Tetenger kenaikan tahta
Kemunculan Tugu Gamping bukan tanpa alasan. Tugu itu berdiri satu tahun setelah Sri Sultan Hamengku Buwono IX (Sultan HB IX) naik tahta. Tugu memang dibangun sebagai tetenger atau peringatan kenaikan tahta Sultan HB IX.
Di salah satu dinding tugu terdapat tulisan atau prasasti yang menjelaskan tetengger peringatan jumenenagan atau kenaikan tahra Sultan HB IX. Tulisan itu beribunyi:
“MAHARGJO; DJOEMENENGDALEM SAMPEJANDALEM HINGKANG SINOEHOEN HINGKANG – DJOEMENENG KAPING IX 18 MAART 1940”
Asal tahu saja, Sultan HB IX naik tahta pada Senin Pon 18 Maret 1940. Ia menggantikan ayahnya, Sri Sultan Hamengku Buwono VIII yang meninggal dunia karena sakit. Sultan HB IX naik tahta dengan gelar Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kandjeng Sultan Hamengku Buwono Senopati Ingalaga Ngabdurrakhman Sayidin Panatagama Kalifatullah kaping IX.
Kenaikan tahta Sultan HB IX cukup berkesan. Pada waktu itu ia menyampaikan pidato yang bernada progresif tentang berpendirian teguh dan menegaskan identitasnya sebagai orang Jawa. Sultan HB IX memang punya latar belakang pendidikan yang maju di zaman itu. Ia pernah dikirim ke Belanda untuk sekolah. Bahkan, dirinya sempat mencicipi bangku kuliah di Rijksuniversiteit Leiden atau yang kini lebih dieknal Universitas Leiden.
Sultan HB IX
Sri Sultan HB IX memang sosok yang dihargai di Yogyakarta. Selain posisinya sebagai Raja Keraton Yogyakarta, Sultan HB IX memainkan banyak peran yang penting untuk Indonesia. Terutama masa-masa setelah kemerdekaan Indonesia.
Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan, Sultan HB IX menyatakan bahwa Yogyakarta adalah bagian dari Republik Indonesia. Tidak sebatas itu, Yogyakarta banyak membantu ketika pemerintahan Indonesia yang baru seumur jagung menghadapi tekanan dari pemerintah kolonial Belanda.
Waktu itu Ibukota Indonesia sempat pindah dari Jakarta ke Yogyakarta. Selama pemerintahan Indonesia di Yogyakarta, keperluan finansial negara ditopang seluruhnya oleh Keraton. Keperluan finansial itu di antaranya gaji Presiden/ Wakil Presiden, staff, operasional TNI hingga biaya perjalan dan akomodasi delegasi-delegasi yang dikirim ke luar negeri.
Ia juga berperan penting meyakinkan negara-negara di dunia bahwa Republik Indonesia masih ada. Langkah ini dilakukan saat Orde Baru ketika banyak negara belum mengenal Soeharto. Indonesia pada saat itu punya sentimen negatif dari negara-negara tetangga karena pemerintahan sebelumnya yang anti-asing.
Penulis: Kenia Intan
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Mengenal Tugu Jogja, Monumen Bersejarah Simbol Persatuan Raja dan Rakyatnya
Cek berita dan artikel Mojok lainnya di Google News