MOJOK.CO – Sampah makanan saat ini masih terus jadi persoalan yang masyarakat dunia hadapi, termasuk Indonesia. Bahkan sepertiga sampah yang dunia hasilkan merupakan sampah makanan.
Sampah hasil sisa makanan mencapai nilai yang fantastis sebesar 1,3 miliar ton. Secara ekonomi, kerugian akibat sampah makanan di tingkat global mencapai 1 Triliun USD.
Di Indonesia, berdasarkan data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), setiap warga masyarakat menghasilkan 115-184 kg sampah makanan per tahun pada 2021 lalu. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat, sampah makanan di negara ini mencapai 40 persen dari total sampah yang penduduk Indonesia hasilkan.
Fakta ini tentu saja ironis karena bertolak belakang dengan persoalan kekurangan pangan di Indonesia. World Food Programme (WFP) mencatat, 22,9 juta orang di Indonesia tidak dapat memenuhi kebutuhan gizi. Sementara, menurut survey Status Gizi Indonesia Kementerian Kesehatan, masih ada 21,6 persen anak di bawah lima tahun yang mengalami stunting.
“Bappenas pada 2021 bahkan mencatat besaran kehilangan ekonomi Indonesia akibat sampah pangan adalah Rp213-551 triliun per tahun,” papar Direktur Eksekutif The Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD), Indah Budiyani dalam diskusi consumindful untuk mengurangi sampah pangan di Yogyakarta, Selasa (04/04/2023).
Menurut Indah, apabila makanan tidak terbuang percuma, maka kehilangan 1,3 miliar ton makanan tersebut bisa untuk memberi makan sekitar 800 juta masyarakat dunia. Sehingga persoalan kekurangan pangan dunia bisa teratasi.
Apalagi pemborosan pangan tidak hanya membawa dampak negatif bagi lingkungan namun juga ekonomi masyarakat. Di sektor lingkungan misalnya, sampah makanan bisa menyumbang efek rumah kaca yang besar.
“Sampah makanan melepaskan gas metana 25 kali lebih kuat,” tandasnya.
Untuk itu diharapkan masyarakat perlu mengubah perilaku untuk mengurangi sampah makanan. Perubahan perilaku bisa dilakukan dengan melakukan donasi makanan alih-alih membuangnya.
“Perlu usaha untuk menyatukan semua aktor di seluruh rantai sistem pangan dalam mengurangi kehilangan dan pemborosan pangan di Indonesia,” ungkapnya.
Kurangi 50 persen sampah makanan
Sementara Direktur Kewaspadaan Pangan dan Gizi Bapanas, Nita Yulianis mengungkapkan Bapanas mencoba melakukan pengurangan makanan yang terbuang di tingkat retail dan konsumen hingga 50 persen pada 2030 mendatang. Dengan demikian pemerintah bisa terbantu untuk mengatasi masalah pangan.
“Ini menjadi upaya terintegrasi dan kolaboratif. Kalau 1 sampai 5 orang bisa megurangi 500 gram sampah makanan per hari, meski tidak besar maka ketika dikalikan penduduk indoensia yang besar maka setara dengan 23 juta ton per tahun,” paparnya.
Dengan adanya penghematan makanan tersebut maka pemerintah bisa memberi makan 61 juta orang atau 70 persen populasi di Indonesia. Bahkan program tersebut bisa mengatasi kekurangan pangan di kawasan rentan pangan.
“Saat ini ada 74 kabupaten di indonesia atau 14 persen yang rentan rawan pangan. Dengan memanfaatkan makanan dengan bijak maka pangan yang terbuang bisa untuk mengatasi kerawanan pangan,” paparnya.
Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DIY, Sugeng Purwanto menambahkan, Pemda DIY menginisiasi pembuatan Ingub Nomor 33 Tahun 2021 untuk mengkampanyekan makan secara bijak. Sebab sampah makanan yang DIY hasilkan juga sama dengan nasional.
“Bahkan di saat tertentu sampah pangan yang dihasilkan sampai 55 persen. Dengan ingub ini maka diharapkan bisa mengatasi masalah sampah pangan,” imbuhnya.
Reporter: Yvesta Ayu
Editor: Purnawan Setyo Adi
BACA JUGA Pakar UGM: Ancaman Bencana Kelaparan itu Riil