MOJOK.CO – Yogyakarta dulu punya banyak bioskop. Namun, seiring waktu bioskop-bioskop klasik tersebut tutup dan berganti dengan yang lebih modern.
Sejak 1970-an, Jogja terkenal sebagai “kota nonton”. Wajar saja, pada masa-masa tersebut, Jogja memiliki belasan gedung bioskop yang menayangkan film-film lokal maupun mancanegara.
Sayangnya, dinamika perbioskopan di Jogja mengalami perubahan sejak awal 1990-an. Hal itu dimulai sejak jaringan bioskop Empire-21 memasuki pasaran. Bioskop ini tercatat sebagai bioskop jaringan 21 pertama di Jogja yang memiliki total 8 teater.
Sejak masuknya Empire-21—yang menawarkan modernitas, jumlah teater lebih banyak, tata suara lebih bagus, dan film lebih up to date—bioskop-bioskop “klasik” pun mulai kalah saing.
Akhirnya, tak sedikit yang mengalami pasang surut dan mati total karena sepi pengunjung. Lantas, bioskop-bioskop mana saja yang kini sudah mati dan berubah jadi apa bangunannya hari ini? Berikut Mojok telah merangkumnya.
#1 Bioskop Soboharsono
Gedung bioskop pertama adalah Soboharsono Theatre. Salah satu tempat nonton tertua yang pernah berdiri di Jogja. Soboharsono berlokasi di Jalan Perkapalan No. 47, pojok timur laut Alun-alun Utara.
Menurut laman Arsip dan Perpustakaan DIY, Bioskop Soboharsono sudah berdiri sejak 1929. Saat itu, gedung ini menjadi lokasi nonton para sosialita masa kolonial.
Namun, sejak 1980 gedung ini sudah tidak dipakai lagi. Nasibnya sama dengan gedung bioskop lain yang telah berubah fungsi.
Sejak 2006, Sri Sultan HB X mengalihfungsikan Soboharsono menjadi Jogja Gallery dan Royal Garden Restaurant. Meski demikian, bangunan aslinya saat ini masih dipertahankan, cuma fungsinya saja yang telah berubah.
#2 Bioskop Permata
Siapa yang tidak mengetahui Bioskop Permata? Pada 1980-an, bioskop ini menjadi yang paling beken, bahkan bisa mendominasi tempat-tempat nonton lain di Jogja.
Berdiri sejak 1940-an, Bioskop Permata awalnya bernama Luxor. Gedungnya terletak di Jalan Gajah Mada, Pakualaman.
Meski sempat menjadi bioskop termegah pada masa jayanya, ia mengalami pasang surut sejak memasuki medio 1990-an. Saat bioskop lain mulai berbenah, Permata malah tak melakukan inovasi maupun memperbarui alat-alat penunjangnya.
Alhasil, sejak awal 2000-an bioskop ini mulai ditinggalkan dan puncaknya pada 2012, ia benar-benar mati total. Kini, bekas gedung Bioskop Permata tetap dibiarkan utuh berdiri karena termasuk Bangunan Cagar Budaya.
Saat melintas di Jalan Gajah Mada, kalian masih bisa melihat bangunan ini yang belum berubah bentuknya.
Halaman selanjutnya…
#3 Bioskop Indra
#3 Bioskop Indra
Bioskop Indra jadi salah satu lokasi nonton di Jalan Malioboro yang punya sejarah panjang. Dulu, letaknya berada di Jalan Margamulya, berseberangan dengan Pasar Beringharjo.
Melansir situs resmi kemendikbud.go.id, bioskop ini didirikan oleh lembaga perfilman Hindia-Belanda, Nederlandsch Indische Bioscoop Exploitatie Maatschapij, pada 1916.
Awalnya, bioskop ini bernama Al Hambra. Di dalamnya pun terdapat dua gedung, yakni Gedung Al Hambra yang diperuntukkan oleh kalangan elite, seperti orang-orang Eropa, kalangan Kraton, dan pengusaha Tionghoa; dan Gedung Mascot yang diperuntukkan bagi kaum pribumi.
Setelah Indonesia merdeka, bioskop ini berubah nama menjadi “Indra”, kepanjangan dari Indonesia Raya. Namun, persaingan bioskop yang makin menjamur di Jogja bikin Bioskop Indra gulung tikar.
Sejak 2013, lahan Bioskop Indra resmi diambil-alih Pemda DIY dan rencananya akan dipakai untuk lahan usaha lain yang orientasinya bagi UMKM. Kini, eks Bioskop Indra berubah menjadi Teras Malioboro 1.
#4 Bioskop Ratih
Bioskop Ratih jadi salah satu tempat nonton yang bersejarah bagi kalangan remaja 1980-an. Terletak di Jalan Mangkubumi, bersebelahan dengan kantor penerbitan Kedaulatan Rakyat, bioskop ini sudah beroperasi sejak masa kolonial.
Berdasarkan pengakuan sejumlah masyarakat yang pernah menikmati film di Ratih, lokasi ini cukup berkesan karena menjadi tempat nongkrong anak-anak muda kala itu.
Bioskop Ratih sendiri terbagi atas dua gedung, yakni Gedung 1 yang menayangkan film-film Mandarin dan Indonesia, serta Gedung 2 yang menayangkan film Barat.
Memasuki tahun 2000-an, Bioskop Ratih alami pasang surut dan akhirnya tutup. Bangunannya sendiri telah beralih fungsi, beberapa kali mengalami renovasi, dan secara bergantian jadi tempat usaha lain. Seperti showroom motor (2005-2013) dan sentra oleh-oleh hingga sekarang.
#5 Bioskop Senopati
Nah, kalau bioskop yang satu ini tentu namanya tidak asing bagi kalangan remaja 1980-an, khususnya yang menyukai film-film panas lokal. Ya, Bioskop Senopati, yang terletak di Jalan Panembahan Senopati, memang terkenal karena sering memutar film-film hot lokal yang memang sedang marak saat itu.
Tempat nonton ini begitu ramai pada masanya mengingat lokasinya yang amat strategis. Dahulu, di samping Bioskop Senopati terdapat terminal bus (pindah ke THR Purawisata Jalan Brigjen Katamso) dan pasar sayur (pindah ke Giwangan).
Namun, seiring berjalannya waktu, pada 2000-an eksistensinya mulai surut—seiring dengan masifnya pergerakan jaringan bioskop di Jogja. Akhirnya, Bioskop Senopati mati total dan gini bangunannya beralih fungsi jadi shoping center, lapak jualan buku di Jogja.
Penulis: Ahmad Effendi
Editor: Purnawan Setyo Adi
BACA JUGA Mars KKN UGM: Diciptakan Mahasiswa, Dinyanyikan Para Penerus Bangsa
Cek berita dan artikel lainnya di Google News