Organisasi masyarakat FBR atau Forum Betawi Rempug dalam dua hari terakhis ini sukses menghiasi pemberitaan di berbagai situs berita maupun sosial media. Hal tersebut lantaran beredar sebuah foto surat edaran dengan kop surat berlogo FBR yang mana isi surat tersebut merupakan permohonan permintaan THR kepada pelaku usaha di wilayah Kelapa Gading. Surat edaran yang viral tersebut atas nama Pengurus FBR G.021 Kelapa Gading, Jakarta Utara bernomor 023/FBR/G.021/V/2018.
“Dan karena sudah semakin dekatnya Hari Raya Idul Fitri 1439 H ini, maka kami Pengurus FBR G.021 beserta anggota sangat mengharapkan kepada Bapak/Ibu/Saudara/i atas kebijaksanaannya dalam hal memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) Idul Fitri 1439 H,” demikian isi surat pada aline ketiga.
Netizen (seperti biasa) pun langsung beramai-ramai membully salah satu ormas terbesar di Jakarta ini. Maklum, bagi banyak orang, keberanian untuk meminta THR secara terang-terangan memang dianggap sebagai keberanian yang memalukan.
Menanggapi hal tersebut, Panglima FBR Jabodetabek Syahrul Gozali langsung memberikan klarifikasi. Ia menyebut bahwa surat permintaan THR tersebut adalah hoax.
“Itu hoax. Enggak ada (perintah mengeluarkan surat). Dan tidak ada dari pihak manapun baik itu gardu untuk membuat surat (permintaan) THR,” kata Syahrul Gozali.
Namun begitu, pihaknya juga tidak menolak apabila ada perusahaan yang memberi THR, ia menganggap itu sebagai bagian dari hubungan antara perusahaan dan masyarakat sekitarnya.
“Tapi kalau ada perusahaan yang memberikan kan boleh-boleh saja. Kalau pada balik kampung kan orang Betawi yang jagain,” kata Syahrul. “Kalau perusahaan punya hati nurani, ya itu sangat bagus. Berarti dia kerjasama dengan baik dengan orang di wilayah itu,” pungkasnya.
Nah, tak berselang lama setelah Syahrul membantah tentang surat permintaan THR tersebut, Ketua Umum FBR Luthfi Hakim ternyata malah membenarkan adanya praktik surat permintaan THR tersebut.
“Kalau yang di Kalideres, saya belum dapat laporan benar tidaknya. Kalau yang di Kelapa Gading memang benar,” kata Luthti.
Lebih jauh lagi, Luthfi Hakim bahkan menyebut surat permintaan THR itu sebagai bagian dari lucu-lucuan saja.
“Buat lucu-lucuan saja. Sekalian ngetes kepedulian pengusaha di sekitar situ. Kalau dikasih Alhamdulillah, kalau nggak dikasih nggak apa-apa, dan nggak ada paksaan kok,” kata Luthfi.
Nah lho… nah lho… Jadi yang bener yang mana nih? Jangan bikin khalayak bingung.
Ah, ormas jangan sekarang, selain butuh THR, kelihatannya juga butuh koordinasi.