MOJOK.CO – Korelasi adalah kesamaan pola kemunculan, kausalitas adalah hubungan sebab akibat. Keduanya berbeda tapi sering disamaartikan.
Berita-berita tentang obat virus corona yang kabarnya bisa disembuhkan oleh jahe, susu, tauge, hingga rukyah membuat kita perlu belajar tentang apa beda korelasi dan sebab akibat (kausalitas).
Korelasi diartikan kurang tepat oleh KBBI sebagai ‘hubungan timbal-balik atau sebab akibat’. Definisi ini mengacaukan konsep korelasi yang tidak boleh disamakan dengan kausalitas.
Korelasi adalah pola hubungan antara dua hal atau variabel yang muncul bersamaan dalam satu waktu. Variabel adalah sesuatu yang bisa berubah dan bisa kita ukur. Musim hujan dan kecelakaan lalu lintas adalah contoh korelasi. Sebab, setiap hujan deras turun, kecelakaan lalu lintas juga terjadi. Artinya, dalam satu waktu, ada dua variabel yang muncul.
Tetapi musim hujan bukan penyebab kecelakaan lalu lintas, atau keduanya tidak memiliki hubungan kausalitas. Kecelakaan lalu lintas sering terjadi di musim hujan karena jalanan licin, padamnya lampu jalan, orang yang tetap ngebut saat hujan, atau lubang di jalan yang tak tampak karena tergenang air.
Artinya, ketika variabel A (musim hujan) kerap muncul berbarengan dengan variabel B (kecelakaan lalu lintas), tidak otomatis berarti variabel A menyebabkan variabel B, atau sebaliknya, variabel B menyebabkan variabel A. Jika kita membutuhkan kesimpulan mengapa kecelakaan sering terjadi di musim hujan, kita harus mencari penyebab langsungnya, yaitu, misalnya, lubang di jalan (variabel C).
Lebih mudah lagi adalah contoh lawas ketika kita masih SD. Petir dan awan mendung memang kerap muncul menjelang hujan (korelasi), tetapi petir dan awan mendung bukan penyebab hujan (bukan kausalitas).
Itulah mengapa dalam statistika, ada diktum berbunyi “Correlation does not imply causation” atau “korelasi tak selalu berarti kausalitas”.
Namun, juga ada kasus dua hal yang berkorelasi juga memiliki hubungan kausalitas. Jika sebuah gelas kaca dijatuhkan di atas lantai semen, semakin tinggi jarak jatuhnya gelas ke lantai berkorelasi sekaligus menyebabkan kerusakan gelas semakin parah.
Di peristiwa lain, dua hal yang berkorelasi juga memiliki hubungan kausalitas, tetapi ada hal lain (variabel C, D, E, dan seterusnya) yang turut menjadi penyebab. Sering bertemu bisa menyebabkan dua orang saling jatuh cinta, tapi ada faktor lain yang juga berpengaruh, seperti tipe idaman, cara komunikasi, sensitivitas, preferensi seksual, dan situasi ketika bertemu. Ya kali karena Luhut Panjaitan ketemu Moeldoko tiap hari, terus mereka pasti bakal saling jatuh cinta.
Balik ke obat Covid-19. Minum susu dan sembuh dari Covid-19 bisa jadi, sekali lagi bisa jadi lho ya, berkorelasi satu sama lain. Artinya, orang yang lebih sering minum susu, lebih berpeluang sembuh. Namun, susu bukan penyembuh Covid-19, melainkan susu meningkatkan imunitas sehingga tubuh bisa menang melawan virus corona.
Demikian juga statistik bahwa orang tua lebih mudah sakit karena virus ini. Data itu diartikan, usia berkorelasi dengan kemungkinan sakit Covid-19. Namun, tidak bisa disimpulkan bahwa usia tua menyebabkan seseorang sakit Covid-19 karena… ya sakitnya kan bukan karena usia, tapi karena virus.
Contoh fatal ketika korelasi dianggap mencerminkan kausalitas adalah teori generatio spontanea yang menganggap makhluk hidup berasal dari benda mati. Hanya karena teramati bahwa lalat muncul dari daging busuk, langsung disimpulkan lalat dilahirkan dari daging busuk. Kenyataan sebenarnya tentu teman-teman sudah tahu sendiri.
Kesalahan pengambilan kesimpulan dengan menganggap “dua hal yang berkorelasi pasti punya hubungan sebab akibat” juga terjadi pada berita-berita yang membingungkan. Di satu waktu kita membaca berita, kebiasaan sarapan bagus buat diet. Di waktu lain disebutkan, kebiasaan sarapan menyebabkan kegemukan. Padahal bisa jadi, penyebab berat badan naiknya bukan sarapan, melainkan kebiasaan makan saat belum lapar, dan penyebab diet berhasil bukan karena sarapan semata, tapi karena sarapan buah-buahan saja.
Ada korelasi positif dan ada korelasi negatif. Korelasi positif adalah situasi ketika naik turunnya variabel A ekuivalen dengan naik turunnya variabel B. Video call sampai dini hari berkorelasi positif dengan kurangnya waktu tidur, misalnya. Sedangkan kebanyakan check out Shopee berkorelasi negatif dengan saldo rekening.
Catatan penting tentang korelasi: meski korelasi artinya ada dua hal yang muncul bersamaan, tidak semua hal yang muncul bersamaan berkorelasi. Untuk memutuskan dua data yang muncul bersamaan memiliki korelasi atau tidak, harus ada bukti hubungan logis antara keduanya. Katakanlah di hari Atta Halilintar mendapat Diamond Play Button, nilai tukar rupiah menguat. Meski muncul di hari yang sama, keduanya nggak ada korelasi. Eh, atau malah ada? Wah, kalau iya, saya mesti siap-siap pensiun nonton YouTube Kucing Petani dan ganti subscribe channel Atta.
Akhirul kalam, kalau kelak ada yang bilang “penulis tidak perlu paham matematika” padahal statistika adalah matematika dan matematika juga soal logika, sangat-sangat mungkin itu juga contoh pengambilan kesimpulan yang salah.
BACA JUGA Penulisan Ke yang Disambung, Dipisah, atau Malah Tidak Perlu dan serba-serbi bahasa lainnya di VERSUS.