Perppu Ciptaker Hanya Akal-akalan Pemerintah dan Menyulitkan Buruh

perppu ciptaker mojok.co

Ilustrasi buruh (Mojok.co)

MOJOK.COSejumlah pakar hukum menyebut bahwa Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang baru saja diterbitkan, hanyalah regulasi akal-akalan pemerintah. Selain itu, sejumlah aturan di dalamnya juga berpotensi menyulitkan kondisi buruh yang selama ini sudah rentan.

Ahli hukum tata negara, Bivitri Susanti, menjelaskan apa yang dimaksud dengan “regulasi akal-akalan pemerintah” tersebut. Menurut Bivitri, Perppu memang bisa sewaktu-waktu diterbitkan, tapi dengan alasan situasi genting yang memaksa dalam konteks hukum tata negara darurat.

“Masalahnya, kegentingan yang memaksa itu tidak ada,” ujarnya, dalam diskusi Jalan Menuju Pemilu 5: Polemik Perppu Cipta Kerja dan Respons Kelas Pekerja, yang ditayangkan kanal Youtube Indoprogess TV, Jumat (6/1/2023).

“Apakah jika Perppu ini tidak terbit hari ini maka Indonesia akan krisis, bangkrut atau musnah? Kan tidak. Ini yang dimaksud kegentingan yang memaksa, sementara hari ini sama sekali tidak terjadi,” sambungnya.

Ia pun menilai, aturan ini hanyalah upaya pemerintah buat mengakali hukum tata negara saja. Bahkan, pembahasannya yang dilakukan menjelang pergantian tahun tanpa pengawasan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) maupun masyarakat pun makin memperkuat indikasi tersebut.

“Kita serasa di-prank. Dikeluarkannya pada hari kerja terakhir sebelum tahun baru, di saat semua orang tidak ada yang tahu, tiba-tiba keluar,” katanya.

Bivitri juga menjelaskan, hampir semua negara di dunia punya aturan kedaruratan semacam Perppu ini. Namun, ia juga menggarisbawahi bahwa kebanyakan aturan kedaruratan sejatinya bersifat otoritarianisme.

“Sifatnya otoritarian karena pemerintah punya legitimasi boleh melakukan apa saja, bahkan sampai melanggar HAM sekalipun, atas nama kondisi darurat,” ujar pengajar hukum di Sekolah Tinggi Hukum (STH) Jentera ini.

Sementara itu, pada kesempatan yang sama Pakar Hukum Perburuhan Nabiyla Risfa Izzati menyebut, kondisi pekerja di Indonesia bisa menjadi makin sulit karena terbitnya Perppu ini. Menurutnya, selama ini pemerintah hanya menggenjot kuantitas regulasi perburuhan, tapi tidak memperbaiki kualitasnya.

Sebagaimana diketahui, Indonesia memiliki banyak sekali undang-undang yang mengatur ketenagakerjaan. Mulai dari UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, dan masih banyak lagi, termasuk Perppu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.

“Tapi dari banyaknya regulasi itu, sangat sedikit yang menyinggung kesehatan dan keselamatan pekerja,” ujar Nabiyla, dikutip Senin (9/1/2023).

Terkait Perppu Ciptaker, lanjut Nabiyla, kebijakan ini malah hanya bikin buruh semakin tidak punya daya tawar. Menurutnya, melalui Perppu ini pemerintah cuma berorientasi tentang “penciptaan lapangan pekerjaan”, tapi di waktu yang sama tidak pernah menanyakan apa yang sebenarnya dibutuhkan para pekerjanya.

“Cipta lapangan kerja dengan perlindungan kerja, adalah dua hal yang berbeda,” tegasnya.

“Bahkan, akademisi perburuhan sudah sering mengingatkan ‘silakan bikin UU yang mengatur soal cipta kerja, tapi jangan merevisi atau menghapus UU Ketenagakerjaan’ karena dua aturan itu punya sudut pandang beda,” tegasnya.

Alhasil, karena punya sudut pandang penciptaan kerja tanpa membahas kebutuhan pekerja, Perppu Ciptaker hanya memperparah kondisi perburuhan yang sudah rentan.

Misalnya, Dosen Fakultas Hukum UGM ini mencontohkan, yang terkait dengan urusan pengupahan. Dalam Perppu Ciptaker, formulasi upah minimum diatur dalam Pasal 88D, yang menurutnya sudah cukup ideal meski masih perlu dikritik. Namun, dalam pasal 88F, pemerintah justru bisa dengan seenaknya mementahkan formulasi tersebut.

“Pasal 88F menyebutkan bahwa dalam ‘kondisi tertentu’ pemerintah punya hak untuk mengubah formulasi dalam Pasal 88D,” ujar Nabiyla.

“Artinya, aturan awal justru dimentahkan. Ini juga dapat menjadi cek kosong bagi pemerintah, dengan dalih ‘kondisi tertentu’, dengan semaunya mereka bisa mengubah formulasi terkait upah minimum yang jadi satu-satunya harapan buruh,” paparnya.

Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Amanatia Junda

BACA JUGA Perppu Cipta Kerja Disahkan, Ini Dampaknya Terhadap Pekerja Perempuan

Exit mobile version