MOJOK.CO – Nahdlatul Ulama (NU) tengah merayakan hari lahir (harlah) satu abad atau ke-100. Ditengah beragam agenda NU, Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menyampaikan beberapa harapan dan pesan.
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir di Kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta, Senin (06/02/2023) mengharapkan Muhammadiyah dan NU menjadi jalan tengah integrasi keumatan dan kebangsaan. Melalui kekhasan yang dimiliki masing-masing, kedua organisasi itu bisa menjadi pilar strategis Islam Indonesia.
“Keduanya memahat pandangan dan praktek keagamaan yang kokoh, moderat dan berorientasi Islam rahmatan lil-‘alamin. Menjadikan Islam sebagai ajaran kebaikan serba utama bagi sesama kaum muslimin sekaligus bagi seluruh umat manusia dan semesta alam,” paparnya.
Menurut Haedar, baik NU maupun Muhammadiyah harus menjadi kekuatan penjaga bandul keseimbangan dan jalan tengah dalam proses integrasi keumatan dan kebangsaan secara harmoni. Dengan demikian tercipta kedamaian dan konstruktif dalam kehidupan keindonesiaan yang Bhinneka Tunggal Ika.
Peran kebangsaan dan kemanusiaan
Harlah Satu Abad NU yang mengambil tajuk “Mendigdayakan Nahdlatul Ulama Menjemput Abad Kedua Menuju Kebangkitan Baru”. Momen ini diharapkan Haedar membuat NU menjadi ormas Islam Indonesia yang bangkit dan digdaya.
Hal ini sebagaimana menjadi komitmen PBNU dalam menyambut Satu Abad. Melalui semangat kebangkitan baru, NU bisa membawa spirit para mujadid yang lahir setiap seratus tahun. Sehingga etos kemajuan menjadi modal utama kebangkitan dan kemajuan.
“Ibarat kesaktian atau kedigdayaan para pendekar bukan hanya pada kekuatan ragawi tetapi juga ruhani dalam wujud keluhuran batin, welas asih, kebijaksanaan, membela yang terzalimi, serta tegak lurus di atas kebenaran dan kebaikan yang utama,” tandasnya.
Haedar menambahkan, satu abad NU menandakan semakin digdaya organisasi itu untuk berperan dalam kebangsaan dan kemanusiaan semesta yang berwawasan persaudaraan dan kerahmatan multiranah.
NU dengan semangat merawat tradisi dan Muhammadiyah dengan orientasi reformasi budaya bisa saling bersinergi. Dengan demikian keduanya menjelma menjadi penjaga bangunan keindonesiaan yang mengintegrasikan agama, Pancasila dan kebudayaan luhur bangsa sebagai nilai utama dalam perikehidupan berbangsa dan bernegara.
“NU dengan islam nusantara dan muhammadiyah dengan islam berkemajuan, maka bisa membangun bangsa dengan keberagaman,” imbuhnya.
Reporter: Yvesta Ayu
Editor: Purnawan Setyo Adi