Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Komen Versus

Memahami Bahasa Ngapak Utara dan Ngapak Selatan yang Kembar tapi Beda

Aprilia Kumala oleh Aprilia Kumala
8 April 2019
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Meski sama-sama pakai bahasa Ngapak, dialek dan kosakata yang dipakai di utara dan selatan ternyata nggak sama-sama banget.

Berada di lingkungan non-Ngapak dengan darah daging Ngapak yang melekat di sanubari tentu nggak mudah-mudah amat bagi saya. Pengalaman menjadi manusia dengan bahasa Banyumasan sudah pernah saya tulis di sini, yang seluruhnya sebenarnya membuat saya keheranan karena hampir semua orang menganggap bahasa yang saya pakai adalah bahasa yang lucu dan perlu “ditertawakan” setiap kali saya buka suara.

Hal inilah yang kemudian membuat saya senang setiap bertemu dengan orang yang berasal dari kota yang sama. Atau, yah, yang minimal dialeknya juga Banyumasan, deh.

“Eh, Cilacap sama Tegal itu deket nggak, sih? Kan sama-sama Ngapak.”

Pertanyaan teman saya lantas membuka hati pikiran saya seketika. Oh, benar juga; di dunia ini, orang yang ngomong pake nyong-nyong bukan cuma saya, kok, melainkan juga ratusan ribu orang dari utara, semacam Tegal, Brebes, atau Pemalang.

“Eh, bahasamu kedengeran seperti bahasaku,” kata seorang lagi kawan saya dari Cirebon. Daerahnya sudah masuk Jawa Barat dan dia bicara dengan bahasa Sunda. Tapi menurutnya, bahasa Sunda di tempatnya adalah bahasa Sunda yang nggak Sunda-Sunda banget, alias semacam bahasa Ngapak dalam bahasa Jawa.

Saya mengangguk-angguk, sembari mengingat-ingat bahwa bahasa Ngapak di daerah saya, Cilacap, juga hidup berdampingan dengan bahasa Sunda yang—sekali lagi—“nggak Sunda-Sunda amat”, misalnya di daerah Dayeuhluhur (masih bagian dari Cilacap) yang merupakan tempat saya mudik tiap tahun.

Ya, memang, sebagai native speaker bahasa Ngapak, saya tidak memiliki pengetahuan yang mumpuni sejak awal. Baru di masa perkuliahanlah saya benar-benar memahami bahwa teman saya yang orang Tegal tadi, misalnya, bicara dengan bahasa Ngapak juga. Tapi, yah, waktu akhirnya saya mencoba mendengarnya, bawaannya pengin komentar melulu:

“LOH KOK KEDENGERAN SAMA, TAPI BEDA??? KAYAK JONO DAN LONO AJA!” (PS: iya, ini jebakan umur)

Sebagai gambaran, mari kita simak percakapan dua pemuda yang berasal dari dua daerah berbeda. Pasangan pemuda pertama berasal dari Purwokerto, sementara sepasang lagi datang dari Tegal.

Ini yang dari Purwokerto, Gaes.

Ini yang dari Tegal.

Gimana? Apakah kamu merasakan perasaan kembar-tapi-beda yang saya rasakan?

Nyatanya, meski sama-sama ngapak, bahasa yang aksennya sering ditertawakan dan dianggap lucu ini ternyata punya perbedaan jika diamati dari penutur yang berasal dari daerah berbeda. Seorang ahli bahasa Belanda bernama E.M. Uhlenbeck konon pernah mengelompokkan bahasa Jawa dalam tiga grup, dan salah satunya adalah rumpun bahasa Jawa bagian barat—yaitu bahasa Ngapak—yang disebutnya umum digunakan di daerah Banyumas, Tegal, Cirebon, hingga Banten Utara.

Iklan

Ya, Pemirsa sekalian, terdapat 4 sub-dialek utama dalam dialek Banyumasan sebagai berikut:

1. Wilayah Utara

Disebut pula sebagai dialek Tegalan, aksen Ngapak ini ditemui di daerah Tanjung, Ketanggungan, Larangan, Brebes, Slawi, Moga, Belik, Watukumpul, Pulosari, Warungpring, Pemalang, Randudongkal, Surodadi, hingga Tegal.

2. Wilayah Selatan

Area ini disebut pula sebagai daerah Banyumasan, alias daerah yang lebih familiar bagi saya, termasuk Bumiayu, Karang Pucung, Cilacap, Nusakambangan, Kroya, Ajibarang, Purwokerto, Purbalingga, Bobotsari, Banjarnegara, Purwareja, Sumpiuh, Kebumen, dan Gombong.

3. Cirebon-Indramayu

Ke-Ngapak-an di wilayah ini terdengar di sekitar Cirebon, Jatibarang, dan Indramayu.

4. Banten Utara

Ya pokoknya di Banten Utara. Hehe.

Sebelum mengetahui golongan-golongan di atas, saya pernah merasa cukup pede saat akan mengobrol dengan seseorang yang datang dari Brebes. Saya pikir, karena kami sama-sama ngerti bahasa Ngapak, tentu saya bebas, dong, ngomong Ngapak sesuka hati tanpa perlu diketawain setiap 15 detik. Nyatanya, ya memang bener, sih, orang Brebes ini nggak ngetawain saya, tapi—lagi-lagi—saya yang rese nanya-nanya,

“Eh, Mas, kamu ngomong apa itu barusan? Kalau di Brebes, emang ngomongnya gitu, ya? Kok beda sama di Cilacap? Tapi kok mirip, ya? Sejarahnya gimana, ya, kira-kira? Apa? Kamu nggak tahu? Kok nggak tahu, sih, Mas?”

Iya, iya, saya memang bisa semenyebalkan itu.

Ada hal-hal yang saya temukan berbeda dari bahasa Ngapak saya (di selatan, atau area Banyumasan) dengan mereka yang datang dari utara (area Tegalan). Jika saya menyebut “kamu” dalam bahasa Ngapak sebagai “kowe” atau “ko”, mereka akan menggunakan “kowen” atau “kon”. Dalam tingkatan yang lebih “Ngapak”, saya juga kerap menyebut “kamu” sebagai “rika”, sementara daerah Brebes yang berbatasan dengan Cirebon akan menggunakan istilah “sira”. Di samping itu, selain “nyong”, orang-orang di daerah perbatasan Brebes-Cirebon tersebut juga menggunakan istilah “isun” untuk merujuk pada diri sendiri.

“Ada juga istilah ‘belih’ yang sama seperti kata ‘ora’,” tambahnya, mengingatkan saya pada teman saya yang orang Cirebon dan pernah menyebut hal yang sama.

Wah, wah, wah, bahasa ini ternyata bisa semirip dan sebeda itu, ya?

Istilah-istilah lain juga, tentu saja, berbeda. Kawan saya yang orang Tegalan tampaknya tak terlalu akrab dengan penggunaan kata “mbok” yang sering saya pakai sebagai kata penegasan (seperti “kan” dalam bahasa Indonesia). Tak hanya itu, kawan saya yang datang dari Slawi juga pernah menyebut kata “deneng” sebagai “daning”, dan baginya penyebutannyalah yang benar.

Yaaah, ternyata, sekalipun sama-sama beraksen Ngapak, tetap saja selalu ada yang berbeda dan perlu dipahami pelan-pelan agar masing-masing pihak, baik yang dari utara maupun selatan, sama-sama mengerti dan nggak salah mengartikan satu sama lain.

Hmmm. Sungguh terdengar seperti kehidupan sosial antarmanusia, ya?

Terakhir diperbarui pada 12 Agustus 2021 oleh

Tags: bahasa jawabahasa ngapakbanyumasanBrebescilacapcirebonnyongslawitegalan
Aprilia Kumala

Aprilia Kumala

Penulis lepas. Pemain tebak-tebakan. Tinggal di Cilegon, jiwa Banyumasan.

Artikel Terkait

Cerita Kebiasaan Orang Jawa yang Bikin Kaget Calon Pendeta MOJOK.CO
Esai

Cerita Calon Pendeta yang Kaget Diminta Mendoakan Motor Baru: Antara Heran dan Berusaha Memahami Kebiasaan Orang Jawa

21 November 2025
Bahasa Jawa harus dipelajari Gen Z. MOJOK.CO
Ragam

Cara Menjadi Jawa Seutuhnya dengan Mengilhami Bahasa, Tanpa Mencampurnya Jadi “Jawindo” dan Bahasa Slang ala Gen Z

24 Oktober 2025
Aksara jawa. MOJOK.CO
Ragam

Aksara Jawa Bukan Sekadar Mantra Berbau Klenik, Bisa Menyelamatkan Hidup jika Dipahami Secara Sains

23 Oktober 2025
2.000 KPM di Brebes Keluar dari Jerat Kemiskinan, Siap Hidup Mandiri MOJOk.CO
Kilas

 2.000 KPM di Brebes Keluar dari Jerat Kemiskinan, Siap Hidup Mandiri

15 Agustus 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra

4 Desember 2025
musik rock, jogjarockarta.MOJOK.CO

JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan

5 Desember 2025
Kuliah Jurusan Pendidikan Bahasa Mandarin di Unesa. MOJOK.CO

Sulitnya Masuk Jurusan Bahasa Mandarin Unesa, Terbayar usai Lulus dan Kerja di Perusahaan Tiongkok

3 Desember 2025
Guru sulit mengajar Matematika. MOJOK.CO

Susahnya Guru Gen Z Mengajar Matematika ke “Anak Zaman Now”, Sudah SMP tapi Belum Bisa Calistung

2 Desember 2025
Bencana Alam Dibuat Negara, Rakyat yang Disuruh Jadi Munafik MOJOK.CO

Bencana Alam Disebabkan Negara, Rakyat yang Diminta Menanam Kemunafikan

3 Desember 2025
Maybank Cycling Mojok.co

750 Pesepeda Ramaikan Maybank Cycling Series Il Festino 2025 Yogyakarta, Ini Para Juaranya

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.