MOJOK.CO – Isu inklusi gender kembali menerpa dunia olahraga. Kasus ini berawal dari organisasi renang dunia (FINA) yang menganulir kemenangan Lia Thomas, transgender dan atlet renang Amerika pemenang lomba renang di kelas putri.
Setelah munculnya kasus tersebut, federasi sepak bola dunia (FIFA) dan otoritas atletik dunia World Athletics pun berencana menggodok aturan serupa.
“FIFA saat ini meninjau regulasi keikutsertaan berdasarkan gender dan berkonsultasi dengan pemangku kepentingan ahli. Mengingat proses ini masih berlangsung, FIFA tidak akan berkomentar secara rinci proposal perubahan dari aturan yang berlaku,” ujar juru bicara FIFA kepada media Reuters.
Dalam perancangan aturan ini, FIFA menggandeng ahli medis, ahli hukum dan HAM, saintis, hingga Komite Olimpiade Internasional (IOC). Langkah ini diambil di tengah dilema komitmen FIFA menghormati hak asasi manusia.
Hal yang sama juga disuarakan oleh Presiden World Athletics Sebastian Coe. Ia mengatakan bahwa rencana serupa sedang dipertimbangkan oleh organisasinya. Rencananya, akhir tahun ini World Athletic akan membahas regulasi yang mengatur keikutsertaan transgender dalam perlombaan atletik.
Menurutnya, federasi olahraga internasional harus mampu membuat regulasi yang terbaik bagi dunia olahraga. Aturan ini pun harus selaras dengan sains, yakni meyakini bahwa aspek biologis di atas gender, untuk itu perlu peninjauan regulasi yang lebih jauh.
“Kami terus melanjutkan studi, penelitian, dan berkontribusi untuk menambah bukti yang sudah banyak bahwa testosteron berperan besar dalam menentukan performa, dan telah menjadwalkan diskusi tentang peraturan kami dengan dewan kami pada akhir tahun,” ujar Coe.
Sebelum naiknya kasus yang menerpa FINA, IOC telah memberikan wewenang kelayakan atlet kepada masing-masing federasi olahraga. Hal ini meliputi atlet transgender, terutama pergantian gender dari laki-laki menjadi perempuan.
IOC hanya memberikan batasan berupa, hingga terbukti sebaliknya maka atlet tidak boleh dianggap memiliki keuntungan kompetitif yang tidak adil atau tidak proporsonial karena variasi jenis kelamin mereka, penampilan fisik dan/atau status transgender.
Permasalahan Lia Thomas di bawah naungan FINA telah diselesaikan pada hari Minggu (19/6/2022). Organisasi tersebut telah mengadakan pertemuan internal dengan metode pemungutan suara. Hasilnya, atlet transgender dari pria menjadi perempuan dinilai tidak layak menikuti kompetisi nomor putri.
Wakil Ketua Komite Kedokteran Olahraga FINA David Gerrard menyatakan bahwa keputusan tersebut merupakan ‘hasil terbaik’. Ia juga berharap langkah yang ditempuh FINA dapat diikuti oleh olahraga cabang lain. Kini, FIFA dan World Athletics selangkah di belakang FINA dalam memperjuangkan nilai-nilai sportifitas.
Gerrad menjelaskan bahwa keputusan FINA tidak serta merta menolak kehadiran transgender di dunia olahraga putri. Keputusan ini juga selaras dengan rekomendasi IOC agar tidak melakukan diskriminasi.
Atlet transgender dari laki-laki menjadi perempuan tetap dapat mengikuti perlombaan nomor putri bila dapat membuktikan tidak mengalami pubertas tanner stage 2 (skala pubertas kedewasaan seksual) atau sebelum berusia 12 tahun.
“Titik kritis di sini adalah pengaruh pubertas laki-laki,” kata Gerrard.
Penulis: Shinta Sigit Agustina
Editor: Purnawan Setyo Adi