MOJOK.CO – Dalam perkara Minggu atau Ahad, apakah kita kelak akan bernyanyi “Kisah Sedih di Hari Ahad”, alih-alih “Kisah Sedih di Hari Minggu”?
Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, Minggu, itu nama-nama hari~
Lagu yang kita dendangkan sejak kecil sembari belajar mengingat nama-nama hari itu kini memiliki kemungkinan berganti lirik. Pasalnya, ada sebagian orang yang percaya nama hari Minggu semestinya diganti dengan kata lain, yaitu Ahad.
Loh, loh, loh, memangnya Ahad itu termasuk bahasa Indonesia? Kok “maksa” untuk jadi nama hari resmi?
Ternyata, Saudara-saudara sekalian, dalam KBBI, baik Minggu atau Ahad, tercantum manis dan bisa kita cari definisinya dengan mudah. Kata Minggu, misalnya, dalam KBBI bermakna sebagai berikut:
1. hari pertama dalam jangka waktu satu minggu; Ahad
2. (ditulis dengan huruf kecil) jangka waktu yang lamanya tujuh hari
Sementara itu, kata Ahad yang disebut-sebut juga dalam definisi hari Minggu memiliki arti berikut:
1. hari pertama dalam jangka waktu satu minggu; Minggu
2. (ditulis dengan huruf kecil) satu; esa
Diterimanya kedua kata ini, baik Minggu atau Ahad, dalam KBBI menunjukkan bahwa secara bahasa keduanya bermakna sama: sebagai nama hari pertama dalam satu minggu. Namun perkara istilah mana yang resmi digunakan, itu lain cerita.
Surat Keputusan Bersama yang terbit setiap tahun dan mengatur hari libur nasional beserta cuti bersama di Indonesia sedikit banyak mampu menjawab dilema ini. Surat yang diterbitkan oleh Menteri Agama, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, serta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi ini menggunakan istilah Minggu, alih-alih Ahad, menjadikan nama hari Minggu sebagai istilah yang resmi digunakan.
Sejarah kata Minggu-lah yang kemudian berkembang, menjadi bumerang bagi nama hari ini sendiri. Masyarakat yang menuntut penggunaan kata Ahad didasari oleh makna hari Minggu yang bermakna sebagai “Hari Tuhan”. Kalau diingat-ingat, hal ini persis seperti apa yang terjadi dalam keputusan penggantian istilah AD/BC ke CE/BCE.
Ya, ya, ya, bangsa Portugis yang dulu datang ke Indonesia ternyata meninggalkan sejarah kata di Tanah Nusantara. Dalam bahasa Portugis, Minggu yang dimaksud adalah serapan dari kata Domingo dengan makna “Hari Tuhan”. Konon, hari ini menggambarkan hari kelahiran Yesus pada kepercayaan Kristen. Kata Domingo sendiri dieja sebagai Minggu di daerah Melayu, termasuk Indonesia, mulai abad ke-19 hingga 20.
Bukan cuma hari Minggu, kata-kata dalam bahasa Portugis lainnya pun turut diserap, seperti kata bangku (dari kata banco) dan keju (dari kata queijo). Tapi memang, yang cukup kontroversial, ya, cuma “Hari Tuhan” itu saja. Maksud saya, mana ada sih yang mau repot-repot protes kata keju harus diganti jadi cis, misalnya???
Mengemukanya tuntutan dan ajakan penggantian istilah Minggu menjadi Ahad (termasuk minggu menjadi pekan) ini didasarkan pula oleh alasan yang cukup religius. Dalam banyak seruan yang beredar, penggunaan kata Ahad dianggap penting karena mengingatkan kita pada keesaan Allah swt., terlebih karena makna kata Ahad sendiri adalah esa. Padahal nih, kalau mengacu pada KBBI (lagi), kata Ahad yang bermakna “esa” semestinya ditulis dengan huruf kecil (“ahad”) dan jelas tidak memenuhi syarat penulisan nama hari (ditulis dengan huruf besar).
Sayangnya, kelompok pendukung “Ganti Nama Minggu dengan Ahad” ini tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai alasan mengapa mereka ingin kata minggu yang menggambarkan tujuh hari diganti pula dengan kata pekan. Apakah kata pekan juga mengingatkan mereka pada alasan-alasan religius? Entahlah.
Anggapan bahwa nama Ahad telah digunakan sebelum tahun 1960 pun gencar beredar. Disebutkan, istilah Ahad sesungguhnya dipakai sejak bertahun lalu, sebelum akhirnya diganti dengan istilah Minggu. Namun faktanya, menurut penelusuran dokumen-dokumen lama, bahkan sejak tahun 1940-an hari Minggu telah menjadi nama hari resmi di Indonesia. Penulisan lengkap nama-nama hari ini adalah Minggoe, Senen, Selasa, Rebo, Kemis, Djoem’at, dan Sabtoe.
Kontroversi penggunaan nama hari Minggu ini mau tak mau menjadi sorotan: apakah alasan religius harus selalu menjadi dasar berlakunya ketentuan bagi semua masyarakat?
Kalau boleh dibandingkan, nama-nama hari selain hari Minggu toh seluruhnya sudah berangkat dari bahasa Arab. Lebih lengkapnya, berikut adalah nama-nama hari dalam bahasa Arab:
Minggu: Yaumul Ahadi
Senin: Yaumul Itsnayni
Selasa: Yaumuts Tsulaatsaai
Rabu: Yaumul Arbi’aai
Kamis: Yaumul Khomiis
Jumat: Yaumul Jumu’ati
Sabtu: Yaumus Sabti (disebutkan pula berasal dari bahasa Ibrani, yaitu dari kata Sabbat)
Jika kata Minggu dituntut untuk diganti dengan kata Ahad, apakah nasib sama harus dialami pula dengan kata-kata lain yang tidak berasal dari bahasa Arab, seperti kata pahala (dari bahasa Sanskrit yang merupakan bahasa berkasta tinggi dalam agama Hindu, yaitu kata phala)? Yang paling menggelitik saya: apakah keinginan penggantian nama Minggu menjadi Ahad benar-benar bebas dari kepentingan “simbol” bagi sebagian orang demi menunjukkan identitas dirinya?
Belajar dari penggantian istilah AD/BC menjadi CE/BCE, penentuan istilah terpilih umumnya merupakan kata netral yang tidak memihak kelompok manapun. Nah, apakah prinsip yang sama bisa kita terapkan pula dalam hal penamaan Minggu atau Ahad? Hmm?