MOJOK.CO – Sumatra disebut dari kata “Asyamatiro”, dan masih banyak lagi asal-usul nama pulau yang diyakini Ustaz Baequni berasal dari bahasa Arab. Bener nggak, nih???
Setelah ramai-ramai soal Masjid Al-Safar yang mendadak disorot gara-gara diyakini mengandung unsur-unsur illuminati, nama Ustaz Rahmat Baequni mencuat lagi. Beberapa orang yang saya kenal tampak menggeleng-gelengkan kepalanya saat menonton sesuatu di Twitter, membuat saya ikutan ngintip.
Rupa-rupanya, kali ini, selain persolan illuminati, Yang Bersangkutan juga memberi tahu kita semua bahwa asal-usul nama-nama pulau di Indonesia adalah bersumber dari…
https://twitter.com/narkosun/status/1139189109404999680
Guru Besar Filologi Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Oman Fathurahman, melalui akun media sosialnya, turut bicara. Menurutnya, pengaruh bahasa Arab memang kuat, tapi hanya setelah abad ke-13. Sementara itu, nama-nama pulau yang disebutkan tadi sudah ada pada abad ke-13.
Ja-jadi, gimana dong—apakah asal-usul nama pulau di Indonesia benar-benar dari bahasa Arab atau bahasa kalbu atau bukan???
Jika ditelusuri lebih lanjut, beberapa versi asal-usul nama pulai di Indonesia sebenarnya cukup beragam. Karena sekarang nggak ada satu pun dari kita yang sudah hidup sejak awal munculnya nama-nama tadi, pilihan terbaik kita adalah meninjau kembali sejarah-sejarah ini dan beberapa legenda yang berkembang.
*JENG JENG JENG*
Pertama, alih-alih Asyamatiro, asal-usul nama pulau Sumatra disebut berasal dari kata “Samudera”, merujuk pada nama kerajaan di Aceh pada abad ke-13 dan-14. Peralihan nama ini juga terjadi ujug-ujug—ada proses yang cukup panjang di sana.
Seorang pelaut bernama Odorico de Pardenone, dalam perjalanannya dari India, menuliskan bahwa dia tiba di sebuah tempat bernama Kerajaan Sumoltra. Berikutnya, sebuah kitab bernama Rihlah ila-I-Masyriq yang ditulis Ibnu Bathutah menggambarkan tempat ini dengan nama Kerajaan Samatrah.
Pada abad 14, sebuah peta daerah Samudera Hindia dibuat dan pulau Samatrah pertama kali dituliskan oleh Ibnu Majid. Nama ini berubah menjadi Camatarra saat disalin oleh Roteiro, lalu Samatara oleh Amerigo Vespucci (abad 15). Perjalanan nama terus bergulir, mulai dari Camatra hingga Camatora, hingga pada tahun 1521-an, nama Somatra muncul.
Menjelang abad ke-16, orang-orang Belanda dan Inggris mulai memperkenalkan penulisan nama pulau Sumatra secara konsisten. Akibatnya, hingga saat ini, kita pun mengenal nama tadi dengan baik (Sumatra), meski di perundang-undangan ditulis sebagai Sumatera, dengan huruf “e”, tapi “e”-nya satu aja, nggak usah tiga.
Kedua, sumber sejarah asal-usul nama pulau Jawa dianggap agak “tidak jelas” karena diyakini memiliki banyak versi. Namun, musafir yang datang dari India mengisahkan bahwa nama ini diambil dari tanaman jáwa-wut yang terkenal di pulau ini.
Mendukung teori di atas, banyak sumber meyakini pula nama Jawa berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu yayadvipa, di mana dvipa berarti “pulau”, sedangkan yava adalah “jelai” atau “biji-bijian”, yang merujuk pada tanaman jáwa-wut atau padi. Sementara itu, dari tanah China, pada masa Dinasti Yuan, pulau ini lebih akrab disebut sebagai Zhao-Wa.
Sumber lain tak kalah pula menyebutkan informasi tambahan bahwa kata Jawa berasal dari Proto-Austronesia yang berarti “kamu”.
Eh, salah—maksud saya, artinya “rumah”. Yah, mirip, sih, kamu dan rumah….
Ketiga, asal-usul nama pulau Kalimantan dimulai dengan nama Borneo, yang konon berasal dari nama “Brunei”. Pendapat yang menguatkan teori ini adalah nama pulai Kalimantan kala itu yang mulanya disebut sebagai “Bun-Lai”—sebuah nama yang mirip dengan “Brunei”.
Tapi, karena dimirip-miripin itu nggak enak, nama Borneo disebut pula berasal dari nama pohon yang tumbuh di wilayah tersebut, yaitu Borneol yang banyak digunakan sebagai bahan minyak wangi dan kamper. Pihak yang sempet-sempetnya kepikiran mengadaptasi nama pohon sebagai nama pulau ini adalah penduduk Eropa yang datang ke sana.
Lalu, kenapa ia disebut pula sebagai Kalimantan? Beberapa sumber meyakini nama ini datang dari bahasa Sansekerta, yaitu Kalamanthana, yang artinya “pulau berhawa panas”.
Keempat, nama Makassar disebutkan oleh Ustaz Baequni berasal dari kata “yang terpecah-pecah”. Namun, menurut legenda yang berkembang, asal-usul namanya berasal dari kata Akkasaraki Nabbiya, yang artinya “nabi menampakkan diri”.
Kelima, nama Maluku mungkin menjadi satu-satunya yang hampir mirip dengan apa yang disampaikan Ustaz Rahmat Baequni. Kata Al-Mulk disebut sebagai asal kata Maluku, yang berarti “negeri para raja”. Namun demikian, Maluku juga diyakini berasal dari bahasa Ternate, yaitu Moloku atau Moloko, yang berarti “tanah air”.
Keenam, Papua Nugini, yang notabene adalah tetangganya Indonesia, tak lepas sebagai materi yang disampaikan Ustaz Rahmat Baequni. Meski oleh Pak Ustaz disebut dulunya bernama Billadul nurul islami, kata “Papua” ini berasal dari bahasa Melayu, yang berarti “rambut keriting”.
Terus, gimana dengan kata “Nugini”, dong?
Istilah Nugini ini berasal dari kata New Guinea, yang muncul pada masa kolonial Portugis dan Spanyol. Konon,sebutan New Guinea diberikan karena adanya kesamaan tampilan fisik penduduk asli dengan penduduk yang ada di daerah Guinea di Afrika.
Wow wow wow, seru juga, ya, ternyata kalau mencari tahu sendiri sampai puas? Kalau ada informasi tambahan soal asal-usul nama pulau di Indonesia yang (((dunia harus tahu banget))), silakan tulis di kolom komentar, ya!