Pameran “Petak Umpet Sastra Anak” Mengumpulkan Orang Dewasa yang Rindu dengan Novel Anak Karya Penulis Indonesia

Tersedia permainan anak dan seni pertunjukan anak. (Humas Penerbit KPG)

Ruangan Bentara Budaya Yogyakarta, Jogja tampak sunyi saat saya datang pada Minggu (9/11/2025) siang dalam Pameran Arsip dan Ilustrasi “Petak Umpet Sastra Anak”. Meski begitu, sejumlah orang dewasa tampak duduk lesehan sambil membaca buku anak dalam hati. Kegiatan ini dikenal dengan “membaca senyap”.

Ada yang sibuk menyimak tulisan demi tulisan hingga sesekali membalikkan kertas ke halaman berikutnya, ada pula yang memotret beberapa halaman. Seolah bernostalgia dengan buku-buku anak karya penulis Indonesia tempo dulu.

Salah satunya buku yang saya baca. Judulnya “Jalan Baru Perubahan” karya Mansur Samin. Sampul kuning buku itu tampak lusuh, serta gambarnya tampak memudar. Maklum, ia merupakan cetakan kedua dari tahun 1985 oleh penerbit PT. Rora Karya tapi masih enak dibaca.

Buku-buku seperti itu dapat kamu nikmati di Pameran Arsip dan Ilustrasi “Petak Umpet Sastra Anak”. Acara berlangsung pada Jumat (7/11/2025) hingga Minggu (16/11/2025) di Ruangan Bentara Budaya Yogyakarta, Jogja. Diadakan oleh Penerbit KPG, Museum Anak Bajang, dan Bentara Budaya.

Pameran ini sekaligus memperingati setahun wafatnya Dwianto Setyawan selaku penulis buku anak Indonesia yang aktif membuat karya sejak tahun 1970-1980an. 

Pameran buku anak. MOJOK.CO
Suasana Pameran Arsip dan Ilustrasi “Petak Umpet Sastra Anak”. (Humas Penerbit KPG)

Area pameran sendiri bak mesin waktu yang membawa pembaca bernostalgia lewat sampul dan ilustrasi bacaan anak yang terbit mulai 1974. Pengunjung juga diajak menyusuri proyek Inpres yang sejarahnya bisa dibaca di dinding-dinding pameran. 

Ada pula catatan sejarah tentang banjirnya buku anak terjemahan, perjalanan DS Group melawan banjir buku anak terjemahan itu dengan komik dan ilustrasi. Salah satunya novel-novel middle grade yang meraih penghargaan.

Selain menyoroti perjalanan seni visual dan narasi buku anak di Indonesia, kegiatan ini juga menyajikan serangkaian sesi diskusi, permainan anak, seni pertunjukan anak, pojok baca, dan bazar buku. 

Menggali kembali jejak sastra anak Indonesia

Sastra anak karya penulis lokal sejatinya pernah tumbuh subur sekitar tahun 1970an. Di era keemasan itu muncul nama-nama besar, seperti Dwianto Setyawan, Djokolelono, Arswendo Atmowiloto, Bung Smas, dan Kembangmanggis. 

Namun seiring waktu, novel anak semakin jarang menjadi buah bibir. Bahkan, banyak di antara karya sastra anak dan pengarangnya “dilupakan”. 

Pengunjung melihat sejarah perjalanan DS Group melawan banjir buku anak terjemahan di Ruangan Bentara Budaya Yogyakarta, Jogja. (Aisyah Amira Wakang/Mojok.co)

Padahal, kelahiran sastra anak di Indonesia dapat dikatakan berbarengan dengan sastra orang dewasa. Misalnya, cerita Si Jamin dan Si Johan, sekalipun karya saduran, telah disajikan Merari Siregar bersama Balai Pustaka pada 1921. 

Oleh karena itu, pameran arsip dan ilustrasi bertajuk “Petak Umpet Sastra Anak” ini diadakan. Meski mengusung tema sastra anak, pameran ini tidak dimaksudkan sebagai penentu akhir tentang karya mana yang sastra dan bukan sastra, di antara lautan merah buku anak. 

Pameran ini harapannya bisa mewadahi diskusi tentang sastra anak, sastra anak yang klasik, hingga upaya mewariskan karya ini dari generasi ke generasi. Seperti kata Dwianto Setyawan di Harian Kompas, 5 Februari 1984, 

“Di balik kehadiran sebagian besar buku untuk anak-anak adalah sebuah tim yang terdiri dari penulis, ilustrator, dan editor. Buku untuk orang dewasa akan berhadapan dengan seorang pembaca, tetapi buku untuk anak-anak akan dihadapkan kepada pembaca yang terdiri dari beberapa kategori: anak-anak sendiri, orangtua mereka, guru, dan pustakawan.”

Bahu-membahu demi sastra anak di Jogja

Pembukaan Pameran Arsip dan Ilustrasi “Petak Umpet Sastra Anak” pada Jumat, 7 November 2025 di Jogja. (Humas Penerbit KPG)

Awal 2025, Penerbit KPG bekerja sama dengan Setyaningsih (pengamat karya sastra) dan Nai Rinaket (ilustrator) sudah membuat langkah pertama lewat penerbitan kembali karya Dwianto Setyawan dan Djokolelono sebagai Seri Klasik Semasa Kecil. 

Tepat saat pameran ini digelar, total ada 15 judul yang dirilis dalam payung besar Seri Klasik Semasa Kecil. Lalu, ada satu buku kumpulan esai yang sejalan dengan tema pameran ini.

“Setelah buku-bukunya ada lagi, langkah selanjutnya adalah membuat buku-buku tersebut menjadi bahan pembicaraan. Jadilah Pameran Petak Umpet Sastra Anak ini,” ujar Christina M. Udiani, Manajer Redaksi dan Produksi Penerbit KPG melalui keterangan tertulis, Sabtu (8/11/2025).

Sementara itu, Sindhunata selaku penggagas pameran berujar usia anak-anak adalah saat di mana mereka bebas berimajinasi. Ia, kata Sindhunata, adalah insan yang sejatinya bisa “mengatur dirinya” sendiri.

“Ketika diawasi pun, mereka merasa tidak diamati, dan bisa berbuat serta berkhayal seperti maunya. Orang dewasa tak dapat sungguh menyelami apa yang sesungguhnya ada di dalam pikiran dan khayalan anak-anak itu. Itulah sesungguhnya yang coba diselami pengarang anak-anak, seperti Dwianto dan kawan-kawan.” Kata Sindhunata.

Penulis: Aisyah Amira Wakang

Editor: Muchamad Aly Reza

BACA JUGA: Melestarikan Aksara Jawa Ala Yogyakarta, Bukan Sekadar Nguri-uri tapi Juga Ngurip-urip atau liputan Mojok lainnya di rubrik Liputan

Exit mobile version