Polisi yang Banting Mahasiswa Tetap Wajib Diadili, Aturan UU-nya Gitu - Mojok.co
  • Cara Kirim Artikel
Mojok
  • Esai
  • Susul
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Terminal
  • Movi
  • Podcast
No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Susul
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Terminal
  • Movi
  • Podcast
Logo Mojok
No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Susul
  • Kilas
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Terminal
  • Movi
  • Podcast
Home Kilas

Polisi yang Banting Mahasiswa Tetap Wajib Diadili, Aturan UU-nya Gitu

Menurut UU Kepolisian, polisi setara dengan warga sipil: sama-sama tunduk pada peradilan umum.

Redaksi oleh Redaksi
14 Oktober 2021
0
A A
Meski Sudah Minta Maaf, Polisi yang Banting Mahasiswa Tetap Wajib Diadili mojok.co
Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke WhatsApp

MOJOK.CO – Kasus polisi yang banting mahasiswa peserta demonstrasi di Tangerang sedang diperiksa propam. Ada kekhawatiran kasus ini diselesaikan dengan sanksi etik, padahal polisi harus tunduk pada peradilan sipil.

Sudah nonton videonya? Apa, belum? Tayangan memuakkan seorang polisi melakukan aksi smack down kepada mahasiswa peserta demo di Tangerang, Banten itu bisa ditonton di sini. Video itu tersebar siang kemarin (13/10), merekam bentrok antara Himpunan Mahasiswa Tangerang dan polisi saat demonstrasi merayakan ultah Tangerang ke-389. Si mahasiswa yang belakangan diketahui bernama M. Faris (21) tersebut langsung terkapar lalu kejang akibat bantingan bertenaga itu.

Segera menjadi perhatian warganet, empat jam kemudian video lanjutannya muncul. Isinya, acara maaf-maafan antara korban dan pelaku, Brigadir NP, di kantor Polresta Tangerang. “Saya siap bertanggung jawab atas perbuatan saya. Sekali lagi saya meminta maaf atas perbuatan saya kepada keluarga (korban), dan saya siap bertanggung jawab,” kata NP, polisi yang banting mahasiswa itu, dikutip CNN Indonesia.

Wajar jika kesal, Faris membalasnya dengan kutipan yang biasa dipakai orang-orang yang dikhianati pasangan, I forgive but do not forget. “Saya sebagai sesama manusia menerima permohonan maaf tersebut, tapinya untuk lupa atas kejadian tersebut tentu saya tidak akan lupa,” kata Faris. Ia lalu meminta kepolisian tetap menghukum (istilah populernya: menindak tegas) pelaku.

Kasus ini jelas pukulan berat untuk Kepolisian Republik Indonesia (Polri) yang pekan-pekan terakhir kebanjiran kritik. Tapi sebelum ke sana, ada baiknya kita mengamati dialog di video satu lagi dari acara maaf-maafan tersebut.

Baca Juga:

Ferdy Sambo Kena Pasal Pembunuhan Berencana, Pengamat Sebut Waktunya Polri Singkirkan Oknum Nakal

Langgar Prosedur Olah TKP, Alasan Ferdy Sambo Dibawa ke Mako Brimob

Babak Baru Kasus Penembakan Brigadir J Setelah Bharada E Jadi Tersangka

Jadi, seusai acara, Faris didampingi Wakapolres Tangerang AKBP Leonard Sinambela membuat keterangan kepada wartawan mengenai keadaan fisiknya usai jadi korban unjuk kekuatan tersebut.

“Saya Faris dari Himata Banten. Saya nggak ayan, saya juga nggak mati, saya masih hidup,” kata Faris dalam video. “Sehat-sehat saja,” timpal Leonard, mungkin nyuruh Faris ngomong gitu, tapi nggak diikuti oleh Faris. “Saya masih hidup, dalam keadaan biasa-biasa saja, walaupun agak sedikit pegal-pegal,” ujar Faris.

“Sudah makan belum?” Leonard bertanya. “Sarapan sudah, tapi kalau makan nasi belum,” jawab Faris. “Ya udah, setelah ini makan. Ya…,” kata Leonard. Kata ya di akhir itu bener-bener mengingatkan sama para guru yang suka negur zaman sekolah. Coba deh dengerin sendiri.


Alhamdulillah baik baik saja
Cuma pegel pegel sehat, siap dibanting lagi pic.twitter.com/AVfuvaxvdh

— R (@fetishpetis) October 13, 2021

Balik ke soal pukulan berat tadi. Ya gimana ya (dengan nada ya yang berbeda), pemirsa Twitter pasti tahu, sejak 6 Oktober lalu muncul perang tagar #PercumaLaporPolisi (cerita lengkapnya di sini) yang dilawan dengan tagar #PolriSesuaiProsedur dan #PolriTegasHumanis.

Eh ndilalah, begitu kalau orang Jawa bilang, saat dua tagar kontranarasi itu muncul, justru blunder kepolisian di Medan, Sumatera Utara. Seorang pedagang yang dihajar preman karena nggak “bayar pajak”, justru dijadikan tersangka oleh Polsek Percut Sei Tuan, kepolisian setempat. Kisah ketidakadilan ini segera viral, berujung Polda Sumatera Utara turun tangan. Perkembangan terbaru, Kapolsek Percut Sei Tuan dan Kanit Reskrimnya langsung dicopot.

Kini, pelaku Brigadir NP disebut akan diperiksa oleh Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri. “Propam Mabes turun ke Kepolisian Daerah Banten. Anggota sedang diperiksa,” kata Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Argo Yuwono kepada Tempo.co.

Kapolresta Tangerang Wahyu Sri Bintoro juga berjanji akan menindak polisi yang banting mahasiswa itu. “Kemudian Bapak Kapolda Banten secara tegas akan menindak personel yang melakukan aksi pengamanan di luar standar prosedur dan sudah berjanji langsung kepada korban maupun keluarga korban,” katanya, dikutip Detik.com.

Apakah ini akhir dari cerita? Not yet, Baby. Dosen hukum Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menekankan, jika pun nanti pelaku dikenai sanksi administratif, sanksi pidana lewat mekanisme peradilan umum tidak boleh di-skip. “Jika ada aparat keamanan, sekalipun dia polisi, melakukan kekerasan terhadap masyarakat, maka harus diproses hukum pidana,” kata Abdul, dikutip Republika.co.id.

Di dalam KUHP, penganiayaan bisa dikenai Pasal 170 ayat 1 dengan pidana maksimal 5,5 tahun penjara atau Pasal 351 ayat 1 dengan pidana maksimal 2 tahun 8 bulan penjara.

Masalahnya, kasus kekerasan oleh polisi saat mengawal demonstrasi kerap berhenti di sanksi internal, tanpa disertai proses hukum di pengadilan sipil. Padahal UU 2/2002 tentang Polri Pasal 29 ayat 1 mengatur bahwa polisi sama seperti warga sipil, harus tunduk pada peradilan umum. Jadi, meskipun si polisi telah diproses secara etik di internal kepolisian, bukan berarti proses pidananya tak perlu dilakukan lagi.

Itu hukumnya, tapi kenyataan bicara berbeda. Ingat Randi dan Yusuf Kardawi? Keduanya mahasiswa Universitas Halu Oleo yang meninggal ditembus peluru tajam saat berdemonstrasi di Kendari, menolak RUU KUHP dan RUU KPK pada 2019 lalu. Dari penyelidikan Mabes Polri, sebanyak enam polisi Sulawesi Tenggara didapati bersalah karena membawa senjata api saat mengawal demonstrasi.

Mereka kemudian hanya diberi sanksi disiplin. Belakangan, hanya satu polisi yang diadili di pengadilan umum. Brigadir Abdul Malik dijatuhi vonis 4 tahun penjara atas kasus pembunuhan Randi. Sedangkan pembunuh Yusuf Kardawi masih misteri atau, dalam bahasa Polda Sulawesi Tenggara per September tahun ini—dua tahun usai kejadian, masih dalam penyelidikan.

Tahun 2019 yang penuh aksi demonstrasi besar dengan sangat jelas menggambarkan bagaimana unjuk rasa yang merupakan hak konstitusional warga negara dan dijamin UU bisa sangat membahayakan nyawa demonstran, salah satunya karena kekerasan dari aparat.

Menurut data Komnas HAM yang dikutip Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), sebanyak 51 orang tewas dalam demo besar 2019. Dari angka itu, hanya 7 orang yang penyebab kematiannya jelas. Sisa 41 korban mati oleh penyebab yang masih misterius.


Dari 7 korban yang penyebab kematiannya bisa dipastikan, 2 orang adalah Randi dan Yusuf (meninggal ditembak), 4 orang juga tewas dengan luka tembak dalam demo 22-23 Mei 2019, lalu 1 orang tewas, diklaim karena kehabisan oksigen akibat terpapar gas air mata.

Satu orang terakhir ini bernama Maulana Suryadi (23). Menurut saksi, Yadi ditangkap saat menonton demo September 2019 di Jakarta. Polri menuduhnya sebagai perusuh. Ditangkap dalam keadaan hidup, Yadi diantar pulang sudah menjadi mayat. Polisi menyebut Yadi meninggal karena asmanya kambuh akibat terkena gas air mata. Namun dugaan itu diragukan ibu korban, ia menyebut mayat Yadi terus mengeluarkan darah dari telinga dan hidung, bahkan sampai menjelang dimakamkan. Kematiannya tak pernah diusut lagi sejak itu.

Korban tewas dalam demo September 2019 lainnya bernama Akbar Alamsyah. Namanya terdata sebagai korban demo, keluarga mendapati Akbar sudah terbaring koma di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta, dalam keadaan lebam seperti habis dipukul. Ia kemudian meninggal tanpa jelas apa penyebabnya. Namun, sebelum Akbar meninggal, keluarga justru mendapat surat penetapan tersangka dari polisi. Akbar disebut sebagai pelaku perusakan, peghasutan, dan provokasi.

Penegakan hukum pada aparat yang melakukan kekerasan saat mengawal demonstrasi ini yang jadi perhatian aktivis. Sidang etik yang dilakukan di internal kepolisian biasanya berlangsung tertutup, bertentangan dengan Peraturan Kapolri 19/2012 yang memerintahkan sidang etik dilakukan secara transparan dan terbuka. Preseden juga menunjukkan, hukuman disiplin internal kerap membuat tindak pidana oleh aparat tak lagi diproses di peradilan sipil.

Coba deh googling, masih ada banyak kasus kekerasan oleh aparat saat ngawal aksi. Biasanya kalau udah kejadian, pimpinan atau humas kepolisian cuma bakal ngasih jawaban template kayak “pengamanan sudah sesuai prosedur/SOP”, “kalau ada anggota yang keluar prosedur itu oknum”, dan seterusnya. Tapi kejadian serupa terus aja berulang.

Saran konkret kami: aksi-aksi ke depannya biar damkar aja yang ngawal. Siapa sih yang tega rusuh sama damkar? Kalau ada yang kebangetan pun, paling banter disemprot air. Nggak bakal ada polisi yang banting mahasiswa lagi deh.

BACA JUGA Polemik Celeng di Kandang Banteng dan kabar terbaru lainnya di KILAS.

Tags: DemonstrasiKekerasanMahasiswaPolisi
Redaksi

Redaksi

Artikel Terkait

Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo mengumumkan Irjen Pol. Ferdy Sambo sebagai tersangka atas kasus tewasnya Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabatara atau Brigadir J, di Mabes Polri, Jakarta, Selasa.

Ferdy Sambo Kena Pasal Pembunuhan Berencana, Pengamat Sebut Waktunya Polri Singkirkan Oknum Nakal

9 Agustus 2022
Kadiv Propam nonaktif Irjen Pol Ferdy Sambo ditempatkan di tempat khusus di Mako Brimob

Langgar Prosedur Olah TKP, Alasan Ferdy Sambo Dibawa ke Mako Brimob

7 Agustus 2022
bharada e mojok.co

Babak Baru Kasus Penembakan Brigadir J Setelah Bharada E Jadi Tersangka

4 Agustus 2022
Program RPL rekognisi pendidikan lampau UNY, kuliah sambil kerja

Link Pendaftaran RPL UNY, Pengalaman Kerja Jadi Nilai Mata Kuliah yang Sesuai

19 Juli 2022
Kapolri Jend. Listyo Sigit menonaaktifkan Kadiv Propam Irjen Pol. Ferdy Sambo mojok.co

Penonaktifan Ferdy Sambo dan Pertaruhan Kredibilitas Polri

19 Juli 2022
Keluarga Brigadir J laporkan tindakan dugaan pembunuhan ke Bareskrim Polri

Keluarga Brigadir J Laporkan Dugaan Pembunuhan ke Bareskrim Polri

18 Juli 2022
Pos Selanjutnya
ilustrasi Nggak Ada Pelajaran yang Bisa Dipetik dari Kasus Rachel Vennya kabur dari Wisma Atlet mojok.co

Nggak Ada Pelajaran yang Bisa Dipetik dari Kasus Rachel Vennya kabur dari Wisma Atlet

Komentar post

Terpopuler Sepekan

Kereta Cepat Jakarta Bandung Sumber Petaka Masa Depan: Indonesia Dicaplok, Cina Menang Banyak MOJOK.CO

Kereta Cepat Jakarta Bandung Sumber Petaka Masa Depan: Indonesia Dicaplok, Cina Menang Banyak

8 Agustus 2022
Meski Sudah Minta Maaf, Polisi yang Banting Mahasiswa Tetap Wajib Diadili mojok.co

Polisi yang Banting Mahasiswa Tetap Wajib Diadili, Aturan UU-nya Gitu

14 Oktober 2021
pola pengasuhan anak mojok.co

Psikolog UGM Jelaskan Tipe Pola Asuh yang Bisa Berdampak pada Hasil Akademik Anak

5 Agustus 2022
Derita Gagal SBMPTN dan (Ditolak) Perguruan Tinggi Favorit MOJOK.CO

Derita Gagal SBMPTN dan (Ditolak) Masuk Perguruan Tinggi Favorit

5 Agustus 2022
Asrama mahasiswa Sumatra Selatan, Pondok Mesudji dalam sengketa di pengadilan. Mahasiswa menilai ada campur tangan mafia tanah.

Mahasiswa Sumsel di Asrama Pondok Mesudji Jogja Terancam Pergi karena Mafia Tanah

11 Agustus 2022
Lampu merah terlama di Jogja. (Ilustrasi Ega Fansuri/Mojok.co)

Menghitung Lampu Merah Terlama di Jogja, Apakah Simpang Empat Pingit Tetap Juara?

9 Agustus 2022
Musimin, petani di lereng Gunung Merapi yang menolak ekspor kopi ke Jepang.

Mengenal Musimin, Petani Lereng Merapi yang Menolak Pesanan Kopi dari Jepang 

5 Agustus 2022

Terbaru

Timnas U-16 Indonesia mengalahkan Vietnam di Piala AFF U-16

Gol Semata Wayang Kafiatur Rizky Bawa Timnas Indonesia U-16 Juara Piala AFF

12 Agustus 2022
tarif ojol mojok.co

Ekonom Indef: Kenaikan Tarif Ojol Bisa Picu Inflasi, Pemerintah Perlu Pertimbangkan Lagi

12 Agustus 2022
Ibu Ruswo: Pembakar Api Revolusi Dari Dapur Umum

Ibu Ruswo: Pembakar Api Revolusi dari Dapur Umum

12 Agustus 2022
meterai elektronik mojok.co

Beredar Meterai Elektronik Palsu, Waspadai Modusnya

12 Agustus 2022
kip kuliah ugm mojok.co

UGM Buka Pendaftaran Beasiswa KIP Kuliah Bagi 1.850 Mahasiswa Baru, Ini Syaratnya

12 Agustus 2022

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Pedoman Media Siber
DMCA.com Protection Status

© 2022 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Susul
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Cerbung
  • Movi
  • Podcast
  • Mau Kirim Artikel?
  • Kunjungi Terminal

© 2022 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In