, produser, sound, dan sebagainya,” ujar Amy.
Negara perlu belajar kembangkan film animasi
Sebut saja film Jumbo yang baru-baru ini sukses di bioskop. Dilansir dari berbagai sumber, Jumbo menghabiskan waktu produksi hingga lima tahun dengan biaya lebih dari Rp20 miliar. Menurut The Conversation, Jumbo menjadi film terlaris sepanjang masa dengan perolehan 10 juta orang penonton dalam waktu 2 bulan penayangan.
Produser film Jumbo, Anggia Kharisma mengatakan melejitnya angka penjualan tiket tersebut sebagai bentuk dari kepercayaan masyarakat akan industri animasi Indonesia. Ia memastikan bahwa visual maupun cerita yang dibawa dalam film Jumbo dapat menyentuh hati penonton. Tak seperti Merah Putih: One for All.
”Jumbo dibuat untuk kita semua, untuk anak-anak kita dan untuk anak-anak dalam diri kita,” ucapnya dikutip dari Kompas.id, Selasa (12/8/2025).
Sepakat dengan Anggia, Amy berujar sejatinya film animasi tidak dikhususkan untuk anak-anak. Orang dewasa pun dapat menikmatinya. Oleh karena itu, ia berharap pemerintah dapat memberi dukungan kepada para animator Indonesia.
“Teman-teman animator Indonesia itu sangat berbakat sebetulnya. Cuman aku merasa produksi film maupun festivalnya belum banyak. Sementara, di luar negeri contohnya di Eropa tempat aku kuliah, film animasi dari mereka yang tayang di bioskop itu sudah banyak sekali,” kata Amy.
“Jadi aku berharap Indonesia bakal lebih terbukalah dengan potensi yang bisa dihasilkan dari film animasi ini,” lanjutnya.
Penulis: Aisyah Amira Wakang
Editor: Ahmad Effendi
BACA JUGA: Film Jumbo Bukan Animasi Biasa, Tapi Realitas Sosial Anak-anak Indonesia yang Tumbuh Tanpa Kasih Sayang Orangtua atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan.












