MOJOK.CO – Bolehlah kita saling mengenang kata-kata “jadul” yang kini sudah tenggelam di tengah ombak badai milenial, mulai dari “tustel” hingga “potlot”!
Zaman berubah cepat. Dinamis. Berlari—persis kayak cowok kalau lagi PDKT ke cewek target. Cepat. Kencang. Was wus was wus.
Analogi di atas mungkin bagimu cukup absurd, tapi nyatanya zaman memang berjalan dengan segera. Buktinya, kamu pasti pernah merasa ada beberapa tren yang bisa mendadak booming, tapi tiba-tiba hilang, bukan?
Maksud saya, sebagai contoh: dulu, lagu yang liriknya “Suaraaaa, dengarkanlah aku, apa kabarnya pujaan hatiku?” diputar ulang berkali-kali di televisi dan radio. Lah sekarang, mana ada anak zaman now yang nyanyi lagu itu? Yang ada juga mereka nari-nari sambil nyanyi “Taki taki, taki taki rumba!”.
Adanya generation gap nyatanya nggak melulu ditunjukkan lewat sesuatu yang tampak secara fisik. Dari segi bahasa, ada-ada saja istilah-istilah lawas yang bakal bikin dahi anak zaman sekarang berkerut untuk sekadar bertanya, “Eh, itu apa, sih, maksudnya?”
Yah, sebagai generasi yang (agak) tua, bolehlah kita saling mengenang kata-kata “jadul” yang dulu kerap terdengar begitu sering, tapi kini sudah tenggelam di tengah ombak badai milenial. Tsadeeeest~
1. Tustel
Setelah diduduki Belanda selama kurang lebih 3,5 abad, wajar-wajar saja jika kata-kata dalam bahasa Belanda ada yang menjelma kata serapan dalam bahasa Indonesia. Salah satu yang paling umum adalah kata tustel, yang diserap dari kata toestel dalam bahasa Belanda. Pada masanya, tustel sering kali digunakan untuk merujuk pada benda berupa kamera.
Gimana, apakah kamu merasa terpanggil saat saya menuliskan “tustel”? Jika ya, izinkan saya meluruskan rambut sesuatu.
Dalam KBBI, kamu bisa menemukan kata kamera maupun tustel, di mana keduanya diartikan sebagai “alat potret”. Namun, perlu diingat, bahwa ternyata tustel dan kamera memiliki makna berbeda karena sesungguhnya tustel mengacu pada keseluruhan perangkat kamera, mulai dari body lensa, lensa, blitz, dan komponen-komponen lainnya.
Bukan cuma itu: ternyata, kata tustel yang selama ini kita yakini berarti “cuma kamera”, maknanya jauuuuh lebih luas daripada itu. Dalam bahasa Belanda, toestel mempunyai “nama panjang” fototoestel. Istilah ini berarti “perangkat” dan memang memiliki arti “alat pemotret”. Namun, di waktu bersamaan, ia juga bisa berarti…
…”pesawat radio”, “pesawat udara”, bahkan “perangkat senam”!
Wow, wow, wow, kagetkah kamu? Nggak? Ya sudah nggak apa-apa. Yuk, lanjut lagi.
2. Binatu
Dalam KBBI, kata binatu sebenarnya tidak baku-baku amat (hah, gimana nih maksudnya???) karena kita bakal diarahkan ke kata lainnya: penatu. Arti kata binatu maupun penatu ini adalah usaha atau orang yang bergerak di bidang pencucian, atau dengan kata lain…
…laundry!!!
Tapi, yah, dasar zaman sekarang kita telah dikuasai elemen-elemen asing yang selalu tampak elegan jika dibungkus dengan English, binatu alias penatu yang banyak ditemui di pinggir jalan pun mulai berganti nama dengan menyertakan kata laundry.
Pokoknya, kalau nggak ada kata laundry, nggak mau nyuci!!!
3. Afdruk
Secara sederhana, afdruk dimaknai sebagai proses cetak. Ya gimana lagi: afdruk foto memang hits pada zamannya dan orang-orang seakan berlomba-lomba untuk mencetak foto yang mereka ambil dengan tustel berisi film.
Iya, isinya film, yang hitam-hitam cokelat itu—bukan berisi memory card kayak kameramu sekarang~
Afdruk foto dilakukan di ruang gelap, dengan proses pencucian dan pengeringan film. Kalau sekarang kita mengambil foto untuk keperluan pas foto di studio dan akan mendapatkan CD berisi file foto tersebut, zaman dulu berbeda: kita akan diberi potongan film dari tustel si tukang potret, dan film inilah yang harus kita afdruk agar pas foto kita bisa sampai di tangan.
Lagi-lagi, ini berbeda dengan apa yang orang-orang zaman sekarang lakukan. Asal ada printer, afdruk pun jadi nggak penting-penting amat karena sudah terlalu so yesterday, Kak!
4. Potlot
Isitlah yang satu ini bukan berasal dari bahasa Indonesia, tapi telah cukup lama mendarah daging di masyarakat. Kalau kamu sendiri masih kurang familiar dengan kata ini, coba tanya bapak dan ibumu sekarang. Yakin, mereka pasti ngerti!
Potlot adalah istilah yang berarti “pensil”. Nama ini diambil melalui sebuah perjalanan yang panjang kayak kamu yang pacaran bertahun-tahun berikut ini.
Jadi gini: di Eropa, pensil berkembang dari beberapa bahan, termasuk timah hitam yang disebut dengan nama lead atau lood. Meski hasilnya bagus, tangan penggunanya jadi kotor gara-gara si timah hitam ini. Akhirmya, dibungkuslah timah tadi dengan wadah yang disebut pot dan terbuat dari kulit.
Alhasil, gabungan dari dua bahan ini menjelma menjadi potlood atau potlot, yang sesungguhnya mengacu pada pensil yang terbuat dari timah. Tapi, ya, namanya juga manusia: asal bentuknya pensil, namanya tetaplah potlot~
Terlepas dari keempat istilah lawas tadi, saya rasa masih banyak kata-kata serupa tustel dan afdruk yang bisa kita kenang. Tapi ingat: nggak perlulah kita mengenang kata-kata ini lalu “memaksa” semua orang untuk menggunakannya lagi. Toh nyatanya, kadang memang ada hal-hal yang cukup baik untuk dikenang…
…dan sama sekali tak perlu kita rasakan kembali. Iya, kan?